PERDAGANGAN SUARA DALAM KONTESTASI POLITIK LOKAL (STUDI KASUS PADA PEMILIHAN KEPALA DESA DI KECAMATAN SRAGI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2015)
EPRIS MULISA, Dr.rer.pol Mada Sukmajati MPP
2016 | Tesis | S2 Politik dan PemerintahanSudah bukan lagi menjadi rahasia umum bahwa praktik demokrasi prosedural di Indonesia selalu diwarnai dengan modus yang sifatnya transaksional. Transaksional dalam arti mengacu pada adanya pertukaran atau distribusi keuntungan dari satu pihak ke pihak lain. Modus ini bahkan menjadi instrumen wajib bagi siapa saja yang maju dalam praktik demokrasi prosedural tersebut atau yang biasa dikenal dengan pemilu. Tujuannya tak lain adalah untuk memenangkan pertarungan. Salah satunya adalah pilkades yang diakui sebagai bentuk pelaksanaan demokrasi paling murni dibanding dengan kontestasi untuk mendapatkan jabatan publik lainnya yang juga terbelit dengan permasalahan marketisasi sistem representasi ini. Bahkan di dalamnya, distribusi dilaksanakan hampir sama dengan sistem jual beli dengan menggunakan prinsip ekonomi. Kajian ini kemudian berupaya untuk mengungkap bagaimana 'transaksi perdagangan' tersebut dilakukan oleh kandidat kepala desa sebagai pembeli suara dan pemilih sebagai penjual suara secara spesifik pada Pilkades Bandaragung 2015 lalu. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Tahap analisis data yang dilakukan adalah reduksi data, pengorganisasian, dan interpretasi data. Proses pengumpulan datanya dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi literatur. Kuasa uang dalam pemilihan kepala desa Bandaragung bekerja sebagaimana pengandaian pada transaksi komersial dalam pasar nyata, artinya bahwa pilihan politik masyarakat dibentuk melalui skema penawaran dan permintaan dalam pasar suara. Ada dua bentuk transaksi yaitu transaksi langsung yang melibatkan pemilih perseorangan dan transaksi tidak langsung yang melibatkan pemilih berkelompok. Perbedaan dari dua bentuk transaksi tersebut terletak pada adanya peran intermediary agent dari pemilih yang bertugas untuk menegosiasikan besaran harga suara pemilih. Berkembangnya nalar ekonomistik dan lunturnya idealisme masyarakat dalam berpolitik tidak terlepas dari pengalaman-pengalaman masa lalu mereka terhadap integritas dan kapabilitas sosok pemimpin pilihan mereka yang mengecewakan. Kebutuhan untuk memperoleh dukungan dan ekonomi secara instan menjadi media yang mempertemukan hubungan dialektika antara pemilih dengan kandidat tentang politik uang.
It is no longer a secret that the practice of procedural democracy in Indonesia is always tinged with modes that are transactional. Transactional means there are benefits exchange from one party to another party. This mode even became the mandatory instrument for anyone who proceed in the practice of the procedural democracy or commonly known by the election. The only goal is to win the fight. One of them is Pilkades (village head election) that are recognized as the purest form of democracy implementation compared with another contestation to gain public position is also entangled with the problems of marketisation representation system. Moreover, the distribution held with almost the same as buying and selling systems using the principle of economy. This study then sought to uncover how the 'trade' was conducted by the village head candidate as vote buyer and voters as a vote seller specifically in Pilkades Bandaragung 2015 ago. This study used qualitative research method with case study as type of research. Data analysis phase is data reduction, organizing, and interpretation. Data collecting method is interview, observation and study literature. The power of money in Pilkades Bandaragung worked as a supposition on commercial transactions in the real market, it means that the choice of the political community is formed through a scheme of supply and demand in the vote market. There are two forms of transaction ie direct transactions involving individual voters and indirect transactions involving bunch of voters. The difference of the two forms of these transactions lies in there are role of intermediary agent of voters assigned to negotiate the price of their vote. Pragmatism and erosion of public idealism in politics are flourish cannot be separated from their past experiences on the integrity and capability of a leader which was disappointing. The need to instantly get support and economic benefits became a media that brings the dialectical relationship between voters with candidates of political money.
Kata Kunci : kandidat, pemilih, perdagangan suara, pilkades, politik uang/candidates, voters, vote trading, election, money politic