Laporkan Masalah

PELAKSANAAN PENYESUAIAN KEGIATAN PENGUSAHAAN DI PELABUHAN SETELAH PEMISAHAN FUNGSI REGULATOR DAN OPERATOR

NATANAEL SITORUS, Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si.

2017 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTA

Fungsi regulator dan operator di pelabuhan sebelumnya dilaksanakan oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero). Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran maka fungsi regulator dan operator dipisahkan, sehingga membawa perubahan dalam pengelolaan pelabuhan di Indonesia. Dengan adanya pemisahan tersebut diharapkan pelayanan di pelabuhan menjadi lebih baik dan profesional yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja pelabuhan dan mengurangi biaya logistik. Pasal 344 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mewajibkan untuk dilakukan penyesuaian kegiatan pengusahaan di pelabuhan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dengan objek penelitian yaitu kantor pusat PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok dan kantor Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Sampel diambil dengan metode non-random sampling. Secara khusus penelitian ini mengkaji mengenai pelaksanaan penyesuaian kegiatan pengusahaan di pelabuhan setelah pemisahan fungsi regulator dan operator di pelabuhan Tanjung Priok, sebagaimana telah diamanatkan di dalam Pasal 344 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai Badan Usaha Pelabuhan dengan Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok telah melaksanakan penyesuaian kegiatan pengusahaan di pelabuhan utama Tanjung Priok yang ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjian Konsesi antara kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok dengan PT Pelabuhan Indosesia II (Persero) tentang Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan yang Diusahakan oleh PT Pelabuhan Indosesia II (Persero). Kendala yang dihadapi oleh kantor Otoritas Pelabuhan Utama dalam penyesuaian kegiatan pengusahaan di pelabuhan adalah tidak adanya Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang dimiliki oleh Otoritas Pelabuhan sehingga tidak leluasa dalam melakukan pengembangan pelabuhan. Setiap perencanaan dan pengembangan pelabuhan harus disinkronkan dengan rencana bisnis dan pengembangan usaha pemegang HPL.

The function of regulator and operator at the port of Tanjung Priok was previously carried out by PT Pelabuhan Indonesia II (Persero). With the enactment of Law Number 17 Year 2008 on Shipping, the regulator and operator functions are separated, the function as regulator is carried out by the Port Authority while the function as operator is carried out by the Port Business Unit. After the separation, the port services are expected to be better and more professional, which aims to improve port performance and reduce logistics costs. Article 344 of Law Number 17 Year 2008 on Shipping requires an adjustment of port operations within a period of no more than 3 (three) years after the enactment of the law. This research make use of empirical juridical research systems with research object were the head office of PT Port of Indonesia II (Ltd), the office of Port Authority of Tanjung Priok and the office of Directorate General of Sea Transportation Ministry of Transportation. Samples were taken by non-random sampling method. This research especially examines the implementation of adjustment of port operations in the port after the separation of regulator and operator functions at the port of Tanjung Priok, as mandated by Article 344 of Law No. 17 of 2008 on Shipping. PT Port of Indonesia II (Ltd) as the Port Business Unit together with the Port Authority Office of Tanjung Priok has been carrying out the adjustment of port operations at the port of Tanjung Priok started with the signing of a Concession Agreement between the Port Authority office of Tanjung Priok and PT Port of Indonesia II (Ltd) regarding Port Operations in Port operated by PT Port of Indonesia II (Ltd). The obstacle faced by the Port Authority office in the adjustment of port operations is the absence of Land Management Rights (HPL) of the Port Authority, so the port authority does not have the full authority to develop the ports. Every port planning and development have to be synchronized with the business plan and business development of HPL holders.

Kata Kunci : pengusahaan, pelabuhan, Otoritas Pelabuhan dan konsesi, operations, port, Port Authority and concession

  1. S2-2017-358419-abstract.pdf  
  2. S2-2017-358419-bibliography.pdf  
  3. S2-2017-358419-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2017-358419-title.pdf