Dualisme Penerapan Prinsip Fiktif Negatif dan Prinsip Fiktif Positif Dalam Proses Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang

FARADINA ISABELLE S, Dwi Haryati, S.H., M.H.

2020 | Skripsi | S1 HUKUM

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, mengetahui, dan mengkaji: 1) instrumen fiktif negatif dalam sistem peradilan administrasi di Indonesia; 2) instrumen fiktif positif dalam sistem peradilan administrasi di Indonesia; 3) eksistensi instrumen fiktif negatif dengan adanya instrumen fiktif positif di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan sumber data utama yang digolongkan sebagai data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka yang didukung dengan wawancara terhadap Abdullah Riziki Ardiansyah, S.H., M.H., selaku hakim PTUN Semarang dan Hj. Fitriah selaku Panitera Muda Perkara PTUN Semarang. Analisis data pada penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut: 1) Instrumen fiktif negatif dalam sistem peradilan administrasi di Indonesia adalah sikap diam badan/pejabat TUN atas kewajibannya untuk mengeluarkan keputusan pada jangka waktu yang sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan atau setelah lewat waktu 4 (empat) bulan (bila jangka waktu tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan). Jangka waktu tersebut dihitung sejak sebuah permohonan telah lengkap diterima. 2) Instrumen fiktif positif dalam sistem peradilan administrasi di Indonesia merupakan antinomi dari instrumen fiktif negatif. Untuk keputusan yang telah diatur jangka waktunya, maka badan dan/atau pejabat dianggap telah mengabulkan permohonan apabila bersikap diam hingga batas waktu yang ditentukan. Sedangkan untuk keputusan yang tidak diatur jangka waktunya, maka setelah 10 (sepuluh) hari badan/pejabat TUN dianggap telah mengabulkan permohonan tersebut. Jangka waktu tersebut dihitung sejak sebuah permohonan telah lengkap diterima. 3) Prinsip fiktif negatif masih tetap eksis di PTUN Semarang walaupun sudah muncul prinsip baru yaitu fiktif positif. Kendati masih eksis, ternyata secara perlahan prinsip fiktif negatif telah tergerus dengan prinsip fiktif positif yang menawarkan hal yang lebih efektif dan efisien.

This study aims to describe, acknowledge, and examine: 1) the concept of negative fictive principles in the administrative justice system in Indonesia; 2) the concept of positive fictive principles in the administrative justice system in Indonesia; 3) the existence of the concept of negative fictive principles in the presence of positive fictive principles in the Semarang Administrative Court. This research is a descriptive normative legal research. In normative legal research, library materials are the main data sources which classified as secondary data. Data collection method were carried out through literature study supported by interviews with Abdullah Riziki Ardiansyah, S.H., M.H., as a judge at the Semarang Administrative Court and Hj. Fitriah as the Registrar at Semarang Administrative Court. Analysis of the data in this study uses a statutory approach and a qualitative approach. This research finds as follows: 1) The negative fictitious principle in the Indonesian Administrative Court system refers to the inaction a governmental institution or official upon their obligation to issue a decree within a period determined by the legislation or after 4 (four) months have passed (if the period is not regulated in statutory regulations). The period of time is calculated from the time an application has been received. 2) The positive fictitious principle in the Indonesian Administrative Court system is a contrary concept to negative fictitious principle, where there is a significant change to the inaction of a governmental institution or official either for set timeframe or not to issue a decree. For a set timeframe, in the event a decree has not been issued within 10 (ten) days, it assumes that the request for a decree was accepted. The period of time is calculated from the time an application has been received. 3) Negative fictitious principle is still an existing trend at the Administrative Court in Semarang albeit the contrasting principle also presents. Despite its existence, there is a changing paradigm to overlook the negative fictitious principle over the positive since it offers a more effective, efficient and straightforward mechanism.

Kata Kunci : Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif Negatif, Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif Positif, Pengadilan Tata Usaha Negara / Fictitious Negative Administrative Decision, Fictitious Positive Administrative Decision, State Administrative Court