ANALISIS FAKTOR PENYEBAB TANAH TERLANTAR DI DAERAH TRANSMIGRASI DESA WAODE ANGKALO KABUPATEN BUTON UTARA
ILMIAWAN, Ir. Djurdjani, MSP., M.Eng., Ph.D. ; Ir. Prijono Nugroho Dj., MSP., Ph.D.
2016 | Tesis | S2 Teknik GeomatikaMenurut penelitian yang dilakukan oleh BPN pada tahun 2014, ada sekitar 7,5 juta tanah terindikasi terlantar di Indonesia, termasuk sejumlah tanah yang ada di daerah transmigrasi di Desa Waode Angkalo, Kecamatan Boneguru, Kabupaten Buton Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Tanah terlantar akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, menghambat penggunaan tertinggi dan terbaik tanah dan di masa depan akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan tanah terlantar dan menganalisis upaya yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan administrasi pertanahan dan transmigrasi. Ada dua jenis data yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan menggunakan kuesioner dan teknik wawancara yang mendalam, sedangkan data sekunder seperti peraturan, data spasial dan data atribut dikumpulkan dari lembaga pemerintah daerah. Teknik purposive sampling digunakan untuk memilih responden. Distribusi frekuensi dan teknik tabulasi silang digunakan untuk menganalisis data statistik dengan menggunakan software SPSS. Faktor yang mempengaruhi tanah terlantar diklasifikasikan berdasarkan tiga pendekatan faktor yaitu faktor fisik, ekonomi dan institusi. Pertama, faktor fisik seperti tidak ditemukannya lokasi tanah terutama lahan usaha II; penguasaan tanah yang berlebih; tidak tersedianya fasilitas irigasi dan akses jalan. Kedua, faktor ekonomi disebabkan karena keterbatasan dana dan penguasaan tanah dengan tujuan hanya untuk investasi. Ketiga, faktor institusi yang dapat diidentifikasi diantaranya adalah tidak ada peraturan yang tegas terutama untuk pemegang hak milik dan tidak ada sanksi atas pelanggaran peraturan yang ada. Upaya untuk mengatasi faktor dan menjadikannya sesuai dengan sistem administrasi pertanahan di Indonesia adalah dengan melibatkan kantor pertanahan melalui kegiatan penyuluhan; pendampingan; membantu dalam mewujudkan reformasi agraria melalui kegiatan access reform dan melakukan pengukuran pengembalian batas lahan usaha II. Upaya untuk mengatasi faktor agar sejalan dengan tujuan transmigrasi, dilakukan dengan melibatkan Dinas Transmigrasi untuk menyediakan fasilitas irigasi dan meningkatkan akses jalan.
According to the research by BPN in 2014, there were about 7,5 million abandoned lands have been identified in Indonesia, including a number of lands in the transmigration area in Waode Angkalo Village, Boneguru Sub-District, North Buton District, South East of Sulawesi Province. Abandoned lands will cause the declining environment quality and hindering the highest and best use of the lands, and in the future it will affect the welfare of the society. The aims of this research are to identify factors causing abandoned lands and to analyze effort that should be done to achieve the objective of land administration and transmigration program. There are two types of data used to achieve the research objectives, namely primary data and secondary data. Primary data were collected by questionnaire and in depth interview techniques, while secondary data such as regulation, spatial and attribute data were gathered from local government institutions. Purposive sampling technique was used to select the respondents. Frequencies distribution and cross tabulation technique were used to analyze statistical data using SPSS software. Factors affecting abandoned lands were classified based on three factors approaches namely physical, economical and institutional factors. First, physical factor such as un-identified location of the lands particularly arable land II (lahan usaha II); over occupations of lands; no irrigation facilities and road acces. Second, economical factors such as limited financial capability and occupation of the lands just for investation. Third, institutional factors, it can be identified such as no strict regulation particularly to those with freehold right and no sanctions on violations of the existing regulations. Efforts to encounter the factors and to make the program in line to the land administration system in Indonesia are by involving land office such as to do counseling, appealing and assisting in realizing agrarian reform through "access reform" and by measurement of reconstruction delimitation of arable land II. While to have it in line to transmigration purpose, it involve local transmigration office to provide irrigation facilities and improve road acces.
Kata Kunci : Tanah Terlantar, Transmigrasi, Administrasi Pertanahan ; Abandoned Land, Transmigration, Land Administration