Implementasi Program One Village One Product (OVOP) Melalui Koperasi Serba Usaha (KSU) Jatirogo Dalam Pengembangan Produk Unggulan Gula Semut di Kabupaten Kulon Progo
RIA SETIAWATI, Drs. Hadriyanus Suharyanto, M.Si.
2018 | Skripsi | S1 MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIKOne Village One Product (OVOP) merupakan suatu program untuk mengembangkan produk unggulan daerah dengan memberikan nilai tambah pada produk tersebut. Konsep OVOP berasal dari Oita, Jepang dan diadopsi oleh berbagai Negara di dunia, termasuk Indonesia. Kulon Progo menjadi salah satu daerah di Indonesia yang mengimplementasikan program OVOP di bawah Kementerian Koperasi dan UKM RI dengan produk gula semut melalui Koperasi serba Usaha (KSU) Jatirogo. Metode penelitian yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yang dilakukan dengan wawancara dan observasi sebagai data utama serta data sekunder sebagai pendukung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program One Village One Product (OVOP) di Kabupaten Kulonprogo melalui KSU Jatirogo dalam mengembangkan produk unggulan gula semut. Untuk mengetahui implementasi program OVOP tersebut, penelitian ini menggunakan teori implementasi Edward III (1980) yang mengatakan bahwa terdapat empat variabel dalam implementasi yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. Variabel komunikasi untuk menjelaskan mengenai transmisi, kejelasan informasi, dan konsistensi. Variabel sumberdaya untuk menjelaskan mengenai staff, keuangan, kecukupan informasi, serta sarana dan prasarana. Variabel disposisi serta struktur birokrasi digunakan untuk menjelaskan bagaimana pihak yang terkait mengimplementasikan program tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, secara umum program OVOP di Kabupaten Kulon Progo belum berjalan secara maksimal. Pada variabel komunikasi, penyampaian informasi mengenai program OVOP masih kurang jelas. Pada variabel sumber daya, secara umum sudah baik namun kemampuan sumber daya manusia masih perlu untuk ditingkatkan. Pada variabel disposisi, dalam melaksanakan program implementor cenderung masih perlu untuk ditingkatkan. Pada variabel struktur birokrasi, perlu dibuat SOP serta pembagian kerja yang lebih konkrit. Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini adalah perlunya diadakan sosialisasi lanjutan mengenai program OVOP yang melibatkan masyarakat luas sehingga masyarakat paham mengenai program OVOP dan menjadi lebih termotivasi untuk mengembangkan produk unggulan yang ada, karena pada dasarnya dalam program OVOP masyarakat adalah aktor utamanya.
One Village One Product (OVOP) is a program to develop regional superior products by providing added value to these products. The OVOP concept came from Oita, Japan and was adopted by various countries in the world, including Indonesia. Kulon Progo is one of the regions in Indonesia that implements the OVOP program under the Ministry of Cooperatives and Indonesian Small and Medium Enterprises with ant sugar products through the Jatirogo All-round Cooperative (KSU). The research method used to conduct this research is a qualitative research method with a descriptive approach, which is carried out by interview and observation as the main data and secondary data as a support. This study aims to determine the implementation of the One Village One Product (OVOP) program in Kulonprogo Regency through KSU Jatirogo in developing superior sugar products. To find out the implementation of the OVOP program, this study uses the implementation theory of Edward III (1980) which says that there are four variables in the implementation of communication, resources, disposition and bureaucratic structure. Communication factors to explain transmission, clarity of information, and consistency. Resource factors to explain staff, finance, information adequacy, and facilities. The disposition factor and the bureaucratic structure are used to explain how the parties involved implement the program. Based on the results of the study, in general the OVOP program in Kulon Progo Regency has not run optimally. In the communication variable, the delivery of information about the OVOP program is still unclear. In the resource variable, in general it is good but the ability of human resources still needs to be improved. In the disposition variable, in implementing the implementor program, it still needs to be improved. In bureaucratic structure variables, it is necessary to make SOPs and a more concrete division of labor. The recommendation given in this study is the need for further socialization of the OVOP program that involves the wider community so that people understand the OVOP program and become more motivated to develop superior products, because basically the OVOP program is the main actor.
Kata Kunci : implementasi, OVOP, gula semut / implementation, OVOP, brown sugar