Laporkan Masalah

Redesain Planetarium Jakarta di Taman Ismail Marzuki dengan Pendekatan Fraktal

KIRONO ARUNDATI, Budi Prayitno, Dr., Ir., M.Eng.

2018 | Skripsi | S1 ARSITEKTUR

Meski merupakan salah satu ilmu pengetahuan tertua di dunia, pembelajaran mengenai alam semesta yang kian meluas tidak akan pernah menemui sebuah akhir. Bahkan dengan teknologi termutakhir, manusia masih jauh dari hari-hari petualangan menggunakan roket, lubang cacing, dan tur antarplanet sebagaimana telah diprediksi film fiksi ilmiah dan futurolog. Indonesia bahkan hingga saat karya ini ditulis masih belum mampu mengirim astronot ke ISS apalagi ke Bulan atau planet lain. Bagi para pelajar di Indonesia, menerima medali emas di olimpiade internasional sudah cukup untuk hobi mereka dalam bidang astronomi. Bercita-cita untuk menjadi seorang astronot terdengar tidak realistis, beda kasusnya dengan menerima sebuah medali dalam sebuah ujian bertaraf internasional. Ketidakpedulian terhadap astronomi di Indonesia tercermin pada fasilitas yang kurang memadai dan riset yang tidak terlalu produktif. Planetarium Jakarta merupakan sebuah hadiah dari Presiden Indonesia saat itu, Soekarno, bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalannya dari negara-negara lain yang lebih maju. Sebagai yang pertama berdiri di Asia Tenggara, Planetarium Jakarta saat itu merupakan sebuah kebanggaan, mengakomodasi fungsi planetarium dan observatorium dalam satu fasilitas. Sangat disayangkan melihat kondisinya saat ini, dengan polusi cahaya mengganggu kegiatan observasi atau starball yang baru-baru ini rusak dan membutuhkan waktu beberapa bulan untuk perbaikan. Menggunakan fraktal sebagai gaya dan arsitektur berkelanjutan sebagai karakternya, redesain Planetarium Jakarta bertujuan untuk menarik perhatian pengunjung sekaligus mengurangi polusi. Dengan fraktal dan arsitektur berkelanjutan, redesain memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas eksterior, interior, serta teknologi yang digunakan untuk menarik pengunjung serta menyajikan pemandangan yang lebih baik untuk aktivitas observasi benda langit. Desain juga berusaha untuk membuktikan bahwa pembekalan serta riset astronomi dapat menjadi sebuah proses yang menyenangkan dan menarik.

Although being one of the oldest of natural sciences, the study of ever expanding universe could never meet an end. Even with our state-of-the-art technologies, it is devastating to say that we are still very far away from the day of rockets, wormholes, and habitable planets which sci-fi movies directors and futurists have predicted. It is even more devastating that up until the day this work is written Indonesia has yet to send an astronomer to ISS let alone to the Moon or other planets. To Indonesian students, achieving gold medals in international championship is good enough for their hobby in astronomy. Dreaming to be an astronaut is far from realistic, a different case from winning some medals in some international exams. This dispassion towards astronomy is mirrored in inadequate facilities and somewhat unproductive research. Planetarium Jakarta was built on the encouragement from then President of Indonesia, Soekarno, for Indonesia to catch up what we had been missing out. The first in Southeast Asia, the facility was then a pride, housing a planetarium and observatory in one place. It is unfortunate to see the condition it is in today, with light pollution obstructing observation activities, or starball that recently got broken, taking months to repair. Using fractal as its fashion and sustainable architecture as its nature, the redesign of Planetarium Jakarta aims to attract visitors while contributing in reducing pollution. With fractal and sustainable architecture, the redesign aims to improve its exterior, interior, and technologies to attract visitors and serve a better view for stellar and solar observation by decreasing air and light pollution. It also attempts to prove that the introduction and research for astronomy can be fun and intriguing.

Kata Kunci : Astronomi, Planetarium, Observatorium, Fraktal, Berkelanjutan / Astronomy, Planetarium, Observatory, Fractal, Sustainable

  1. S1-2018-366751-abstract.pdf  
  2. S1-2018-366751-bibliography.pdf  
  3. S1-2018-366751-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2018-366751-title.pdf