Srintil dan Kisah Hidup Kelompok yang Terbuang dari Sejarah Politik Paska Gerakan 30 September

ANANTI PRIMADI, R.b. Abdul Gaffar Karim, S.I.P., M.A.

2017 | Skripsi | S1 ILMU PEMERINTAHAN (POLITIK DAN PEMERINTAHAN)

Novel merupakan bagian dari karya sastra yang bisa menjadi salah satu media perlawanan politik terhadap suatu wacana atau ideologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi keberadaan golongan orang-orang yang luput dari narasi sejarah politik paska peristiwa Gerakan 30 September. Novel yang berusaha menghadirkan kembali narasi golongan tersebut adalah Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk mengisahkan narasi orang-orang yang terkena bencana kemanusiaan paska Gerakan 30 September namun tidak pernah mendapat simpati sejarah politik di tanah air. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis wacana kritis model Teun Van Dijk dengan menganalisis tiga elemen utama yakni analisis teks, analisis kognisi sosial, dan analisis konteks. Kerangka Pemikiran yang digunakan adalah Sejarah Politik dan Hegemoni Negara milik Gramschi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa novel masih memandang bahwa dunia sejarah politik tanah air tentang Gerakan 30 September sangat-sangat tidak adil, semua seakan tutup mata dan tidak berani menyuarakan bahwa golongan orang-orang seperti Srintil itu benar-benar ada. Bahkan hingga dewasa ini, pondasi kesejarahan peristiwa politik yang abu-abu dan hanya seputar substansi aktor pelaku, korban, dan pahlawan menyisakan cerita yang tidak pernah usai hingga simposium 65 digelar tahun 2016. Cerita soal rekonsiliasi peristiwa tersebut bahkan baru terjadi 51 tahun paska Gerakan 30 September, itu semua karena hegemoni negara yang kuat pada masa 32 tahun setelah Gerakan 30 September terjadi. Hegemoni negara tentang konsep Gerakan 30 September yang ditanam di era Orde Baru masih kuat pengaruhnya hingga reformasi sudah bergulir 19 tahun kemudian.

Novels are part of a literature that can be one of the media of political resistance to a discourse or ideology. This study aims to determine the construction of the existence of a group of people who escaped from the narrative story of political history after the September 30th Movement. The novel try to bring back the narrative of the group is the Trilogy of Ronggeng Dukuh Paruk by Ahmad Tohari. Trilogy Ronggeng Dukuh Paruk tells the narrative story of people affected by humanitarian disasters after the September 30 Movement, but never got sympathy of political history in the country. The research use critical discourse analysis of Teun Van Dijk model by analyzing three main elements namely text analysis, social cognition analysis, and context analysis. The theory used is the History of Politics and State Hegemony of Gramschi. The results show that the novel still sees that the political history of the homeland of the September 30th Movement is very, very unfair, all as if blindfolded and not dare to voice that the class of people like Srintil really exist. Even today, the historical foundation of a gray political event and only about the substance of actors, victims, and heroes leaves a never-ending story until the 65th symposium was held in 2016. The story of the reconciliation of the incident even took place 51 years after the 30th Movement September, it was all due to strong state hegemony at 32 years after the September 30th Movement. State hegemony on the concept of the September 30 Movement planted in the New Order era is still strong until the reforms have been rolled out 19 years later.

Kata Kunci : Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Sejarah Politik, Hegemoni, Wacana