HUBUNGAN ANTARA KETIDAKTERATURAN MAKAN DAN POLA KONSUMSI TINGGI LEMAK DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA REMAJA PUTRA DI SALAH SATU SMA KOTA YOGYAKARTA YANG TERPILIH

ADITYANSYAH I. N, dr. Sutanto Maduseno, SpPD-KGEH;Dr. dr. Neneng Ratnasari, SpPD-KGEH

2019 | Tesis-Spesialis | ILMU PENYAKIT DALAM

Latar belakang. Sindrom dispepsia adalah kumpulan gejala yang terdiri dari rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa. Sindrom dispepsia banyak terjadi pada remaja. Penyebab dispepsia bersifat multifaktorial, salah satunya adalah pola makan dan perubahan gaya hidup. Tujuan penelitian. Mengetahui hubungan antara ketidakteraturan makan dan pola konsumsi tinggi lemak dengan kejadian sindrom dispepsia pada remaja putra di salah satu SMA Kota Yogyakarta yang terpilih. Metode. Rancangan penelitian menggunakan cross sectional. Responden sebanyak 255 remaja putra di salah satu SMA Kota Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi. Uji statistik untuk data kategorik dilakukan dengan uji chi-square dan regresi logistik, uji statistik untuk data numerik dilakukan dengan uji Mann-Whitney, uji Kruskal Wallis, dan regresi linier. Hasil penelitian. Sebanyak 54,9% responden mengalami sindrom dispepsia. Responden dengan pola makan tidak teratur dan mengalami dispepsia sebanyak 74%, p< 0,001, OR 3,58 (IK 95%, 2,05-6,26). Responden dengan pola konsumsi makan tinggi lemak dan mengalami dispepsia sebanyak 75%, p= 0,005, OR 2,86 (IK 95%, 1,33-6,15). Median skor Gastrointestinal Symptoms (GIS) pada kelompok konsumsi tinggi lemak dan cukup adalah dua berbanding satu (p=0,005). Median skor GIS pada kelompok tidak teratur makan dan teratur makan adalah dua berbanding nol (p<0,001). Analisis multivariat terhadap skor GIS didapatkan koefisien determinasi (R2) 0,065. Kesimpulan. Ketidakteraturan makan dan pola konsumsi tinggi lemak meningkatkan kejadian sindroma dispepsia pada remaja putra di salah satu SMA Kota Yogyakarta yang terpilih.

Background. Dyspepsia syndrome is a group of symptoms consisting of epigastric discomfort, nausea, vomiting, bloating, early satiety, abdominal fullness, and belching. Dyspepsia syndrome is common in male adolescent. The cause of dyspepsia are multifactorial, one of the most common is diet and lifestyle changes. Objective. The aim of this study is to determine the relationship between irregular eating behaviour, high fat intake and dyspepsia syndrome of male adolescent in Yogyakarta senior high school. Methods. A cross-sectional study was performed among 255 male adolescents aged 15-19 years in Yogyakarta senior high school. The data were obtained using Gastrointestinal Symptoms (GIS) questionnaire, irregular eating behaviour questionnaire, and Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Nominal variables were analyzed statistically by chi-square test and logistic regression test, numerical variables were analyzed by Mann-Whitney test and linear regression test. Result. Dyspepsia syndrome is positive in 54.9% of the subject. Seventy four percent of subjects with irregular eating behaviour had dyspepsia, p<0.001, OR 3.58 (CI 95%, 2.05-6.26). Seventy five percent of subjects with high fat intake had dyspepsia, p= 0.005, OR 2.86 (CI 95%, 1.33-6.15). Median GIS score of high fat and normal fat intake group are two to one (p=0.005). Median GIS score of irregular and regular eating behaviour group are two to zero (p<0.001). Coefficient of determination (R2) from multivariate analysis is 0.065. Conclusion. Irregular eating behaviour and high fat intake increase dyspepsia syndrome prevalence of male adolescent at selected senior high school in Yogyakarta.

Kata Kunci : sindrom dispepsia, ketidakteraturan makan, tinggi lemak, remaja putra