RESISTENSI DAN NEGOSIASI DALAM PENATAAN KOTA, STUDI KASUS : RELOKASI MASYARAKAT WADUK PLUIT DALAM PEMBANGUNAN TAMAN KOTA WADUK PLUIT

HANNY NOVIYANTI, Dr. Phil. Gabriel Lele, S.IP., M.Si.,

2018 | Skripsi | S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA (MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK)

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan yang inovatif saat pemerintahan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama yaitu membangun taman kota Waduk Pluit sebagai langkah mengantisipasi banjir yang terjadi di daerah sekitarnya dan mendukung program pemerintah untuk lebih banyaknya tercipta Ruang Terbuka Hijau bagi masyarakat. Langkah pertama yang harus dilakukannya adalah merelokasi masyarakat sekitar Waduk Pluit menuju rumah susun yang sudah dibuatkan oleh pemerintah. Dari sini lah resisten masyarakat muncul. Penelitian ini mendalami tentang alasan masyarakat resistensi dengan kebijakan pemerintah provinsi DKI Jakarta dan strategi yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi resistensi yang muncul tersebut. Penelitian ini menggunakan analisis Chaplin mengenai resistensi yang berpengaruh kepada beberapa alasan masyarakat sekitar Waduk Pluit dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Analisis negosiasi berdasarkan teori Guetzkow dan Saywer yaitu terdapatnya lima aspek penting yang harus diperhatikan dalam keberhasilan bernegosiasi yang berpengaruh terhadap strategi pemerintah yang dilakukan untuk mengelola resistensi yang timbul di masyarakat sekitar Waduk Pluit. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan mendapatkan dokumentasi yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta yaitu melalui saluran YouTube. Hasil penelitian menunjukan alasan resistensi masyarakat yang timbul karena adanya beberapa kepentingan aktor dibalik resistensi masyarakat dan adanya destorsi komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat serta strategi negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah adalah mengajak kolaborasi pihak ketiga yaitu Komnas HAM sebagai mediator anatara pemerintah dengan masyarakat dan mendekatkan diri mendegarkan aspirasi masyarakat.

DKI Jakarta Provincial Government issued an innovative policy when the government of Joko Widodo and Basuki Tjahaja Purnama is to build the Garden of Pluit Dam as a step to anticipate the flood that occurred in the surrounding area and support the government program to create more Green Open Space for the citizens. The first step that must be done is to relocate the citizens around Pluit Reservoir to the flats that have been made by the government. From this is the resistance of the citizens emerged. This study explores the reasons for the resistance citizens with the policy of the DKI Jakarta provincial government and the government's strategy to overcome the emerging resistance. This study uses Chaplin's analysis of the resistance that affects the reasons for the citizens around the Pluit Dam with the policy issued by the government. Negotiation analysis based on Guetzkow and Saywer's theory is that there are five important aspects that must be paid attention to in negotiation success which influence to government strategy to manage the resistance that arise in society around Pluit Dam. This study used qualitative research methods. Data collection is done by interview technique and get documentation done by DKI Jakarta government through YouTube channel. The results of the research show the reasons for the citizens resistance that arises because of some interests of the actors behind the citizens resistance and the existence of communications distortion from the government to the citizens and the negotiation strategy undertaken by the government is to invite third party collaboration who is Komnas HAM as mediator between the government and the people and closer to hearing the aspirations of citizens.

Kata Kunci : Waduk Pluit, relokasi, resistensi, negosiasi, pemerintah provinsi DKI Jakarta, Komnas HAM