Laporkan Masalah

A.A. NAVIS DALAM ARENA KESUSASTERAAN INDONESIA

IVAN ADILLA, DRS., M.HUM, Prof. Dr. Faruk, S.U. ; Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo

2015 | Disertasi | S3 Sastra

Penelitian ini membahas hal-hal tentang keberadaan A.A. Navis dalam arena kesusasteraan Indonesia. Dengan memanfaatkan teori strukturalisme genetik dari Piere Bourdieu, kajian ini mendeskripsikan habitus, modal, strategi kegiatan dan tekstual, keuntungan yang diperoleh, serta faktor sosial politik yang mempengaruhi karya sastra yang dihasilkan Navis. Selanjutnya juga dideskripsikan pemikiran Navis dalam bidang kesusasteraan, kebudayaan, politik, dan pendidikan. Penelitian ini menyimpulkan hal-hal berikut. Pertama, habitus utama yang mempengaruhi pandangan dunia Navis adalah lingkungan sosial dan pendidikan. Kedua, modal utama yang dimanfaatkan untuk memasuki arena kesusasteraan maupun yang lainnya adalah pengetahuan dan persahabatan. Ketiga, strategi kegiatan yang dijalankan Navis adalah memfokuskan kegiatan pada bidang sastra, membentuk kelompok diskusi dan komunitas sastra, menghadiri forum ilmiah untuk memperluas pengetahuan dan menyebarkan gagasan. Ia juga aktif dalam kegiatan di DKJ sebagai lembaga kesenian yang berpengaruh di Indonesia. Navis memanfaatkan beberapa potensi budaya lokal untuk pengembangan ekonomi yang melahirkan Lumbung Pitih Nagari (LPN) dan Gerakan Seribu (Gebu) Minang. Keempat, peristiwa dan situasi sosial berpengaruh banyak dalam proses produksi karya sastra. Pada satu sisi, situasi dan peristiwa sosial menjadi dorongan untuk menulis karya sastra, pada sisi lain ia menjadi penghalang. Untuk mengatasi halangan itu, Navis menjalankan beberapa strategi tekstual yaitu; mengenali selera pembaca utama, mempertimbangkan situasi sosial untuk menulis atau mempublikasikan karyak, menulis kisah simbolik, memilih tema universal dengan warna lokal, memilih genre sesuai fungsinya. Kelima, selama 50 tahun menjalani karir di arena kesusasteraan Indonesia, Navis memperoleh berbagai penghargaan dan hadiah. Ia juga dipandang sebagai sosok yang dihormati karena karya, aktivitas dan konsistensinya berjuang di arena kesusasteraan. Hasil demikian melebihi harapannya untuk menjadi orang terpakai. Keenam, perjalanan karir Navis di berbagai arena dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial politik, terutama peristiwa Pergolakan PRRI, munculnya Orde Baru, menguatnya peran birokrasi, munculnya gerakan Reformasi, dan terjadinya perubahan orientasi pendidikan. Ketujuh, Navis memilih posisi sebagai manusia merdeka yang tidak terikat baik pada lembaga pemerintah maupun institusi resmi lainnya. Dengan posisi seperti itu, ia bebas mengamati dan mengeritik fenomena sosial di lingkungannya. Penelitian ini menunjukkan bahwa produksi karya sastra tidak hanya menyangkut kompetensi individual pengarang untuk menghasilkan karya sastra yang indah dan menarik. Karya-karya yang dihasilkan Navis merupakan usaha seorang intelektual yang melakukan pengamatan dan perenungan terhadap masalah sosial di sekelilingnya yang disampaikan dalam bentuk karya sastra dengan memanfaatkan kompetensi literer yang dimilikinya sebagai seorang sastrawan.

This study dealt with a writer named A. A. Navis and aimed at describing his social background, activities, businesses, and his achievements in literature, culture, education, and politics. It was conducted using genetic structuralism theory by Pierre Bourdieu, which was a literary theory of the correlation between literary works and the social setting where the works were written and appreciated. Following Bourdieu’s model it described habitus, activity arenas, capitals, strategies, trajectories, and advantages gained in the activity arenas where he worked. It concluded the followings. First, the main habitus that influenced Navis was family and education environment. Second, his activity arena included literature, culture, politics, and education. He began his activity in social environment of Minangkabau of West Sumatra before and after PRRI upheaval and continued in New Order and Reform Era. Third, his main capital was knowledge and friendship. Fourth, in various arenas he used the strategies on the basis of his main capital. Fifth, he succeeded in achieving his goal of having meaningful life. He received awards, prizes, deeeds, and honor in Indonesian literary and culture arenas. However, he failed in politic and education arenas. In the politic arena he was shived aside because of his too critical attitude. In the education arena he failed to bring RP INS Kayutanam glory back because of the change in orientation and hope in education. Sixth, his carrier in various arenas was influenced by social and political factors, especially the PRRI upheaval, the emergence of New Order, the strengthening of bureaucreatic role, the emergence of reform movement and the cange in education orientation. Seventh, he put himself in the position of observer and social worker. He chose to be free man who did not have any institutional tie with government and any other formal institutions. In the position he was free to observe and to criticize the social phenomena of his environment and to make effort to improve the situation. The point of view as observer and social worker was reflected in the literary works he wrote. The majority of his short stories showed his critical attitude toward the existing phenomena, while his novels described human struggle for meaningful life.

Kata Kunci : A.A.Navis; R.P. INS Kayutanam; Minangkabau; PRRI; Bourdieu; Habitus; Strategi, Arena, Ironi

  1. S3-2015-274634-abstract.pdf  
  2. S3-2015-274634-bibliography.pdf  
  3. S3-2015-274634-tableofcontent.pdf