RAHMATAN LI 'L-'ALAMIN: Universal Mercy in Early Islamic Historical Writings

NYONG EKA TEGUH IMAN SANTOSA, Prof. M. Machasin; Dr. Sri Margana

2017 | Disertasi | S3 ILMU AGAMA DAN LINTAS BUDAYA

Penelitian ini fokus mengkaji ide rahmatan li 'l-'alamin yang secara normatif dapat dijumpai dalam al-Qur'an, 21:107. Ayat ini lazim dipakai untuk mendukung klaim universalitas misi kenabian Muhammad. Sebagai sebuah konsep filosofis, ide ini diinterpretasikan melalui eksplorasi arti kata-kata penyusunnya serta penafsiran para mufassir Muslim. Di sini, studi menemukan tiga pendapat umum tentang pengertiannya dan sekaligus empat teori klasik tentang rahmat universal. Usaha-usaha filosofis ini sayangnya dilakukan dengan moda nalar yang terbelah yang pada gilirannya mempengaruhi cara memahami ide tersebut. Rahmat universal dalam Islam terbukti terkebiri di awal perkembangan pengetahun Islam oleh usaha yang begitu bersemangat untuk memperluas spektrumnya sehingga mencakup dimensi eskatologis yang secara jelas, dalam sumber-sumber primer riset ini, tidak memberi ruang bagi Non-Muslim. Sebagai sebuah narasi historis, ide ini dieksplorasi melalui investigasi bagaimana para sejarawan awal menggambarkan dan merepresentasikan Muhammad dan misi kenabiannya sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Melalui bahan-bahan yang terseleksi untuk digunakan dalam karya historis mereka didapati bahwa empat teori klasik tentang rahmatan li 'l-'alamin menggemakan suaranya. Sekalipun demikian, sejarawan terlihat memiliki kekhasan dalam memberi perhatian pada aspek-aspek kesejarahan Nabi. Aspek eskatologis yang mempengaruhi penafsir Muslim dalam interpretasinya mengenai ide ini tampak dapat ditepikan. Dari hasil kajian bisa disimpulkan bahwa perkembangan intelektual di awal abad kedua Islam telah menunjukkan ikhtiar untuk mengakomodir keragaman tradisi keagaman dalam memahami rahmatan li 'l-'alamin. Lebih jauh, peneliti telah melakukan elaborasi konstruktif untuk menyajikan pemaknaan yang lebih kontekstual, terutama berkaitan dengan konsepsi dan artikulasi ide ini pada latar kontemporer. Perspektif yang saya sebut sebagai Teori Rahmat yang Beretika (the Theory of Ethical Mercy) ini menafsirkan rahmatan li 'l-'alamin dengan pola yang lebih proporsional dengan meletakkannya dalam kerangka pemahaman yang memelihara karakternya sebagai sebuah ide universal. Klaim rahmat universal Islam dengan demikian ditempatkan pada struktur historis, tidak dikembangkan secara berlebihan hingga mencakup dunia eskatologis. Teori ini memandang rahmatan li 'l-'alamin sebagai ide yang dicita-citakan dan diperjuangkan oleh Nabi Muhammad dalam hidupnya yang lantas menubuh dalam bentuk bangunan masyarakat Islam yang bisa disebut sebagai Masyarakat Rahmat (the Society of Mercy) di mana saling percaya, keadilan, dan keanggunan moral sebagai pondasinya. Hal ini lantas menjadikan rahmatan li 'l-'alamin tidak lagi semata proyek eksklusif Islam, melainkan sebuah kearifan universal yang ditawarkan secara terbuka kepada siapapun tanpa memandang latar belakang primordialnya untuk mencurahkan ikhtiar guna merealisasikannya.

This research focused on the idea of rahmatan li 'l-'alamin which is normatively found in the Qur'an, 21: 107. It is commonly used to claim for the universality of the prophetic mission of Muhammad. As a philosophical concept, the idea is interpreted by exploring the meanings of the structuring words and the interpretations of Muslim Qur'anic exegetes. Here, the study came to three general views of its meaning and discovered four classical theories of universal mercy. These philosophical ventures unfortunately were taken by a divisive mode of thinking that subsequently affected their ways in comprehending the idea. Universal mercy in Islam was evidently castrated in the early development of Islamic scholarship by a zealous endeavor to expand its spectrum including eschatological dimension which was clearly, in the primary sources of this research, left no decent room for disbelievers or Non Muslims. As a historical narration, the idea is explored through investigating how early historians had pictured and represented Muhammad and his prophetic mission as a mercy to all peoples. Through the selected materials used in their historical writings the four classical theories of rahmatan li 'l-'alamin echoed their voices. In spite of this theoretical linkage of representation, the historians typically focused on the historical aspects of the Prophet. The eschatological aspect that influenced Muslim exegetes in their interpretations of the idea was isolated. From these results of the study the intellectual development in the early second century of Islam showed that the plurality of religious traditions had been accommodated in the attempts to understand rahmatan li 'l-'alamin. Further, I do a constructive elaboration to provide a more contextual meaning, mainly related to the conception and articulation of the idea in a contemporary setting. This perspective that I call the theory of ethical mercy interpreting rrahmatan li 'l-'alamin in a more proportional fashion by putting it within the framework of understanding which preserves its character as a universal idea. The claim of Islamic universal mercy was herewith put in the historical structure, not to be overly expanded to the eschatological realm. This theory sees rahmatan li 'l-'alamin that was aspired and struggled by the Prophet Muhammad during his lifetime embodying in the establishment of the imagined Islamic society namely the Society of Mercy on the foundations of mutual trust, justice, and the heights of ethics. It makes rahmatan li 'l-'alamin not an exclusive Islamic project but a universal wisdom that openly offered to everyone regardless their primordial backgrounds to make efforts of its attainment.

Kata Kunci : rahmatan li 'l-'alamin, universal mercy, intellectual history, rahmatan lil-alamin, rahmat universal, sejarah intelektual