Laporkan Masalah

KONSEP TRI HITA KARANA PADA TRANSFORMASI RUANG DESA SAYAN : 1950 - 2017

PUTU SRI RONITA DEWI, Ir. Agam Marsoyo, M.Sc., Ph.D.

2019 | Skripsi | S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Perkembangan pariwisata di Bali berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah aspek keruangan, ditandai dengan adanya berbagai alih fungsi lahan seperti lahan pertanian menjadi lahan non pertanian pendukung pariwisata. Namun, dalam setiap pembangunan yang dilakukan, masyarakat Bali masih berpegang pada aturan adat atau konsep tradisional yang dipercaya untuk menjaga keharmonisan kehidupan, salah satunya Tri Hita Karana. Fenomena yang dikhawatirkan adalah desakan pembangunan yang kurang memperhatikan konsep-konsep tersebut, sehingga akan mempengaruhi bentukan ruang yang sudah ada. Fenomena yang sama juga dikhawatirkan terjadi di Desa Sayan. Desa yang mengalami alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian terbesar ketiga di Kecamatan Ubud (BPS Kab Gianyar, 2005-2016). Alih fungsi tersebut utamanya dilakukan untuk membangun fasilitas pendukung wisata, seperti: hotel, villa, dan homestay. Padahal disisi lain, Kecamatan Ubud adalah destinasi wisata yang menawarkan ciri khas budaya dan adat istiadatnya. Untuk menjawab kekhawatiran tersebut, maka dilakukan penelitian terkait transformasi ruang yang terjadi dan kaitannya pada konsep Tri Hita Karana yang diterapkan dalam keruangan desa serta mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi transformasi ruang tersebut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan induktif-kualitatif. Pendekatan tersebut dipilih dengan pertimbangan keunikan lokasi serta terdapat penerapan konsep Tri Hita Karana. Tahapan analisis yang dilakukan terdiri dari 3 bagian, yaitu identifikasi keruangan desa, identifikasi transformasi ruang dan kaitannya dengan konsep Tri Hita Karana pada aspek keruangan, serta analisis faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi ruang tersebut. Transformasi ruang yang terjadi di Desa Sayan terbagi menjadi 3 periode, yaitu periode agraris (sebelum 1950); periode agraris dan seni lukis (1950-1990); serta periode kepariwisataan (1990-saat ini). Transformasi ruang tersebut ditunjukkan dengan adanya perkembangan ragam pemanfaatan ruang, penambahan fungsi pada pemanfaatan ruang perumahan, alih fungsi antar pemanfaatan ruang, dan pergeseran luasan setiap pemanfaatan ruang. Transformasi ruang yang terjadi tidak mengubah konsep Tri Hita Karana yang sudah ada. Namun, komponen Tri Hita Karana yaitu Parahyangan, Pawongan, palemahan mengalami perubahan meliputi perubahan ragam pemanfaatan ruang, luasan, bentuk dan persebarannya. Faktor yang mempengaruhi transformasi ruang di Desa Sayan yaitu faktor orang/lembaga eksternal, faktor pemimpin, faktor kondisi alam, faktor perkembangan tren wisata, serta faktor ekonomi, sosial-kependudukan, dan budaya.

The tourism development in Bali affects various aspects of life. One of those aspects is spatial aspect, which is indicated by various land conversion from agricultural function into non-agricultural function. However, in every development carried out, Balinese community still adhere to traditional rules or concepts that are believed to maintain harmony in life, one of them is Tri Hita Karana. The worrying phenomenon was the insistence of development that doesn't pay enough attention to these concepts which will affect the existing spatial condition. The same issues occured in Sayan Village, a village who had the third largest agricultural land conversion into non-agricultural land in Ubud District (BPS Kabupaten Gianyar, 2005-2016). This conversion mainly conducted to support the development of tourism-related facilities, such as hotels, villas, and homestay. But on the other hand, Ubud District is a tourist destination that offers its cultural and custom uniqueness. The research was needed to identify the spatial transformation and its relation to Tri Hita Karana concept, as well as its influenced factors. The study was conducted using an inductive-qualitative approach. This approach was chosen by considering the location's uniqueness and the application of the Tri Hita Karana concept. The stages of analysis consist of 3 parts, is identification of village space, identification of spatial transformations and their relationship with the Tri Hita Karana concept on spatial aspects, and analysis of factors that influence spatial transformation. Sayan Village experienced a spatial transformation which was divided into 3 periods, is period of agrarian (before 1950); period of agrarian and painting (1950-1990); and period of tourism (1990-present). Spatial transformation is shown by the development of various land use, additional functions in residential land use, transfer of functions between land use, and shifts in the area of each use of space. Spatial transformation that happened did not change the existing Tri Hita Karana concept. However, the component of Tri Hita Karana, is Parahyangan, Pawongan, Palemahan has undergone changes including changes in variations in land use, area, shape and distribution. The factors that influence the spatial transformation in Sayan Village are the factors of external people/institutions, leader factors, natural condition factors, tourism development factors, and economic, social and cultural factors.

Kata Kunci : transformasi ruang, Tri Hita Karana, pemanfaatan ruang, pariwisata

  1. S1-2019-364330-abstract.pdf  
  2. S1-2019-364330-bibliography.pdf  
  3. S1-2019-364330-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2019-364330-title.pdf