Kedudukan Hukum Pungutan Pologoro di dalam Perjanjian Jual Beli Tanah di Kabupaten Sleman
HANNY TRISTI PERDANI, Ninik Darmini, S.H., M.Hum
2017 | Tesis | S2 KenotariatanPenulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan hukum mengenai keabsahan pungutan Pologoro di dalam perjanjian jual beli tanah di kabupaten Sleman dan untuk mengetahui dan menganalisis dampak pungutan Pologoro terhadap proses pembuatan akta jual beli dan kekuatan pembuktian dari akta yang dibuat para pihak di Kabupaten Sleman Sifat penelitian ini bersifat yuridis empiris, karena dilakukan dengan cara penelitian lapangan untuk memperoleh data primer dan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder diolah secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Metode purposive sampling ditentukan dengan kriteria responden dalam penelitian ini adalah mereka yang terlibat langsung dengan obyek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Pungutan yang dilakukan atas jasa layanan administrasi telah dilarang untuk dilakukan oleh desa sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 22 Ayat (1) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Pologoro dipungut atas adanya kesepakatan yang dilakukan diantara warga setempat mengenai pungutan yang dilakukan oleh aparat desa/ kelurahan. Para pihak/pihak penjual tidak diberikan pilihan untuk keberatan atas pungutan Pologoro, karena tanpa dibayarkanya Pologoro dokumen/persyaratan yang dibutuhkan tidak dikeluarkan oleh kelurahan/desa; Kedua. Pologoro pada proses pembuatan akta jual beli, berdampak dalam melengkapi kelengkapan dokumen agar dapat terlaksananya penandatanganan akta karena tanpa dibayarkannya Pologoro maka dapat menyebabkan tidak terpenuhinya syarat formil. Kata Kunci : Pungutan Pologoro, Perjanjian Jual Beli Tanah, akta autentik
This thesis aimed to find out and analyze the legal standing of Pologoro fee validity on land trade agreement in Sleman region and the effects of Pologoro fee regarding the process of making the trade deed and its weight of evidence which has made from the parties in Sleman region. The approach of this research is juridical-empirical as it was done by field research to obtain primary data and combined with library research to obtain secondary data. Both of primary and secondary data were assessed in qualitative that represented in descriptive. The sample collecting technique used purposive sampling method which determined by the participants who directly involved with the research. The research findings found that first, collection that have done because of administration services, has been forbade by the village administration in accordance to Article 22, Clause 1 of Ministerial Regulation of Acceleration Development Backward Regions and Transmigration in Republic of Indonesia number 1 of 2015 concerning Authority Guidance based on Origin Rights and Village Scaled Authorities. The party who involves in the Pologoro agreement among the societies is the kelurahan authority which not let the sellers involve as the party who is charged Pologoro. The sellers party as the imposed side in Pologoro which are not involved in agreement have no a free intention and rights to complain about Pologoro fee. In contrast, they actually have possibilities to not pay the fee, but then they need to face a risk as their require documents will not be released by the kelurahan. This ways, the sellers do not have choice to pay the fee. Second, there was an effect of Pologoro in the process of making the land deed as the requirement of documents to fulfil the signing of the deed as if there was no Pologoro, it could affect for not fulfilling the formal requirement. Keywords: Pologoro fee, Land Trade Agreement, Authentic Deed
Kata Kunci : Pungutan Pologoro, Perjanjian Jual Beli Tanah, akta autentik