DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN (STUDI KASUS DI DESA SARIHARJO, KECAMATAN NGAGLIK, KABUPATEN SLEMAN)
KRISDYATMIKO, S.SOS.,M.SI., Prof. Dr. Mudiyono; Dr. Agr. Ir. Sri Peni Wastutiningsih
2015 | Disertasi | S3 Penyuluhan dan Komunikasi PembangunanKabupaten Sleman merupakan wilayah yang tertinggi alih fungsi lahan dibanding kabupaten/kota lain di Daerah Istimewa Yogyakarta. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tentu membawa dampak sosial dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak sosial dan ekonomi akibat alih fungsi lahan tersebut. Pemerintah Kabupaten Sleman pun menaruh perhatian serius akan tingginya alih fungsi lahan ini dengan merumuskan berbagai kebijakan dan strategi komunikasi pembangunan untuk mensosialisasikannya. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui efektifitas kebijakan tersebut dalam pengendalian alih fungsi lahan serta sikap masyarakat terhadap kebijakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pilihan jenis studi kasus (case study). Lokasi penelitian di Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, sebagai salah satu desa yang tinggi alih fungsi lahannya. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Setelah data terkumpul dilakukan analisis dengan menggunakan model interaktif dari Miles dan Huberman. Uji keabsahan data dengan menggunakan reliabilitas dan validitas data kualitatif, validitas data dengan menggunakan model Gibbs dan reliabilitas data dengan menggunakan model Creswell dan Miller. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alih fungsi lahan terjadi di wilayah peri-urban (WPU) sebagai dampak dari perkembangan kota. Di samping itu, juga disebabkan ketidakmampuan sektor pertanian dijadikan andalan untuk mendukung kebutuhan rumah tangga. Sistem pewarisan semakin mempersempit kepemilikan lahan pertanian, sehingga petani memilih untuk menjualnya. Kehendak para petani untuk menjual lahan pertanian bertemu dengan kebutuhan para pendatang akan tanah untuk tempat tinggal atau berusaha. Dampak sosial terjadi dalam wujud mulai hilangnya budaya pertanian yang ditandai dengan pola relasi yang komunal menjadi semakin individual. Nilai sosial tanah bergeser menjadi komoditas yang dapat dimanfaatkan untuk mengikuti perkembangan jaman yang semakin modern. Akibat selanjutnya, secara ekonomis pertanian tidak mampu lagi menjadi andalan mata pencaharian untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Di samping dampak sosial dan ekonomi, terjadi pula dampak lingkungan alam baik yang berakibat pada lingkungan secara umum maupun pertanian khususnya. Dalam proses perumusan kebijakan tata ruang, pemerintah daerah masih memegang kendali utama, partisipasi desa hanya dalam tahap konsultasi dan sosialisasi. Desa tidak memiliki kontrol lebih kuat dalam tata ruang karena desa pun tidak memiliki perencanaan tata ruang. Dari tiga jenis pendekatan, massal, individu dan kelompok, ternyata hanya pendekatan massal yang dilaksanakan. Di tingkat desa tidak terjadi komunikasi antara pemerintah desa dengan masyarakat dalam perencanaan tata ruang dan pengendalian lahan, pembahasan sektor pertanian hanya sebatas teknis produksi pertanian. Di tengah keterbatasan strategi komunikasi tersebut, meskipun banyak yang tidak mengetahui tata ruang wilayah, namun masyarakat mengetahui bahwa alih fungsi lahan harus dilakukan secara prosedural. Tetapi, sikap masyarakat terhadap alih fungsi lahan cenderung menyetujuinya, karena merupakan pilihan rasional di tengah daya dukung sektor pertanian yang melemah, ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan peraturan, dan perkembangan arus modernisasi yang terus menggempur Sariharjo.
Sleman Regency is the highest area of land-use change compared to regencies or cities in Yogyakarta Special Region. The land-use change of agriculture to non-agriculture necessarily brings social and economic impacts in people's lives. This study aims to understand the social and economic impacts due to the land-use change. Sleman Regency Government seriously concerns on this high land-use change to formulate policies and strategies of development support communication to socialize this matter. This study also aims to comprehend the effectiveness of the policy in controlling over the land-use change and society's response toward the policy. This study uses a qualitative method with option type of case study. The research location is in Sariharjo village, Ngaglik District, as one of the villages which has high land-use change. The technique of collecting data is by observation, interview and documentation. After collected data, it is analyzed by using the interactive model of Miles and Huberman. Test the validity of the data is by using the reliability and validity of qualitative data, the validity of the data using the model of Gibbs and reliability data using models Creswell and Miller. The result shows that land-use change occurs in the peri-urban area as the impact of city development. In addition, it is also caused by the inability of the agricultural sector is relied upon to support the needs of the household. Inheritance system increasingly straitens ownership of agricultural land, so that farmer chooses to sell it. The will of farmers to sell agricultural land suitable for the needs of the comers will land to live or business. Social impact occurs in the form of disappearance of a farming culture that is characterized by a pattern of communal relations becomes increasingly individualized. The social value of land changes into a commodity that can be utilized to follow the era development which is more modern. As a result, economically, agriculture can no longer be the mainstay of livelihood to meet the needs of the family. In addition to the social and economic impacts, there is also natural environmental impact either in the environment in In the process of spatial policy formulation, local government still holds the main control, village participation is only in the consultation and socialization stages. The village does not have a stronger control over the layout because the village does not have spatial planning. From three types of approaches, mass, individual and group, it is only the mass media approach implemented. At the village level, there is not communication between village government with society in spatial planning and land control, the discussion in the agricultural sector is limited in the agricultural production technique. In the midst of the limitation of the communication strategy, although many people do not know regarding the regional layout, but they know that the land-use change must be done procedurally. However, society's attitude towards land-use change tends to approve it, because it is a rational choice in the middle of the supporting of the agricultural sector weak, the government's weakness in enforcing regulations, and the modernization which continuously strikes in Sariharjo.
Kata Kunci : alih fungsi lahan, dampak sosial dan ekonomi, komunikasi pembangunan