Laporkan Masalah

PERENCANAAN KAMPUNG TRANSIT (TRANSIT VILLAGE) DI KAWASAN WONGSODIRJAN, YOGYAKARTA

Muhammad Fahmi Mubarak, Dr. Eng. Muhammad Sani Roychansyah, S.T., M.Eng.

2020 | Skripsi | S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Stasiun Tugu Yogyakarta merupakan stasiun utama tempat aktivitas transportasi dalam kawasan perkotaan Yogyakarta. Stasiun yang dibangun pada saat masa penjajahan Belanda ini termasuk stasiun simpul kecil yang memiliki permasalahan cukup kompleks karena dikelilingi dengan permukiman padat dampak dari urban sprawl Perkotaan Yogyakarta pada bagian utara dan kawasan komersil padat pada bagian selatan. Dampak tersebut membuat penataan ruang pada kawasan sekitar Stasiun Tugu menjadi tidak teratur dan muncul segregasi antara fungsi kawasan sebelah utara stasiun dengan kawasan sebelah selatan stasiun yang merupakan bagian dari Satuan Ruang Sumbu Filosofis. Kawasan utara yaitu Wongsodirjan belum memiliki keterkaitan secara fungsional dengan Stasiun Tugu sementara itu kawasan selatan sudah memiliki fungsi kawasan perdagngan yang terhubung langsung dengan stasiun. Kawasan Wongsodirjan belum memiliki prasarana lingkungan sesuai standar, kualitas lingkungan yang buruk, tata bangunan tidak teratur, akses yang kurang baik, perdagangan yang tidak teratur, dan belum adanya integrasi ruang dengan kawasan stasiun. Ketidakteraturan tersebut menimbulkan permasalahan berupa hambatan sirkulasi dan tidak termanfaatkannya potensi kegiatan transit dari kawasan stasiun. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan adanya penataan ruang pada kawasan utara stasiun dengan basis permukiman untuk melengkapi keterkaitan fungsional antara kawasan-kawasan di sekitar stasiun yang aman, nyaman, produktif, dan layak huni. Analisis pada Kawasan Wongsodirjan menggunakan metode gap analysis yaitu perbandingan kondisi ideal dengan kondisi lapangan yang telah ditentukan melalui elaborasi teori dan penyesuaian dengan karakteristik lokasi perencanaan. Pendekatan teori yang digunakan adalah urban design reclaimed, urban design process, transit villages, peraturan daerah istimewa, dan lesson learned dari preseden. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan kawasan kampung transit yang memiliki karakteristik berupa identical community amenities, integrated with transit nodes, dan livable village. Hasil analisis tersebut menjadi dasar pengembangan 2 alternatif rencana yaitu transit village readjusment dan transit village sharing. Alternatif tersebut kemudian dievaluasi menggunakan metode performance matrix dengan beberapa dasar pertimbangan dalam target perencanaan. Hasil perencanaan yang dibuat berupa masterplan yang merupakan irisan dari Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Pengembangan rencana dilakkan melalui visualisasi detail kawasan berupa peta tematik, gambaran desain 2 dimensi dan 3 dimensi, dan tahapan pembangunan dan pelaksanaan.

Yogyakarta Tugu Station is the main station for transportation activities in the urban area of Yogyakarta. The station which was built during the Dutch colonial period is a small node station which has quite complex problems because it is surrounded by dense settlements due to urban sprawl in Yogyakarta City in the north and commercial areas in the south. These impacts make spatial planning in the area around Tugu Station irregular and segregation arises between the function of the area north of the station and the area south of the station as a part of the Satuan Ruang Sumbu Filosofis. The northern region, Wongsodirjan, does not yet have a functional link with the Tugu Station while the southern region has a trade area function directly connected to the station. The Wongsodirjan area does not yet have standard environmental infrastructure, poor environmental quality, irregular building arrangements, poor access, irregular trade, and lack of integration of space with the station area. This irregularity raises problems in the form of circulatory obstacles and untapped potential transit activities from the station area. To overcome these problems, a spatial arrangement in the northern area of the station with a settlement basis is needed to complete the functional links between the areas around the station to make it safe, comfortable, productive, and livable. Analysis of the Wongsodirjan Region uses the gap analysis method, which is the comparison of ideal conditions with field conditions that have been determined through theoretical elaboration and adjustments to the characteristics of the planning location. The theoretical approach used is urban design reclaimed, urban design process, transit villages, special local regulations, and lessons learned from precedents. It aims to create a transit village area that has the characteristics of identical community amenities, integrated with transit nodes, and livable villages. The results of the analysis form the basis for the development of two alternative plans, namely transit village reading and transit village sharing. The alternative is then evaluated using the performance matrix method with some basic considerations in planning targets. The results of the planning made in the form of a master plan which is a slice of the Building and Environmental Planning (RTBL) and Detailed Spatial Planning (RDTR). The development of the plan is carried out through detailed visualization of the area in the form of thematic maps, 2-dimensional and 3-dimensional design drawings, and stages of development and implementation.

Kata Kunci : Transit Village, Urban Design, Livable Village

  1. S1-2020-381175-abstract.pdf  
  2. S1-2020-381175-bibliography.pdf  
  3. S1-2020-381175-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2020-381175-title.pdf