Laporkan Masalah

Redesain Museum Sang Nila Utama di Pekanbaru dengan Pendekatan Arsitektur Metafora

HAFIZA TRIANI, Ardhya Nareswari, S.T., M.T., Ph. D.

2018 | Skripsi | S1 ARSITEKTUR

Sebagai rumpun Melayu, Provinsi Riau dan Kota Pekanbaru memiliki visi sebagai "Pusat Kebudayaan Melayu". Salah satu usaha dalam melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Melayu, salah satunya adalah dengan perancangan museum. Museum merupakan sebuah lembaga permanen yang bersifat nirlaba dan bertujuan untuk melestarikan koleksi yang bersifat tangible dan intangible dan mengkomunikasikannya kepada masyakarat. Di Pekanbaru, terdapat satu museum negeri Provinsi Riau yaitu Museum Sang Nila Utama. Museum ini dibangun secara bertahap sejak tahun 1979 dan diresmikan tahun 1994. Museum ini hanya memiliki fasilitas gedung induk museum, gedung auditorium, kantor, dan perpustakaan. Namun kondisi saat ini, fasilitas museum tidak dikelola dengan baik sehingga fungsi dari fasilitas museum tidak optimal. Secara fisik, hanya 20-30% fungsi serta fasilitas museum yang dapat digunakan secara optimal. Sejak tahun 2012, Mantan Gubernur Riau sudah mencanangkan pemugaran dan perombakan gedung museum namun belum terlaksana hingga sekarang. Sebuah museum harus memiliki fungsi ekshibisi dan edukasi, fungsi konservasi dan kuratorial, serta fungsi ruang publik. Sebagai langkah untuk optimalisasi fungsi serta fasilitas museum, diperlukan suatu perombakan atau redesain museum. Arsitektur Metafora Lancang Kuning digunakan sebagai teori pendekatan dalam perancangan museum sebagai representasi dari "Bumi Lancang Kuning" yang merupakan julukan Provinsi Riau. Penerapan pendekatan menggunakan combined metaphors yaitu dengan memasukkan ide-ide dari legenda Lancang Kuning serta tipologi fisik dari kapal Lancang Kuning. Pendekatan Arsitektur Metafora Lancang Kuning juga menjadikan museum memorable sebagai satu ikon identitas di Pekanbaru. Dalam upaya untuk menyatukan Lancang Kuning dengan analisis konstektual dan fungsi, digunakan konsep Simbiosis yang merupakan pencampuran dua elemen atau budaya yang berbeda dalam satu entitas namun saling menguntungkan.

As one of the guardkeepers of Malay culture, Riau Province and Pekanbaru City have the vision becoming "The Center of Malay Culture". One of the efforts of preserving and developing Malay culture is by designing a specialized museum. Museum itself is a non-profit, permanent institution which aims to preserve both tangible and intangible collections and communicate them to the society. In Pekanbaru, there is an existing province-scale, state-owned museum, namely Sang Nila Utama Museum. The museum was built from 1979 until establishment on 1994. The facilities in the museum are limited to main gallery, auditorium hall, management office, an a library. Despite not a big number of facilities to be maintained, the present condition of the museum is still not optimal. Only 20-30% of the space is able to be utilized. A renovation is planned under the ex-governors initiative but the realization is yet to be seen. A museum shall have exhibition and education, conservation and curatorial function, and public space function. A redesign is needed to optimize these facilities. The metaphoric architecture of Lancang Kuning is used as the design approach as the representation of Riau slogan, "Bumi Lancang Kuning". The implementation of the design approach is done by combined metaphors, coming from Lancang Kuning legend and physical tipology of Lancang Kuning ship. The Lancang Kuning Architecture Metaphor Approach also makes the museum memorable as an identity icon in Pekanbaru. In order to unify Lancang Kuning with its contextual analysis and function, a method called Symbiosis conception is used, which is a mixture of two different elements or cultures in one entity but giving a mutual benefit on both sides.

Kata Kunci : Museum, Redesain, Arsitektur Metafora, Simbiosis

  1. S1-2018-353217-abstract.pdf  
  2. S1-2018-353217-bibliography.pdf  
  3. S1-2018-353217-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2018-353217-title.pdf