Laporkan Masalah

Politik Seksual dalam Industri Film Indonesia, 1950-1992

INDIRA ARDANARESWARI, Dr. Mutiah Amini, M.Hum.

2016 | Tesis | S2 Ilmu Sejarah

Teknologi Film adalah salah satu penemuan yang turut mengiringi industri modern global pada abad 20. Melakukan telaah sinematik pada film di tahun apapun tidak terlepas dari pengamatan pada hubungan subjek-objek dan konfliknya. Utamanya mengamati para perempuannya serta hubungan mutual dengan para laki-laki. Perihal hubungan ini sengaja dipelihara, ditonjolkan dan direproduksi dengan baik untuk mendukung tradisi masyarakat modern yang monogami. Menyambut dasar pemikiran di atas, tesis ini berupaya membahas tentang posisi dan fungsi seksualitas dalam perfilman modern Indonesia. Adapun penelitian difokuskan pada dasar-dasar ekonomi industri yang pertama kali membesitkan gagasan mengenai kebebasan ekspresi tubuh perempuan ke dalam aspek komersial perfilman sekitar tahun 1950an. Gejolak politik lantas merubah struktur industri dan berpengaruh kepada representasi-representasi ini, khususnya penolakan yang datang dari kelompok kiri setelah tahun 1955. Mengamati kondisi tersebut akan muncul pertanyaan seputar sejauh apa kecenderungan ekonomis dan politis mempengaruhi interpretasi seksual pada industri film modern di Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijawab dengan menarasikan gejolak industri film sejak tahun 1950 hingga hampir sepanjang sentralisasi kekuasaan dan ekonomi periode Orde Baru yang berdampak luar biasa di sektor industri perfilman. Berdasarkan temuan-temuan yang ada, dicapai beberapa simpulan. Pertama, periode tahun 1950an menjadi saat-saat produksi film di dalam negeri terus ditingkatkan di bawah tekanan persaingan dengan film asing. Kondisi ini memungkinkan film mengadopsi ciri-ciri kesenian Barat yang berkenaan dengan ekspresi tubuh perempuan sampai ke praktik seksual. Kedua, ekspresi seksual pada film menjadi lebih terbuka ketika transisi ke Orde Baru akibat adanya sikap menyelaraskan industri terhadap menguatnya aktivitas impor film. Seiring peningkatan kuantitas produksi film pada pertengahan 1970an, pemerintah merasa perlu mengatasi variasi ancaman sosial dan politik yang mungkin dilakukan kaum muda dengan memanfaatkan tenaga seniman film dan kekuatan pemilik modal untuk mengalihkan perhatian kaum muda kepada hiburan kisah-kisah romantis bersambung ke aktivitas seksual melalui film-film tentang pergaulan bebas dan pendidikan seks. Ketiga, ketertarikan negara terhadap narasi film meningkat di awal periode 1980an kemudian mengantarkan film Indonesia menjauhi kapasitas tanggungjawab sosial dan membendung diri ke dalam kepentingan ekonomi dan politik. Pada akhirnya, representasi seks dan tubuh dalam film diatur berdasarkan sistem kapitalis dan kekuasaan.

The film technology is one discovery that also accompany global modern industry in the 20th century. Perform a cinematic study on films in any year cannot be separated from observations on its subject-object and its conflict. Primarily observation focused on women as well as the mutual relations with men. Regarding this relationship is deliberately maintained, enjoyed and reproduced properly to support monogamous tradition of modern society. Welcoming the rationale above, this master thesis seeks to discuss position and function of sexuality in Indonesian modern film industry. The research focused on the economic underpinnings industry which first exudes freedom expression of female body into cinemas commercial aspect in the 1950s. Political turmoils are then also changed the industrial structure and effected to these representations, especially came from leftist group after 1955. Observing these conditions will arise questions about the extent to which economic and political influencing sexual interpretation on Indonesian modern film industry. These questions will be answered by narrating the film industry turmoil since 1950 to almost all the centralization of power and the economy of New Order period that gave remarkable results in the film sector. Based on these findings, we finally achieved variety of conclusions. First, 1950s becomes moment of film production in the country continue to be improved under the pressure of competition with foreign films. These conditions allow film adopts characteristics of Western art with respect to expressing woman's body to sexual practice. Second, sexuality expression has become more open when transition accured to the New Order as result of attitude on industry alligment with stronger activity of imported films. As increased quantity of film production ahead at the middle of 1970s, government felt the need to overcome variation of social and political threats that may be performed youth generation by utilizing film artists strength and capitals owners in order to divert young peoples attention to entertainment of romantic stories continued to sexual activity through promiscuity and sex education films. Third, state interest on film increased in the early 1980s and then drove Indonesian film away from the capacity of social responsibility and repress themselves into economic and political interests. Lastly, representation of sex and body were only arranged based on capitalist system and power.

Kata Kunci : Film, Industri, Politik, Seksualitas

  1. S2-2016-356082-abstract.pdf  
  2. S2-2016-356082-bibliography.pdf  
  3. S2-2016-356082-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2016-356082-title.pdf