Laporkan Masalah

MENYINGKAP KUASA BUDAYA: Mengakarnya Dominasi Nahdlatul Ulama dalam Demokratisasi di Banyumas

BANGUN UDI MUSTIKA, Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A.

2017 | Tesis | S2 Politik dan Pemerintahan

ABSTRAKSI Permasalahan dalam studi ini diawali dari menggejalanya sebuah kekuatan kultural keagamaan yang berlangsung di medan demokratisasi lokal, hingga merambah pada dimensi kekuasaan formal bernegara. Adalah Nadhaltul ulama (NU), melalui seperangkat kebudayaan, kejayaan dirinya terbukti mampu mengatur ritme kekuasaan di Banyumas, Jawa Tengah. Namun di balik kejayaanya itu, ada hal yang belum mampu terjelaskan tentang mengapa Nahdliyin dapat mengendalikan jalanya kekuasaan. Berbagai spekulasipun muncul, apakah ini hanyalah dampak dari dinamika politik saat ini, ataukah justru spirit Nahdliyin yang selalu berhasil menempatkan diri dalam setiap momentum politik. Yang pasti, fondasi kekuasaan Nahdliyin kokoh berdiri dalam wajah Kebudayaan. Atas hal itu, maka studi ini difokuskan untuk mengungkap sebuah proses tentang bagaimana reproduksi kuasa yang berlangsung dibalik politik kultural Nahdlatul Ulama dalam demokratisasi lokal di Banyumas. Riset ini meminjam seperangkat teori dan dasar pemikiran Pierre Felix Bourdieu (habitus, capital & field). Berpijak pada strukturalisme-genetik, Bourdieu dalam visi pemetaan teorinya menjelaskan tentang reproduksi nilai dalam arena kuasa (dominasi simbolik). Nahdliyin ditempatkan sebagai subjek yang memiliki sejarah masa lalu dan pengalaman panjang dalam kehidupannya melalui internalisasi nilai-nilai yang diwariskan secara turun temurun. Internalisasi nilai Jawa-Islam sufistik di tubuh Nahdliyin membentuk sistem disposisi yang melekat dalam praktik politik kebudayaanya di medan demokrasi (field). Keberhasilan Nahdliyin ditunjang dari seperangkat modal (capital) yang dimainkan. Atas hal itu, maka telaah pendekatan yang dipakai dalam studi ini adalah metode kualitatif guna lebih jauh mengintrepetasikan sejarah pemikiran Nahdliyin dalam frame kebudayaan hingga mampu menembus dimensi penafsiran terhadap kekuasaan dan tindakan atas kekuasaan tersebut. Untuk membuktikannya, maka single case study dipilih sebagai instrumen pengungkapan fakta-fakta yang terjadi di Banyumas. Hasil temuan dari studi ini menyimpulkan bahwa reproduksi kekuasaan Nahdlatul Ulama dalam menempatkan dominasinya di Banyumas dilakukan melalui strategi Siyasah berbasis etos dan tradisi kebudayaan yang ditempatkan pada pranata simbolik dalam struktur kekuasaan formal di Banyumas. Keterlibatan Nahdliyin dalam aktivitas politik di Banyumas dilakukan untuk menghindari pemanfaatan kelompok islam sebagai komoditas politik disaat momentum Pilkada yang menggejala di berbagai daerah. Berdasarkan atas hal itu, maka logika yang tepat adalah Nahdliyin mengambil alih kekuasaan. Pada satu sisi, keberhasilan tersebut didukung dengan kepiawaian Nahdliyin dalam membaca peta kekuatan politik di Banyumas. Secara keseluruhan tindakan politiknya terbaca dalam skema pemikiran atau produk dari internalisasi budaya Jawa dan Islam sufistik; tentang Nahdliyin mendisposisikan dirinya bersikap luwes (moderat) dalam praktik berdemokrasi. Oleh karenanya segala bentuk resistensi, perang wacana,dan negosiasi dengan beragam aktor diperjuangkan demi keberlangsungan tradisi Islam Aswaja di Banyumas hingga di masa mendatang. Dengan demikian keberdayaan Nahdliyin niscaya terwujud dan politik kultural relevan untuk dipraktikan dalam konteks berdemokrasi.

ABSTRACTION Problems in this study started with symptoms of religious culturally held in democratization local field, to spread in dimension formal national power. Is Nadhaltul ulama (NU), through a set of culture, might he could set rhythm power in Banyumas, Central Java. But behind its existence, there are things that can not be explained about why Nahdliyin can control the way of power. Various speculation appear, this is the impact of the political dynamics currently, or even spirit Nahdliyin successful put themselves in any political momentum. Certainly, foundation of the power Nahdliyin sturdy stand in the face Culture. Based on it, so this study focused to uncover a process about how reproduction power lasting behind political cultural Nahdlatul Ulama in local democratization on Banyumas. This research is uses a set of theory and the premise Pierre Felix Bourdieu (habitus, capital & field). Grounded in structuralism-genetic, Bourdieu in vision mapping theory explain reproduction value in the field of power (symbolic domination). Nahdliyin placed as a subject who has a history of past and long experience in life through the internalization of values that are passed down from generation to generation. Internalization Java-Islamic sufism value of community Nahdliyin form a system disposition inherent in political practices of democratic field. The success of Nahdliyin supported from a set capital played. Over it, then the analysis approach used in this study is a qualitative method. The qualitative method done to describing the history of thought Nahdliyin in frame culture up capable of pierce dimensions interpretation of power and action upon that power. To prove it, then single case study chosen as an instrument disclosure of facts occurring in Banyumas. Findings from this study concludes that the reproduction power of Nahdlatul Ulama in putting its dominance in Banyumas is done through a strategy of Siyasah. Strategy Siyasah based cultural traditions and ethos placed on a symbolic institution in formal power structure. Nahdliyin involvement both activities in Banyumas be done to avoid the use of Islamic group as a commodity political momentum that when election are implicated in various regions. Based on it, so the logic of the right is Nahdliyin take over the power. On one side, success is supported by Nahdliyin in their read maps political power in Banyumas. Overall the actions of they political unreadable in the scheme of thought or product of the internalization Javanese culture and Islamic Sufism: about Nahdliyin put himself be flexible (moderate) in practice democracy. Therefore, all forms of resistance, war discourse, and negotiations with diverse actors fought for the sustainability of Islamic tradition Aswaja in Banyumas until in the future. Thus independence of Nahdliyin will happen and political culturally relevant to practiced in the context of democracy. Keywords: Nahdlatul Ulama Banyumas, Reproduction Power, Siyasah, Political Cultural, Local democracy.

Kata Kunci : Kata Kunci: Nadlatul Ulama Banyumas, Reproduksi kuasa, Siyasah, Politik Kultural, Demokratisasi Lokal.

  1. S2-2017-359477-abstract.pdf  
  2. S2-2017-359477-bibliography.pdf  
  3. S2-2017-359477-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2017-359477-title.pdf