PEMETAAN TINGKAT KETERANCAMAN HABITAT MENTILIN (Cephalopachus bancanus) DI TAMAN HUTAN RAYA GUNUNG MENUMBING
NORLAILI ISNAINI, Dr. Hero Marhaento, S.Hut., M.Si.;Dr. Sena Adi Subrata, S.Hut., M.Sc.
2020 | Skripsi | S1 KEHUTANANTaman Hutan Raya (Tahura) Gunung Menumbing merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di Indonesia yang terletak di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. Eksistensi kawasan Tahura Gunung Menumbing menghadapi ancaman akibat tingginya kegiatan perambahan seperti penambangan timah, pembalakan liar, perburuan liar, perkebunan, dan pertanian. Salah satu keanekaragaman hayati yang terancaman adalah tarsius barat/western tarsier (Cephalopachus bancanus) yang biasa disebut mentilin oleh masyarakat Pulau Bangka. IUCN Red List mengkategorikan mentilin sebagai satwa yang rentan mengalami kepunahan (vulnerable). Reproduksi yang lambat dan sistem perkawinan berupa monogami menjadi salah satu faktor mentilin mengalami rentan terhadap kepunahan. Ditambah lagi, adanya perambahan hutan dapat memicu proses kepunahan mentilin terjadi lebih cepat. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan tingkat kesesuaian habitat mentilin, memetakan tingkat kerawanan perambahan hutan, dan memetakan tingkat keterancaman habitat mentilin di Tahura Gunung Menumbing. Penelitian ini menggunakan metode analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan bobot dan skor pada parameter yang berpengaruh terhadap kesesuaian habitat mentilin dan kerawanan perambahan. Oleh karena itu, metode pengambilan data yang dibutuhkan AHP dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, focus group discussion (FGD), dan pengiriman angket melalui surat elektronik (e-mail) kepada para pakar (expert). Terdapat enam pakar habitat mentilin yang terdiri atas lembaga swadaya masyarakat (LSM), mantan pemburu, dan empat peneliti habitat mentilin. Sementara itu, untuk pakar kerawanan perambahan terdapat enam pakar yang terdiri atas LSM, instansi terkait, dan akademisi. AHP diolah menggunakan software Expert Choice 11, kemudian dilakukan analisis spasial menggunakan software ArcMap 10.4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen habitat yang memiliki bobot tertinggi adalah tutupan lahan (0,32) dan kerapatan tajuk (0,21). Sementara itu, faktor perambahan yang memiliki bobot tertinggi adalah jarak dari sungai (0,46) dan jarak dari jalan (0,19). Pada kesesuaian habitat mentilin didominasi oleh tingkat kesesuaian habitat tinggi dengan luas 1.898,58 hektar atau 57% dari total kawasan. Kesesuaian habitat merupakan potensi suatu habitat untuk mendukung kehidupan spesies tertentu. Pada kerawanan perambahan didominasi oleh tingkat kerawanan perambahan sedang dengan luas 2.228,2 hektar atau 67% dari total kawasan. Kerawanan merupakan suatu kondisi baik dari faktor alam maupun non-alam yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan maupun kepunahan terhadap keanekaragaman hayati. Pada keterancaman habitat mentilin didominasi oleh tingkat keterancaman tinggi dengan luas 2.068,4 hektar atau 62% dari total kawasan. Tingkat keterancaman habitat tinggi terdistribusi hampir di seluruh bagian kawasan Tahura Gunung Menumbing. Keterancaman merupakan potensi kerusakan, kerugian, dan kematian akibat dari interaksi alam dan aktivitas manusia. Hasil ini menunjukkan bahwa potensi kerusakan dan gangguan pada habitat mentilin yang disebabkan perambahan tergolong besar. Oleh karena itu diperlukan tindakan konservasi dan pengawasan yang lebih ketat untuk mengurangi ancaman agar populasi dan habitat mentilin tetap lestari.
Taman Hutan Raya Gunung Menumbing is one of the protected areas in Indonesia located in Muntok District, West Bangka Regency, Bangka Belitung Islands Province. The existence of Taman Hutan Raya Gunung Menumbing is threatened because of high encroachment activities such as illegal tin mining, logging, hunting, agriculture, rubber, and palm oil plantations. One of the most threatened biodiversity is western tarsier (Cephalopachus bancanus), which is commonly called mentilin, by Bangka Island community. IUCN Red List categorized mentilin as vulnerable. The slow reproduction and the monogamous mating system are the factors of mentilin’s vulnerability. Furthermore, the presence of forest encroachment speeds up the extinction. This study aims to map the habitat suitability level of mentilin, the hazard level of encroachment, and the threat level of mentilin in GMGFP. This study used the Analytical Hierarchy Process (AHP) analysis method to determine the weight and score of parameters that affect to habitat suitability of mentilin and hazard of encroachment. Therefore, the data collection method needed by AHP in this study are in-depth interviews, focus group discussions, and questionnaires via electronic mail to experts. There were six experts in determining habitat suitability of mentilin such us NGO in Bangka Island, ex-poacher, and four researchers. In determining the hazard of encroachment, there were six experts such us NGO in Bangka Island, relevant agencies, and academics. AHP was processed by Expert Choice 11 software, then analyzed by spatial analysis using ArcMap 10.4 software. The results showed that the highest levels of habitat components are land cover (0,32) and canopy density (0,21). While the highest levels of forest encroachment factors are the distance from the river (0,46) and the distance from the road (0,19). The habitat suitability of mentilin was mostly of high level (1.898,58 hectares or 57%). Habitat suitability is the potential of habitat to support a selected species. The hazard of encroachment distribution was mostly of medium level (2.228,2 hectares or 67%). Hazard is a condition where both natural or non-natural factors cause environmental damage or extinction of biodiversity. The habitat threat level of mentilin was mostly of high level (2.068,4 hectares or 62%) and it was distributed in almost all parts of the area. Habitat threat is the potential for damage, loss, and death as a result of the interactions of nature and human activities. This result indicated that the damage and loss potential of mentilin habitat caused by encroachment is big. Therefore, conservation action and tighter supervision are needed to reduce threats so that mentilin populations and habitats remain sustainable.
Kata Kunci : habitat threat, Cephalopachus bancanus, Analytical Hierarchy Process (AHP), Taman Hutan Raya Gunung Menumbing, mapping