Wacana HAM Papua di Foto Jurnalistik Surat Kabar Kompas Tahun 1965-2016 (Pra dan Pasca Reformasi)

NINDIAS NUR KHALIKA, Adam W. Sukarno, SIP., M.A

2017 | Skripsi | S1 ILMU KOMUNIKASI

Hak Asasi Manusia (HAM) dimiliki oleh manusia semata-mata berkat martabatnya sebagai manusia. HAM sendiri memiliki relasi dengan kebebasan dan hal ini membuat keberadaannya menjadi penting bagi manusia. Kebebasan, di titik ini, menjadi alat ukur pelaksanaan instrumen HAM internasional dimana penghargaan atas empat kebebasan dasar tiap manusia dijamin. Keempat kebebasan dasar tersebut adalah kebebasan dari rasa takut, kebebasan berbicara, kebebasan beribadah, dan kebebasan meraih keinginan (atas standar hidup yang layak). Tapi Indonesia masih memiliki masalah terkait pemenuhan HAM yang tercermin dari pelanggaran HAM yang terjadi, salah satunya di Papua. Terdapat pelanggaran HAM di bidang politik terkait kebebasan berekspresi, bidang pendidikan, dan bidang kesehatan. Pelanggaran ini menyiratkan aturan yang ada belum berfungsi. Oleh karena itu, recognition route dibutuhkan dengan pendekatan bottom up. Dalam hal ini, wartawan foto jurnalistik mampu turut merekognisi pembaca lewat wacana yang dibentuk. Wacana HAM ini kemudian bisa dianalisis menggunakan metode ikonologi. Hal ini dikarenakan selain membahas semiotik, metode ikonologi juga membahas konteks yang kerap melahirkan wacana. Dari analisis yang dilakukan dengan membandingkan foto jurnalistik yang terbit pada masa pra dan pasca Reformasi, terdapat perbedaan yang mencolok di bidang politik. Semasa pra Reformasi, kehati-hatian SKH Kompas terhadap rezim yang berkuasa menyebabkan media tersebut tidak menerbitkan foto jurnalistik tentang ekspresi politik masyarakat Papua. Pasca Reformasi, SKH Kompas lebih berani memberitakan HAM di bidang politik lewat foto-foto jurnalistik. Dari interpretasi terhadap foto-foto jurnalistik tersebut, wacana SKH Kompas adalah bahwa pelanggaran HAM di tanah Papua yang dilakukan negara, termasuk tentara dan polisi, harus dihentikan. Selanjutnya, wacana di bidang kesehatan antara masa pra dan pasca Reformasi tidak berubah. Interpretasi terhadap foto-foto jurnalistik yang ada menunjukkan wacana HAM bidang kesehatan di Papua masih menyoroti permasalahan yang disebabkan oleh dua pihak, yakni masyarakat dan negara. Hal yang sama juga terjadi di bidang pendidikan dimana wacana foto-foto jurnalistik selama pra dan pasca Reformasi mengarah pada wacana HAM tentang negara yang tidak bisa menjalankan sistem pendidikan dengan baik di Papua.

Human rights are owned by humans solely because of the dignity of human being. It has a relationship with freedom and this makes its existence becomes important for humans. Freedom, at this point, serves as a gauge of the implementation of international human rights instruments in which respect for the four basic freedoms of every human being is guaranteed. The four basic freedoms are freedom from fear, freedom of speech, freedom of worship, and freedom of desire (over a decent standard of living). But, Indonesia still has problems related to the fulfillment of human rights as reflected in human rights violations that occurred, one of them happens in Papua. There are violations of human rights in the field of politics related to freedom of expression, education, and health. This violation implies that the rules do not work yet. Therefore, recognition route within bottom up approach is required. In this case, photojournalist also able to recognize the public through the discourse that was formed. This human rights discourse then can be analyzed by using the iconology method. In addition to discussing semiotic, the iconology method also discusses the context that often spawned discourse. In this point, from the analysis conducted by comparing journalistic photos which are published in pre and post Reformation period, there are significant differences in the field of politics. During the pre-Reformation, the prudence of SKH Kompas against the ruling regime caused the media doesn’t publish journalitic photos about the political expression of the people of Papua. In the post-Reform. SKH Kompas more daring to proclaim human rights in the field of politics through journalistic photos. From the interpretation of the journalistic photos, the discourse of SKH Kompas is that the violation of human rights by the state in the land of Papua, including the army and police, must be stopped. Furthermore, the discourse in rights to health between pre- and post-Reformation periods has not changed. Interpretation of photographs of journalistic photos that exist shows the discourse of human rights in the field of health in Papua still highlights the problems caused by two parties, namely society and the state. The same thing is happening in the field of education where the discourse of journalistic photos during pre and post Reformation leads to the human rights discourse about a country named Indonesia who can’t run the proper education system in Papua.

Kata Kunci : HAM, Papua, Foto Jurnalistik, Wacana, Ikonologi