PRINSIP PERANCANGAN ART BASED CREATIVE DISTRICT (ABCD) DI KAMPUNG SENI NITIPRAYAN, BANTUL MELALUI PENDEKATAN PELAKU KEGIATAN
RATRI WINAHYU, M.Sani. Roychansyah, ST., MUDD.
2018 | Tesis | S2 Teknik ArsitekturPerkembangan ekonomi dan industri kreatif di Indonesia membuat Yogyakarta menjadi salah satu kandidat kota kreatif yang diusung BEKRAF untuk UNESCO. Yogyakarta dinilai sebagai kota tujuan wisata dan kota pendidikan yang merupakan dua faktor penting terbentuknya sebuah kota kreatif. Dalam pendidikan, karakteristik pendidikan di Yogyakarta selatan yang lebih mengarah ke bohemia menumbuhkan potensi dibidang industri kreatif, salah satunya adalah Kampung Seni Nitiprayan, Kabupaten Bantul yang dikenal sebagai tempat tinggal para seniman. Posisi wilayah yang strategis, berjarak 3 km dari pusat kota Yogyakarta serta termasuk dalam area aglomerasi kota membuat Nitiprayan tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kawasan dengan karakteristik rural-urban. Selain itu, adanya isu fenomena gentrification, yaitu keluarnya penduduk asli dan masuknya pendatang terutama yang berprofesi sebagai seniman dan pekerja seni, membuat perubahan pada setting fisik dan sistem kegiatan di kawasan Nitiprayan dan sekitarnya. Hal ini menjadi pengaruh penting munculnya celah antara kondisi eksisting dengan kondisi ideal sebuah Art Based Creative District (ABCD) di Nitiprayan yang harus ditemukan untuk membuat Nitiprayan dapat memenuhi kondisi idealnya sebagai sebuah kawasan ABCD yang baik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang membahas mengenai kondisi setting fisik berdasar unsur ABCD Nitiprayan melalui observasi lapangan. Selain itu juga akan dilihat sistem kegiatan yang terjadi dengan metode pemetaan berbasis tempat, kuisioner dan pemetaan berbasis kognisi kepada 100 responden yang terdiri dari pengunjung, masyarakat dan seniman. Hasil dari kondisi seting fisik dan sistem kegiatan kemudian ditinjau menggunakan 11 atribut pembentuk kawasan dari Weisman (1981). Dari aspek pertimbangan berdasar kontekstual kawasan yang didapat, kemudian terbentuk prinsip perancangan kawasan ABCD di Kampung Nitiprayan.
Economic growth and creative industry sectors in Indonesia makes Yogyakarta nominated by BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif/ Indonesian Creative Economy Agency) to becoming a creative city for UNESCO. Yogyakarta is renowned as a tourist destination city and a centre for education which are two important values to be a creative city. In terms of education, Yogyakarta southern side has a bohemian characteristic that creates the potential of creative industries. For instance, there is Kampong Seni Nitiprayan (Nitiprayan Art Kampong), located in Bantul regency which is renowned as artists' district. Situated in strategic area, about 3 km away from the downtown and being part of Yogyakarta agglomeration area, make Nitiprayan evolve into rural-urban characteristics. Gentrification issue appeared because of the displacement of the local residents with the newcomers who are mostly artists. It causes a change to the physical settings and activities system of the Nitiprayan and surrounding areas. This becomes an important factor of the gap between existing conditions and ideal conditions of an Art Based Creative District (ABCD) in Nitiprayan, which is important to discover in order to fulfill the ideal condition of ABCD. The study used a qualitative descriptive methods for exploration the real physical settings condition on field, which is based on the variables of ABCD element. Furthermore, it used place centered mapping, questionnaire and cognitive mapping methods to find the activities system in Nitiprayan. Questionnaires and cognitive mapping methods was conducted to 100 respondents consisting of 50 visitors, 25 local people and 25 artist who live or work there. The physical setting and activities system analysis result examined with 11 modelling environment attributes (Weisman, 1981) to get consideration aspects, which became a basis of design principles of Kampung Nitiprayan.
Kata Kunci : Creative Cluster, Art Kampong, ABCD