RELASI GENDER DALAM TRADISI PEREMPUAN MELAMAR LAKI-LAKI DI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR

INTIHA'UL KHIYAROH, Dr. Wisma Nugraha Ch.R., M.Hum.

2018 | Tesis | S2 Kajian Budaya dan Media

Dalam praktek tradisi di Paciran perempuan melamar laki-laki ini terdapat pembalikan makna yang diciptakan masyarakat untuk menguasai perempuan. Dalam wacana prakteknya perempuan seolah-olah sebagai subjek untuk melamar atau meminta laki-laki tetapi secara sosial ada yang menyebut proses pelamaran tersebut sebagai proses ngunggah-ngunggahi yakni posisi perempuan di bawah laki-laki. Dalam wacana bahasa, perempuan disubjekkan padahal sebenarnya perempuan menjadi objek kuasa laki-laki yang posisinya seolah-olah menjadi subjek, maka perempuan terkesan sebagai subjek yang diam, hanya mengikuti alur cerita dalam prosesi lamaran. Masyarakat Paciran memiliki variasi yang berbeda terkait asal usul perempuan melamar laki-laki di daerah Paciran. Asal usul tersebut direproduksi sesuai dengan habitus dalam lingkungannya. Sebenarnya perempuan mengubah posisinya lebih aktif (melamar) bukan pasif (dilamar) tapi pada praktek kehidupan rumah tangga tetap patriarki. Dalam melegitimasi cerita asal usul perempuan melamar laki-laki masyarakat menggunakan Khadijah, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi sebagai role model tradisi pelamaran. Praktek tradisi perempuan melamar laki-laki jika dikaitkan dengan teori dramaturgi maka mempunyai relasi yang pas, yang mana dalam diri para perempuan yang melamar terdapat sikap dramaturgi. Sebenarnya mereka merasa ingin dilamar sebagaimana pada umumnya perempuan dilamar oleh laki-laki, namun karena praktek ini sudah menjadi tradisi turun temurun dan tuntutan orang tua serta lingkungan yang mendukung maka mereka melakukan tradisi lamaran tersebut. Peneliti memposisikan fenomena perempuan melamar laki-laki sebagai sebuah novel yang dilihat dari segi dimana subjek tergantung yang melihat perempuan yang melamar, sedangkan objeknya adalah kehadiran atau peran orang lain dalam prosesi lamaran. Praktek perempuan melamar laki-laki apabila dilihat dari wacana bahasanya maka perempuan sebagai subjek karena perempuan yang me-lamar dan laki-laki sebagai objek karena laki-laki yang di-lamar, untuk itu peneliti menggunakan sebagian konsep Sara Mills.

In the practice of tradition in Paciran women apply this man there is a reversal of meaning created by society to control women. In the discourse of the practice of women as if as a subject to apply or ask men but socially there is a mention of the process of such application is ngunggahi ngunggahi position of women under men. In the discourse of language, women disubjekkan when in fact women become the object of power of the man whose position as if the subject, then the woman impressed as a silent subject, just follow the plot in the procession of application. Paciran people have different variations related to the origin of women applying for men in the Paciran area. The origin is reproduced according to the habitus in its environment. Actually women change their position more active (apply) not passive (applied) but in practice household life remain patriarki. In legitimizing the story of the origin of women applying for male society using Khadijah, Dewi Andansari and Dewi Andanwangi as role models of the tradition of the application. The practice of women's tradition of applying to men when associated with the theory of dramaturgi then has a proper relationship, which in the women who apply there is a dramaturgy attitude. Actually they feel like to be proposed as women are generally proposed by men, but because this practice has become a tradition of heredity and the demands of parents and a supportive environment then they do the tradition of application. Researchers position the phenomenon of women applying for men as a novel in terms of where the subject depends who sees the woman applying, while the object is the presence or role of others in the procession of application. The practice of women to apply for men when viewed from the discourse of the language then the woman as the subject because the woman who menamar and men as objects because of men in the application, for that researchers use some of the concept of Sara Mills.

Kata Kunci : relasi gender, budaya turun-temurun, subjek-objek, dramaturgi/gender relations, hereditary cultures, subjects, dramaturgy.