Konsep Ruang Sosial Pada Kawasan Perkotaan Kasus Warung Kopi di Kota Banda Aceh
DEDDY HANDAYANI, Doddy Aditya Iskandar, S.T.,MCP.,Ph.D.;Retno Widodo Dwi Pramono, S.T.,M.Sc.,Ph.D.
2018 | Tesis | MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTARuang sosial merupakan salah satu ruang yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang sering luput dari perhatian para perencana atau pihak-pihak terkait. Padahal ruang-ruang sosial atau tempat ketiga (Oldenburg, 1999) sejenis warung kopi yang tumbuh di dalam berbagai kawasan kota mampu mewadahi proses interaksi sosial dan membentuk jaringan-jaringan subkultur yang mempererat ikatan sosial antar masyarakat di dalamnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku masyarakat dalam memanfaatkan warung kopi sebagai ruang sosial yang dipengaruhi oleh karakteristik spasial suatu kawasan perkotaan. Menemukan hubungan timbal balik antara lingkungan dan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan ruang sosial di dalam kawasan perkotaan sebagai bahan pertimbangan bagi perencana dalam mewadahi aktivitas sosial masyarakat kota di masa yang akan datang. Penelitian ini dilakukan di Kota Banda Aceh karena budaya ngopi merupakan aktivitas turun temurun masyarakat Aceh yang ikut berkembang mengikuti perkembangan zaman hingga sampai sekarang masih sangat besar peminatnya. Dengan metode kualitatif grounded research, peneliti melakukan observasi terhadap perilaku pengunjung di dalam 23 warung kopi yang berbeda di Kota Banda Aceh dilengkapi dengan kuesioner dan proses wawancara untuk memperdalam pemahaman peneliti dan pembaca mengenai fenomena perilaku masyarakat kota yang terbentuk di dalam warung kopi sebagai ruang sosial. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan perilaku masyarakat di dalam warung kopi yang terdapat di dalam lima karakteristik kawasan yang berbeda, di antaranya di sekitar kawasan pusat kota, di kawasan pinggir kota, kawasan pusat pendidikan, kawasan pusat pariwisata dan kawasan pusat komoditas kopi unggulan. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh karakteristik spasial terhadap perilaku masyarakat dalam memanfaatkan ruang sosial. Dengan demikian, temuan penelitian ini nantinya dapat menjadi dasar pertimbangan bagi perencana dalam menentukan dan mengakomodasi pertumbuhan ruang-ruang sosial yang baik di dalam suatu kawasan perkotaan.
This study was an identification of society behavioral patterns in urban social space effected by city spatial characteristics in Banda Aceh. Examine whether people who frequent social space such as coffee shops experience place attachment within the context of social and non-social. Social space called third places (Oldenburg, 1999) are places of usual, voluntary, informal and happy gatherings of people outside of home and work place. It is an informal urban subculture space with various features that alter relative to changing needs of contemporary society and different cultures choosen by the individuals of an Aceh society. The research method used here is a qualitative grounded research one that examines and analyses behavioral settings in physical environment of coffee shop as a third place. Interactions in coffee shop settings can be analyzed using visual and content analysis, unobtrusive participant observation, and behavioral mapping, as a means of understanding interactions. Using random sampling, more than a thousand visitor respondents in 23 coffeeshops within Banda Aceh area were selected to participate in the survey. Discussions elictied from a series of focus groups and insights from interviews with key player of the Banda Aceh coffee shop visitors served as reference in developing the survey questionnaire and in analyzing the survey results. Finding revealed that the relationship between spatial characteristics and user affects the types of interactions that occur in the coffee shops as social space in five different locations such as downtown or city centre, countryside or rural space, education space centre, tourism space centre and coffee leading commodities centre. User behavior is directly affected by environmental elements, including organization and content of space. Throughout history, these interactions have included education, activism and social engagement. So, an exact description of the third place and finding its basic features are necessary for a better and deeper understanding of them, of the destintive characteristics of their quality and locations of each. The pattern of interaction occuring in coffee shop environments can be approached as a tool for understanding social and environmental engagement in urban planning.
Kata Kunci : Ruang Sosial, Urban Subkultur, Kawasan Perkotaan, Kota Banda Aceh, Social Space, Third Places, Urban Subculture, Urban Spatial