KEHARMONISAN RELASI SUKU BUGIS-MAKASSAR DENGAN SUKU TORAJA DI KOTA MAKASSAR

ICHLAS NANANG AFANDI, Prof. Dr. Faturochman, M.A; Rahmat Hidayat, M.Sc, Ph.D

2019 | Disertasi | DOKTOR ILMU PSIKOLOGI

Suku Bugis-Makassar dan suku Toraja adalah suku native Provinsi Sulawesi Selatan yang mendominasi populasi kota Makassar. Meski berasal dari provinsi yang sama, akan tetapi mereka adalah dua kelompok suku yang berbeda identitas sosial. Suku Bugis-Makassar mayoritas beragama Islam, sementara suku Toraja mayoritas beragama Kristen. Meski berbeda agama, mereka mampu menjalin relasi secara positif dan harmonis di kota Makassar. Berdasarkan perspektif teori-teori keharmonisan relasi antar kelompok, situasi tersebut dapat terlaksana karena beberapa kondisi yaitu ada kontak, ada persilangan kategori, ada rekategorisasi identitas, dan ada kerja sama (kooperasi). Namun kondisi-kondisi tersebut masih dipertanyakan apakah juga berlaku bagi keharmonisan relasi yang ditunjukkan oleh suku Bugis-Makassar dengan suku Toraja di kota Makassar. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk menjawab keraguan tersebut. Indigenous psychology dengan menggunakan strategi realisme konstruktif digunakan sebagai pendekatan penelitian. Kuesioner terbuka dan wawancara mendalam digunakan sebagai metode pengumpul data. Sebanyak 474 suku Bugis-Makassar dan suku Toraja yang tinggal di kota Makassar berpartisipasi sebagai informan penelitian. Analisis dan manajemen data dilakukan menggunakan software MAXQDA 12 dengan prinsip koding inductive thematic analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keharmonisan relasi suku Bugis-Makassar dan suku Toraja ditentukan oleh tiga kondisi utama, yaitu resiprositas yang meliputi hormat, peduli, terbuka, dan silaturahmi; kebersamaan berupa gotong royong; dan kedekatan dalam bentuk pertemanan, persaudaraan, dan kesamaan asal. Ketiga kondisi tersebut sangat jelas mengindikasikan adanya kontak, identitas teritorial atau common ground sebagai bentuk persilangan kategori dan rekategorisasi identitas, serta kerja sama (kooperasi). Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa keharmonisan relasi mereka ditentukan oleh kemampuan mereka mengelola konflik secara produktif dengan pendekatan kolaboratif dan akomodatif. Kondisi-kondisi tersebut berdinamika dalam mewujudkan keharmonisan relasi antara suku Bugis-Makassar dan suku Toraja di kota Makassar selama ini.

The Bugis-Makassar tribe and the Toraja tribe are native tribe of South Sulawesi Province that dominates the population of the city of Makassar. Although they come from the same province, they are two ethnic groups with different social identities. The majority of the Bugis-Makassar tribe are Muslim, while the majority of the Torajans are Christians. Despite their different religions, they were able to establish positive and harmonious relations in the city of Makassar. Based on the perspective of harmonious relations theory between groups, the situation can be implemented due to several conditions, namely contact, crossed categorization, identity recategorization, and cooperation. However, these conditions are still questionable whether it also applies to the harmony of relations shown by the Bugis-Makassar tribe with the Toraja in the city of Makassar. For this reason, this research was conducted to answer these doubts. Indigenous psychology using a constructive realism strategy is used as a research approach. Open questionnaires and in-depth interviews were used as data collection methods. As many as 474 Bugis-Makassar tribes and Toraja tribes who live in the city of Makassar participated as research informants. Data analysis and management is done using MAXQDA 12 software with the principle of inductive thematic analysis. The results showed that the harmony of the relations between the Bugis-Makassar tribe and the Toraja tribe was determined by three main conditions, namely reciprocity related to respect, care, openness, and silaturahmi; togetherness in the form of gotong royong; and closeness in the form of friendship, brotherhood, and common ground . The three conditions clearly indicate the existence of contact, territorial identity or common ground as result of crossed categorization and recategorization identity, and also cooperation. In addition, this study also found a harmonious relationship determined by their ability to the ability to manage conflict productively with a collaborative and accommodative approach. These conditions are dynamic in building harmony between the relationship between the Bugis-Makassar tribe and the Toraja people in the city of Makassar so far.

Kata Kunci : keharmonisan relasi antar kelompok suku-agama, identitas sosial, kontak, persilangan dan rekategorisasi identitas, kerja sama, manajemen konflik/harmony of ethno-religious relations, social identity, contact, crossed and recategorization identity, coopera