Sekolah Menengah Kejuruan Batik di Imogiri dengan Metode Teaching Factory

ISTI SOFIYAH, Prof. Ir. T. Yoyok Wahyu Subroto, M. Eng., Ph.D

2016 | Skripsi | S1 ARSITEKTUR

Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Pemerintah nasional merencanakan percepatan ekonomi dengan meningkatkan angkatan kerja melalui SMK. Keberadaan SMK saat ini memerlukan revitalisasi spektrum kejuruan agar sesuai dengan keunggulan lokal dan kebutuhan masyarakat. Isu revitalisasi SMK juga terjadi di Bantul, tepatnya SMK Tamansiswa 1 Imogiri Bantul. Sejak berdiri tahun 1998, SMK Tamansiswa 1 Imogiri mulai kehilangan peminat dikarenakan jurusan yang dimiliki tidak tren dan tidak sesuai dengan lapangan pekerjaan yang ada. Oleh karena itu, pihak sekolah menginginkan adanya revitalisasi kejuruan. Adapun kejuruan yang sesuai dengan lokalitas Bantul menurut Masterplan Pendidikan Bantul 2015-2025 ialah seni, kerajinan tangan, wayang, dan batik. Batik merupakan salah satu warisan budaya dunia yang menjadi keunggulan lokal di Imogiri dan kabupaten Bantul. Provinsi DI.Yogyakarta baru-baru ini memperoleh predikat Kota Batik Dunia. Predikat tersebut memberi angin segar dalam industri batik. Dampaknya permintaan meningkat hingga 3x lipat (Disperindagkop Bantul, 2015). Namun angkatan kerja batik masih sangat kurang sehingga permintaan sulit terpenuhi. Selain itu predikat Kota Batik Dunia memberikan konsekuensi pemerintah untuk terus menjaga kelestarian budaya batik melalui regenerasi SDM Batik. Berangkat dari isu dan urgensi tersebut, penulis melakukan analisis untuk merancang SMK dengan Kompetensi Keahlian batik. Dari hasil analisis, survei, dan observasi diperoleh masalah berupa minat untuk meregenerasikan batik dan kompetensi lulusan yang masih minim. Oleh karenanya, penulis mengusulkan konsep work based learning untuk meningkatkan level kompetensi lulusan melalui pengalaman kerja. Konsep ini memadukan pembelajaran kerja dengan pembelajaran akademik. Dunia kerja dan dunia sekolah merupakan dua hal yang berbeda. Sehingga perlu didukung dengan metode pembelajaran Teaching Factory yakni pembelajaran yang menghilangkan kesenjangan antara dunia kerja dengan pengetahuan akademik. Untuk mewujudkan konsep tersebut tentu diperlukan sarana dan prasanara yang berbeda dari SMK secara umum. Oleh karena itu, tujuan penulisan ini ialah memberi alternatif ruang secara arsitektural terhadap kebutuhan kurikulum dan metode pembelajaran Teaching Factory.

Facing the ASEAN Economic Community (AEC), the government planned to accelerate the economy by increasing the workforce through vocational high school (SMK). The existence of SMK currently requires revitalization of vocational spectrum to match the excellence of local and community needs. The issue of revitalization also occurs in the vocational high school (SMK) in Bantul, exactly SMK Tamansiswa 1 Imogiri. Since its establishment in 1998, SMK Tamansiswa 1 Imogiri began to lose its interest because of majors held in this school are not in accordance with the trend and existing jobs. Therefore, the school wanted the revitalization of vocational spectrum. The vocational spectrums which match with the locality of Bantul based on Bantul's Education Master Plan 2015-2025 are arts, crafts, puppets and batik. Batik is one of the world's cultural heritages that excellent in Imogiri, Bantul. DI.Yogyakarta province. It has recently gained the title as World Batik City. The popular name gives fresh breeze in the batik industry. The impact is the demand of batik increased to 3x (Disperindagkop Bantul, 2015). But the labor force of batik is still very limited so that it is difficult to fulfill the request. The title of the World Batik City gives consequences to the government to continue to preserve the culture of batik through regeneration of human resource of Batik. Learning the issue and the urgency, the writer conducted an analysis to design a Vocational High School with batik as competency skills. From the analysis, surveys, and observations the writer obtained problems in the form of interest issues to regenerate batik and competencies of graduates that are still minimal. Therefore, writer proposes the concept of work-based learning to improve the level of competence of graduates with work experience. This concept combines the work of learning with academic learning. The industrial world and the school world are two different things. So they need to be supported by Teaching Factory to eliminate the gap between industrial worlds with academic knowledge. To actualize the concept, it certainly needs particular infrastructure different from usual vocational high school. Therefore, the purpose of this paper is to provide an alternative architectural space to the needs of the curriculum and Teaching Factory methods.

Kata Kunci : Revitalisasi, Sekolah Menengah Kejuruan, Teaching Factory, Work Based Learning, Regenerasi SDM Batik, Kompetensi Lulusan