KONTESTASI IDENTITAS GENDER DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN TAHUN 2013 MENURUT PERSPEKTIF TEORI DISKURSUS MICHEL FOUCAULT
YOGA ADI NUGROHO, Dr. Rr. Siti Murtiningsih
2020 | Skripsi | S1 FILSAFATPenelitian tanda petik Kontestasi Identitas Gender Dalam Kurikulum Pendidikan Tahun 2013 Menurut Perspektif Teori Diskursus Michel Foucault tanda petik merupakan penelitian yang berisi tentang penyelidikan penyebab terjadinya kontestasi identitas gender dalam kurikulum pendidikan tahun 2013. Penelitian mencoba untuk menganalisis penggunaan kurikulum pendidikan sebagai instrumen untuk mencapai agenda politik dari pemerintahan yang didominasi oleh maskulinisme dalam ilmu pengetahuan dan norma sosial-nya. Pengunaan narasi yang patriarkis dalam ilmu pengetahuan, dibantu dengan pengoperasian disciplinary power melaui metode normalizations. Kurikulum pendidikan turut membantu stakeholder dalam memproduksi sumber daya manusia yang memegang nilai idealogis, sebagaimana tertera dalam tujuan pendidikan nasional. Penelitian ini merupakan penelitian berjenis kepustakaan dengan model penelitian historis faktual, dengan data yang telah dihimpun dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode hermeneutik filosofis dengan unsur metodis sebagai berikut: 1) deskripsi; 2) interpretasi; 3) komparasi; dan 4) induksi. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah: pertama, hubungan antara kontestasi identitas gender dengan penggunaan kurikulum pendidikan sebagai media diskursus terletak pada kurikulum 2013 sebagai acuan mengajar pada pendidikan formal, menyimpan sejumlah diskursus yang patriarkis, maka timbul lah kontestasi gender antara kelompok masyarakat yang terpapar budaya liberal dengan agenda politik patriarki dari state. Kedua, Michel Foucault menjelaskan diskursus dengan menggunakan konsep power/knowledge atau relasi kekuasaan. Menurutnya diskursus dalam membentuk konstruksi sosial menggunakan pendidikan sebagai pembentuk rasionalitas sekaligus menormalisasikan agenda politik dari stakeholder dalam masyarakat. Disinilah letak ketidak-netralan pendidikan secara politik sebagaimana disebutkan oleh para critical pedagogic. Ketiga, analisis terjadinya kontestasi identitas gender dalam kurikulum 2013 dengan menggunakan pemikiran Michel Foucault tentang diskursus menyimpulkan bahwa: 1) Timbul-nya critical consciences dalam masyarakat terhadap ketidakadilan dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan yang maskulin adalah permulaan dari terjadinya kontestasi identitas gender dalam kurikulum 2013. 2) Dalam menciptakan body of knowledge melalui discursive formation pemerintah menggunakan educational discourse dalam memembentuk standarisasi yang patriarkis. 3) Untuk mencapai standarisasi ini pemerintah mengoperasikan disciplinary power dengan mengimplementasikan normalizations dalam pendidikan.
This research aims to investigate the causes of gender identity contestation in the Indonesian education curriculum of 2013. This research tries to analyze the use of education curriculum as an instrument to achieve political agendas of the government dominated by masculinism in its social norms and scientific culture. The use of patriarchal narratives in science, supported by the use of disciplinary power through the method of normalizations in its educational system. This curriculum also helps stakeholders in producing human capital which holds the ideological and normative values in accordance with the national education goals. This research is a library research with a factual historical research model, with data that has been collected from sources that are accountable. This research uses philosophical hermeneutic method with methodical elements as following: 1) description; 2) interpretation; 3) comparison; and 4) induction. The results obtained from this research are: first, the correlation between the contestation of gender identity with the use of the educational curriculum as a media of discourse lies in the 2013 curriculum as a teaching reference on formal education, stores several patriarchal discourses which then triggers gender contestation between the groups of people who are exposed to culture liberal and the patriarchal political agenda of the state. Second, Michel Foucault explains discourse by using the concept of power/knowledge or power relations. According to Foucault, in shaping discourses on social order the government uses education to create a form of rationality while normalizing the political agenda of stakeholders in society. Herein lies the non-neutral political side of education as mentioned by critical pedagogics. Third, an analysis of the occurrence of gender identity contestation in the 2013 curriculum using Michel Foucault's thoughts on discourse concludes that: 1) The emergence of critical consciences in society towards injustice on masculinism in the education and scientific system is the beginning of the occurrence of gender identity contestation in the Indonesian education curriculum of 2013. 2) In creating a body of knowledge through discursive formation, the government uses educational discourse in establishing patriarchal standardization within the social order. 3) To achieve this standardization the government operates disciplinary power by implementing normalizations in its educational system.
Kata Kunci : Kontestasi, Kekuasaan, Gender, Kurikulum, Diskursus/Contestation, Power, Gender, Curriculum, Discourse