Laporkan Masalah

Berita Korupsi di Media Indonesia dan Prancis: Analisis Wacana Kritis

B.R. SURYO BASKORO, Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo, MA; Dr. Suhandano, MA.

2015 | Disertasi | S3 Linguistik

Disertasi ini mengangkat wacana korupsi di media dengan membandingkan wacana di Prancis dan di Indonesia. Kajian komparatif dilakukan terhadap 42 berita korupsi yang dimuat tahun 2012 hingga 2015 di media Kompas dan Republika (berbahasa Indonesia) serta le Figaro dan le Parisien (berbahasa Prancis). Analisis menggunakan kerangka kerja tiga dimensi Fairclough, yakni analisis tekstual, praktik wacana, dan praktik sosiokultural. Pada dimensi tekstual, media Indonesia dan Prancis menggunakan strategi yang berbeda dalam mengonstruksi kalimat tunggal meluas, kalimat majemuk subordinatif, kohesi antarkalimat, dan repetisi aktor sosial. Aspek yang sama ialah bahwa kedua media hanya fokus pada aktor sosial utama sebagai pusat informasinya sehingga melupakan dampak tindakan koruptif bagi aktor sosial terdampak, yakni rakyat kecil. Kedua media juga mengorganisasi wacananya berbasis informasi di seputar kasus yang diliputnya saja, tanpa ada upaya untuk mengaitkan kasus korupsi dengan persoalan lain, khususnya persoalan sosial. Pada tataran praktik wacana, sumber-sumber interdiskursif dan intertekstual yang dipreferensikan dalam bangunan teks korupsi pada kedua media adalah melulu teks-teks yang sejenis dan/atau teks-teks yang berupa referensi legal. Kedua media tidak tegerak untuk menggali sumber-sumber lain, misalnya teks tentang kemiskinan atau masalah sosial. Pada tataran praktik sosiokultural, kedua media membatasi area informasinya hanya di seputar aktor-aktor sosial yang secara faktual terlibat; yang berakibat pada terlewatkannya aktor terdampak, yakni rakyat kecil. Dalam hal ideologi, meskipun secara mikro masing-masing media menghadirkan aktor utama secara berbeda, dilandasi oleh ideologi atau haluan redaksional masing-masingnya, semua media mengideologikan korupsi sebagai hanya berkaitan dengan persoalan hukum, khususnya dengan proses pengadilan dan sanksinya, dan menafikan keterkaitan tindakan koruptif dengan persoalan lain, misalnya persoalan sosial. Butir-butir pada dimensi tekstual, praktik wacana, dan praktik sosiokultural di atas bermuara pada makna yang sama, yakni tidak adanya pemihakan media pada rakyat kecil. Wujud pemihakan pada rakyat kecil yang disarankan oleh disertasi ini ialah mengideologikan korupsi sebagai tindak kejahatan yang menyengsarakan rakyat banyak yang secara tekstual dapat diwujudkan dalam parafrasa, pengembangan, dan disfemisme.

This dissertation raised the corruption discourse in the media by comparing French and in Indonesian discourses. The comparative study was carried out on 42 corruption news published online between 2012 to 2015 in the media Kompas and Republika (Indonesian) and le Figaro and le Parisien (French). The analysis used three-dimensional framework from Fairclough, namely textual analysis, discourse practices, and sociocultural practice. On the textual dimension, Indonesian and French media used different strategies in constructing extended single sentences, subordinative compound sentences, intersentences cohesion, and repetitions of social actors. The same aspect was that both media focused only on major social actors as the center of information so as they forgot the impact of the corruptive actions towards affected social actors, i.e. small people. Both media also organized their discourses uniquely based on the information around the case, without any attempt to relate with other issues, particularly social issues. In the discourse practice level, their interdiscusive and intertextual sources that they prefer in building the corruption texts are exclusively the texts of its kind and/or texts containing legal references. Both media did not show intention to explore other sources, for example the text about poverty or social problems. In the sociocultural practice, they limited their information area only in the surrounding social actors which are factually involved; that resulted in a miss of affected actors, i.e. small people. In terms of ideology, though in micro each media presents the main actors differently, based on ideological orientation, all media ideologized corruption as simply relating to the question of the law, especially with the court proceedings and sanctions, and denied to relate the corruptive action with other issues, such as social issues. Points on both textual dimensions, discourse practices, and sociocultural practices above bore the same meaning, namely the absence of the side-taking of media on the small people. The side-taking on the small people suggested by this dissertation is to ideologize the corruption acts as crimes which torment the small people and that can be textually expressed by a paraphrase, exploration, and dysphemism.

Kata Kunci : dimensi tekstual, praktik wacana, praktik sosiokultural, pemihakan, rakyat kecil, parafrasa, pengembangan, disfemisme.

  1. S3-2015-260392-abstract.pdf  
  2. S3-2015-260392-bibliography.pdf  
  3. S3-2015-260392-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2015-260392-title.pdf