SUMANGANO OMPU SEBAGAI KESADARAN TRANSENDENTAL TATA RUANG PERMUKIMAN DESA DAN TATA RUANG RUMAH TRADISIONAL SUKU CIA-CIA LAPORO DESA GUNUNG SEJUK
LA PANDE JURUMAI, Prof. Ir. Sudaryono, M.Eng, Ph.D
2018 | Tesis | MAGISTER ARSITEKTURPermukiman dan rumah tinggal tradisional masyarakat Ciacia Laporo di Gunung Sejuk merupakan kekayaan sejarah bermukim masyarakat Austronesia Barat, dengan karakterisitik bermukim selalu berpindah dan rumah umumnya berbentuk panggung, hampir keseluruhan menggunakan material kayu. Selain itu sebagai masyarakat yang memiliki budaya, menjadikan rumah adat baruga sebagai rumah untuk saling berinteraksi antara manusia dengan manusia, manusia dengan arwah nenek moyang, malaikati, dan nabi-nabi jumaganino kampo. Sedangkan pada rumah tinggal tradisional secara vertikal membagi rumah menjadi lima bagian (tanah/wuta, kapindasa, woru/kake, tonga/bangka/, dan wawo/pocu) dan secara horizontal mebagi rumah menjadi dua bagian (ruang pangka dan ruang singku). Penelitian ini menggunakan metode induktif kualitatif seperti observasi dan wawancara guna menggali fakta dengan cara pandang secara fenomenologi, sehingga memungkinkan terjadinya eksplorasi langsung di lapangan. Penelitian ini dilakukan di desa adat Gunung Sejuk, langkah awal saat di lapangan dengan melakukan grand tour guna mendapatkan informasi awal dan mengenali situasi desa, untuk menunjang penelitian dibutuhkan beberapa media untuk mendapatkan data-data di lapangan, seperti: peta kawasan, alat perekam suara dan gambar (handphone), menggunakan sketsa manual serta kamera. Dari hasil analisis diperoleh konsep, makna, dan teori sistem spasial permukiman desa Gunung Sejuk yang memunculkan nilai sumangano ompu sebagai kesadaran transendental tata ruang permukiman desa, tata ruang rumah tradisional dan makna rumah tinggal tradisional suku Ciacia Laporo, dimana tidak terlepas dari peran sara adat dan masyarakat dalam memanfaatkan alam sebagai ruang hidup dan berkehidupan untuk masyarakat desa dalam menjaga kebudayaan-kebudayaan yang diwariskan oleh para leluhur sebelumnya.
The settlements and traditional houses of Ciacia Laporo people on Gunung Sejuk are historical richness of settling of the Western Austronesia society, with their settling characteristic which is nomadic and the houses which are generally in the form of stilt house, almost entirely using wood. Besides that, as a society who has culture, they make the Baruga traditional house as a house to interact each other between humans, humans with ancestral spirit, malaikati, and nabi-nabi jumaganino kampo. Vertically, the traditional house is divided into five parts (tanah/wuta, kapindasa, woru/kake, tonga/bangka, and wawo/pocu) and horizontally, it is divided into two parts (room pangka and room singku). This research uses inductive qualitative methods such as observations and interviews to find facts with the phenomenology paradigm which guide researcher to possibly do direct explorations in the field. This research was carried out in the Gunung Sejuk traditional village. The first step that was done in the field was conducting a grand tour to get initial information and recognize the village situation. Several media were needed to obtain the data in the field as a support for this research, such as: regional maps, device to record voice and images (handphone), using manual sketch and camera. The results of the analysis are concepts, meanings, and spatial systems theory of Gunung Sejuk village settlements which shows the sumangano ompu value as a transcendental awareness of village settlement spatial, traditional house spatial and the meaning of the Ciacia Laporo traditional house, which cannot be separated from the role of sara adat and communities in using nature as a space to live and to do life for rural society in safeguarding cultures inherited from the previous ancestors.
Kata Kunci : concept, spatial, sumangano ompu