METAFORA DAN DISKURSUS KRITIK SASTRA PADA NOVEL KERING KARYA IWAN SIMATUPANG: ANALISIS DEKONSTRUKSI DERRIDEAN
AFID BAROROH , Dr. Pujiharto, M.Hum.
2017 | Skripsi | S1 SASTRA INDONESIAPada tahun 1980-an, wacana kebaruan sastra di era penciptaaan karya tahun 1970-an telah berkembang. Wacana itu bergerak di ranah akademikus sastra. Mereka menaminya dengan tema kebaruan, yang ditandai dengan adanya estetika baru seni untuk manusia, realitas imajiner dan novel modern. Karya-karya Iwan Simatupang dalam bentuk esai, surat-surat politik, dan novel-novelnya menjadi pembuka atas hadirnya kebaruan itu. Sebagai seorang pengarang, Iwan Simatupang turut mengaktualisasikan peranannya ketika rezim Orde Baru berkuasa. Sederet konsep-konsep yang menamai bangunan konseptual pun menjadi keutuhan (closure) diskursus. Novel Kering adalah salah satu dari target pengartikulasian tema kebaruan bagi diskursus. Novel Kering menandai estetika baru dengan cerita-cerita khas: tokoh tanpa nama, tokoh ide, tokoh imajiner, keterasingan, dan gambaran-gambaran manusia modern yang digantikan dengan manusia gelandangan. Estetika baru itu tidak lain sebagai logosentrisme yang memilihara oposisi biner di dalamnya. Pembacaan dekonstruktif terhadap metafora, dihadirkan sebagai pukulan balik terhadap kritik sastra dari bagian terkecil yakni, metafora. Metafora dalam dekonstruksi digunakan untuk menjelaskan dengan mode dekonstruktif, sekaligus untuk mengurai dirinya terhadap setiap konsep yang melibatkan metafora dalam jalinan diskursus. Penelitian ini menggunakan pilar-pilar pemikiran dan strategi dekonstruksi Derridean, yakni diskursus dan literatur, metafora, differance, dan aporia. Tidak ada hasil akhir dalam penelitian ini, betapa pun menggunakan metode-metode dekonstruktif; metafora tetap menunda asal dan tujuan untuk sebuah hasil. Kodrat bahasa yang diwariskan dari metafora, membuka dirinya pada perbedaan-perbedaan tanpa hierarki. Ini menggerakkan metafora secara terus menerus untuk menandai dirinya di dalam bahasa, selayaknya sebuah apropriasi dan ekspropriasi yang tidak diduga, bahkan di dalam sastra yang akan datang sekalipun metafora ada di mana-mana.
During the 1980s, a literary discourse on 1970s literature works came into formation. The discourse grew around the academic circles of literature. They named it in accordance to what they viewed as a novelty genre: new esthetics art for humanity, imaginary reality and modern novels. The works of Iwan Simatupang in the form of essays, political letters, and novels became an opening for the emerging movement. As a writer, Iwan Simatupang actualized his role when the New Order regime took power. Many concepts gave name to the conceptual structure is needed in order for the discourse to gain closure. Kering became a novel that gave new esthetics its signature style: unnamed characters, ideal characters, imaginary characters, alienation, and the replacing of the modern man with manusia gelandangan. New esthetics is nothing else but the logo centrism that sustains the binary oppositions inside of itself. A deconstructive reading on metaphor, is presented as a counter attack on literary criticism, smallest element, metaphor. In deconstruction, metaphors are used to elaborate (in a deconstructive manner) and at the same time unravel itself against every concept that incorporates metaphor in a braid of discourse. This research utilizes the pillars of thought and the strategy of derridean deconstruction, which are discourse and literature, metaphor, differance, and aporia. There is no end to this research, no matter how far one uses deconstructive methods; metaphors would always postpone the origin and direction of an end. The nature of language which is inherited from metaphor, opens itself to differences without hierarchy. This makes metaphors move, constantly and indefinitely, to mark itself inside of language, as any unexpected appropriation and expropriation, even in the literature to come though metaphors are everywhere
Kata Kunci : Tema kebaruan, Diskursus, Novel Kering, Dekonstruksi, Metafora