Sekolah Perempuan Marjinal: Pemberdayaan Perempuan Berbasis Edukasi Pendidikan Adil Gender (PAG) di Desa Montong Betok, Kecamatan Montong Gading, Kabupaten Lombok Timur
PANDHIT PRINGGO H, Eka Zuni Lusi Astuti, S.Sos, M.A
2019 | Skripsi | S1 PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAANDominasi laki-laki pada ranah publik menjadikan peran perempuan tidak mendapatkan legitimasi dan semakin menumbuhkan budaya patriarki. Belenggu agama, budaya dan sosial juga melanggengkan praktek patriarki. Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan tidak banyak mengubah cara pandang masyarakat terhadap peran perempuan di ranah publik. Begitu pula halnya dengan di Pulau Lombok. Pulau ini terkenal dengan daerah yang 'religius' dengan julukan pulau seribu masjid. Lombok juga terkenal dengan kebudayaannya yang patriarkis karena warisan nenek moyang. LPSDM sebagai Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) lokal yang memiliki fokus terhadap kesetaraan gender menginisiasi Sekolah Perempuan Marjinal (SPM). Inisiasi tersebut bertujuan untuk ikut menanggulangi permasalahan ketidakadilan gender di Lombok, khususnya Lombok Timur dan Lombok Utara. Salah satu SPM yang pertama kali berdiri yaitu SPM di Desa Montong Betok. SPM Desa Montong Betok didirikan tahun 2014 dan memiliki roadmap kerja 5 tahun. Dalam perjalannya telah membantu perempuan melepaskan belenggu patriarki di Desa Montong Betok. Perempuan desa juga dapat mengatur kehidupan keluarganya, sama dengan laki-laki. Legitimasi peran perempuan di ranah publik juga meningkat. Di sisi lain, legitimasi reputasi baik didapatkan dari Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) dan BPJS Kesehatan karena membantu mengawal implementasi jaminan kesehatan hingga lingkup paling kecil. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan pemberdayaan perempuan melalui SPM oleh LPSDM dan sejauh mana keberhasilan pemberdayaan perempuan yang telah dicapai. Pelaksanaan program SPM diinterpretasikan dengan konsep tahapan pemberdayaan masyarakat menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto mulai dari penyadaran, peningkatan kapasitas dan pendayaan. Capaian keberhasilan diinterpretasikan dengan konsep keberhasilan pemberdayaan perempuan menurut Longwe melalui indikator kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol. Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Informan penelitian terdiri dari Dinas P3AKB, pemerintah desa, LPSDM, anggota SPM dan suami anggota SPM. SPM memiliki peran besar dalam meruntuhkan paham patriarki di Desa Montong Betok. Partisipasi perempuan pada ranah publik meningkat, dibuktikan dengan semakin banyaknya perempuan yang tampil pada forum desa. Tahap penyadaran dilakukan dengan meminta anggota menggambarkan keluarga dan menuliskan permasalahan dan harapannya dalam keluarga. Tahap peningkatan kapasitas dilakukan dengan memberikan berbagai macam pelatihan. Tahap pendayaan menghasilkan anggota SPM yang memiliki akses pekerjaan yang semakin luas. Capaian pemberdayaanpun dinilai sangat baik. Namun, tidak seluruh anggota SPM memiliki capaian pemberdayaan yang sama.
Public domination by men makes women's role does not get legitimacy and further increase patriarchal culture. Religion, culture and social shackles also perpetuate patriarchy. President Instruction No. 9 2000 about Gender Mainstreaming in Development did not change community view at women role in the public. Same as in Lombok Island. This island is famous as a 'religious' zone, with a nickname of the island of a thousand mosque. Lombok is also well-known for its patriarchal culture because of ancestral heritage. LPSDM, as a local non-governmental organization focused on gender equality, has initiated marginal female school. The initiation was intended to overcome gender equality problems in Lombok, especially in East and North Lombok. One of the first Marginal Female School is Montong Betok Village Marginal Female School. Montong Betok Marginal Female School was established in 5th November 2014 and had five years roadmap program. In its course, it has helped women to release the patriarchal shackles in Montong Betok Village. Village women could also manage their family life, just like men. The legitimacy of the role of women in the public sphere has also increased. On the other hand, the legitimacy of good reputation was obtained from the relevant agencies because it helped to guard the implementation of health insurance to the smallest scope. Therefore, this study aimed to determine the stages of women's empowerment through MSS by LPSDM and to verify the extent to which the success of women's empowerment has achieved. The implementation of the SPM program was interpreted with the concept of stages of community empowerment according to Wrihatnolo and Dwidjowijoto starting from awareness, capacity building, and empowerment. The achievement of success was interpreted by the concept of the success of women's empowerment according to Longwe through indicators of welfare, access, critical awareness, participation, and control. The study was conducted using qualitative methods with descriptive approaches and data collection techniques with observation, in-depth interviews, and documentation. Research informants consisted of related agencies, village governments, LPSDM, SPM members and SPM member husbands. SPM had a big role in undermining patriarchalism in Montong Betok Village. Women's participation in the public sphere has increased, as evidenced by the increasing number of women who appeared at village forums. The awareness stage was done by asking members to describe their family and to write down their problems and expectations in the family. The capacity building phase was carried out by providing various types of training. The empowerment stage generated SPM members who have access to increasingly broader employment. Achievement of empowerment was considered excellent. However, not all SPM members had the same empowerment achievements.
Kata Kunci : Sekolah Perempuan Marjinal, tahapan pemberdayaan masyarakat, capaian pemberdayaan perempuan