FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PEMBERIAN REPERFUSI DENGAN FIBRINOLITIK SEJAK PASIEN STEMI MASUK KE RSUP DR. SARDJITO, YOGYAKARTA
INDIRA FADHILA, dr. Muhamad Taufik Ismail, Sp.JP; dr. Nahar Taufiq, Sp.JP(K)
2018 | Skripsi | S1 PENDIDIKAN DOKTERLATAR BELAKANG: Kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler akan meningkat dari 17,1 juta pada tahun 2004 hingga 23,4 juta di tahun 2030. Sindroma koroner akut merupakan sekumpulan gejala yang mengancam jiwa yang disebabkan penutupan aliran darah koroner aterosklerotik dan terjadi secara tiba-tiba. Semakin lama otot jantung mengalami kerusakan, maka semakin meningkat pula risiko kematian pada pasien yang mengalami oklusi pada arteri. Waktu paling kritis untuk pasien dengan infark miokard akut adalah fase awal. Pemberian terapi seawal mungkin, khususnya terapi reperfusi sangat penting untuk membatasi ukuran infark dan menurunkan mortalitas. Kenyataannya, reperfusi yang dilakukan di fasilitas kesehatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan waktu yang telah direkomendasikan karena berbagai faktor. TUJUAN: Mengetahui faktor-faktor penyebab keterlambatan pemberian fibrinolitik pada pasien STEMI sejak pasien masuk ke RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. METODE: Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional untuk melihat faktor-faktor penyebab keterlambatan pemberian terapi fibrinolitik pada pasien STEMI dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada dokter yang mengadministrasikan terapi fibrinolitik. HASIL: Dari hasil penelitian didapatkan sampel pasien STEMI yang difibrinolitik terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki, baik dalam waktu 30 menit (73,68%) maupun >30 menit (95,45%), dengan rerata usia 54,66 tahun. Administrasi fibrinolitik dalam waktu 30 menit tercapai pada 46,3% pasien STEMI dengan rerata waktu pemberian 47,05 menit. Faktor penyebab keterlambatan pemberian fibrinolitik terbesar adalah akibat lamanya persetujuan pasien/keluarga untuk melakukan fibrinolitik. Keterlambatan pasien lebih besar dalam menyebabkan keterlambatan administrasi fibrinolitik dibandingkan dengan faktor keterlambatan sistem rumah sakit atau keterlambatan dokter. KESIMPULAN: Pada pasien STEMI yang diberikan fibrinolitik di RSUP Dr. Sardjito, penyebab utama keterlambatan adalah akibat lamanya persetujuan pasien/keluarga untuk melakukan fibrinolitik.
BACKGROUND: Death caused by cardiovascular diseases will increase by 17.1 million in 2004 until 23.4 million in 2030. Acute coronary syndrome is a life threatening symptoms caused by an atherosclerotic occlusion in coronary blood flow that happened suddenly. The longer the heart muscle is damaged, the greater the risk of death in patients with occlusion in the arteries. The most critical time in patients diagnosed with myocardial infarction is the early phase. Administering therapy as early as possible, especially reperfusion therapy is essential for limiting infarct size and reducing mortality. The reality is that reperfusion therapy done at health facilities is conducted in a longer time than the recommended time due to various factors. OBJECTIVE: To determine the factors causing the delay in administering the fibrinolytic therapy in STEMI patients since entering RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. METHODS: The study used a descriptive design with cross sectional approach to determine the factors causing the delay in administering fibrinolytic therapy in patients diagnosed with STEMI using questionnaire given to the doctors who administer fibrinolytic therapy. RESULTS: From the results, the majority of STEMI patients that were given the fibrinolytic therapy is male, both within 30 minutes (73.68%) and >30 minutes (95.45%) with mean age 54.66 years old. The administration of fibrinolytic within 30 minutes was achieved in 46.3% patients with mean administration time 47.05 minutes. The greatest factor contributing to the delay of fibrinolytic administration was due to the consent of the patients/family of the patients on administering fibrinolytic therapy. The patient delay was greater in causing delays on the administration of fibrinolytic therapy than the hospital delay or doctor delay. CONCLUSION: In STEMI patients who were given fibrinolytic therapy in RSUP Dr. Sardjito, the main cause of delay was due to the consent of the patients/family of the patients on administering fibrinolytic therapy.
Kata Kunci : STEMI, fibrinolisis, terapi fibrinolitik, keterlambatan intra rumah sakit, keterlambatan pasien, keterlambatan sistem rumah sakit