Komunikasi politik pemerintah :: Studi pada hubungan bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Media Cetak Lokal dalam kasus konflik masyarakat pasca pemekaran Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Selatan
HERLIN, Anne Marie Elleonora, Dr. I Ketut Putra Erawan, MA
2005 | Tesis | S2 Ilmu PolitikKomunikasi politik merupakan komunikasi kelembagaan. Komunikator pemerintah mengatasnamakan lembaga pemerintah memberikan pernyataan politiknya melalui media cetak sebagai transanksi pesan dengan tujuan mengubah, sikap dan perilaku serta prinsip masyarakat sehingga dapat mengikat warga masyarakat. Karena itu komunikator pemerintah memainkan peran sosial utama dalam penyampaian pesannya. Tesis hendak mengkaji cara komunikator Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melakukan komunikasi politiknya mengatasi konflik masyarakat di Mamasa. Hal mana Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dipercayakan Pemerintah Kabupaten Mamasa menuntaskan konflik yang terjadi antara dua kelompok masyarakat yang pro, kontra atas pemekaran Kabupaten Mamasa di 3 Kecamatan (Arrale, Tabulahan dan Mambi). Komunikasi politik Pemerintah menjadi penting karena pernyataan, pikiran dan tindakan serta kebijakannya diharapkan dapat menarik kepercayaan dari masyarakat yang bertikai untuk segera berdamai. Namun konflik tersebut berlarutlarut, sejak terbitnya UU No. 11 tahun 2002 tentang Pemekaran Kabupaten Mamasa dan Kota Palopo (10 April 2002) hingga saat ini belum berakhir. Penelitian ini berangkat pada asumsi: komunikasi politik yang dilakukan oleh pemerintah tidaklah credibel disebabkan tidak mampunya Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan selaku unit pengolah informasi melakukan back up seluruh pernyataan, kebijakan dan tindakan Pemerintah Provinsi dalam menangani konflik Mamasa karena persoalan internal. Selain itu media cetak lokal (Harian Pedoman Rakyat, Harian Fajar) memiliki kebijakan redaksi yang menjadi faktor internal dan eksternal dalam penentuan suatu berita. Untuk menjawab masalah ini dilakukan analisa terhadap isi surat kabar, khususnya pada berita konflik masyarakat. Unit yang dianalisis adalah komunikator pemerintah, isi pernyataannya serta melakukan wawancara dan observasi diruang redaksi Pedoman Rakyat, Fajar, dan Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil penelitian mengindikasikan komunikator pemerintah dalam mengkomunikasikan kebijakan pemerintah tidak terbuka, tidak akurat sehingga kebijakan itu tidak berguna bagi masyarakat bahkan membentuk eskalasi konflik semakin tinggi. Di Bagian Hubungan Masyarakat ditemukan kelemahan sumber daya manusia akibat kurangnya keterampilan dan kompetensi sehingga tidak proaktif mengumpulkan informasi sebagai input kepada pemerintah. Sementara dalam tubuh media cetak Pedoman Rakyat dan Fajar secara berbeda melihat peristiwa tersebut. Fajar menjadikan peristiwa ini sebagai berita yang memiliki nilai jual untuk kenaikan tiras surat kabarnya sementara Pedoman Rakyat sangat berhati-hati karena menjaga hubungan baiknya dengan pemerintah. Penelitian ini mengrekomendasikan agar komunikator Pemerintah dapat mempertimbangkan pernyataannya dalam melakukan komunikasi politiknya kepada masyarakat sehingga dapat menarik kepercayaan, dapat membentuk citra dari masyarakat. Selain itu Pemerintah diharapkan dapat memperbaiki manajemen pelayanan informasi dan sumber daya manusia yang ada di Bagian Hubungan Masyarakat sehingga unit ini dapat lebih berperan untuk melakukan fungsi dan tugasnya sebagai unit pengelola informasi pemerintah.
The governmental communicator represents governmental institution to give its political statement through printed media as a message transaction aiming to change the attitude and behavior and the principle of citizen in order to band them. Therefore, governmental communicator plays main social role in conveying its message. This thesis would study the way the governmental communicator of South Sulawesi Province carries out its political communication in order to manage societal conflict in Mamasa, in which the government of South Sulawesi Province assigned the government of Mamasa Regency to manage the conflicts happening among the two societal group, pros and cons, on the development of Mamasa Regency in 3 municipals (Arrale, Tabulahan and Mambi). Governmental political communication became an important issue because statement, idea, action and its policy were expected to attract the trust of the conflicting society in order to make peace. But, this conflict kept running, since the emergence of UU No. 11 in the year of 2002 about the Development of Mamasa Regency and Palopo County (10 April 2002) up to now, is not over yet. This study started from the assumption: political communication carried out by the government was not credible caused by the incapability of Public Relation Department of South Sulawesi province Government as the information processor unit carrying out back up of all statements, policies, and actions of Province Government in managing the Mamasa conflict because of internal problem. Besides, local printed media (Pedoman Rakyat daily, Fajar Daily) has editorial policies becoming the internal and external factors in the determination of news. To answer this problem, it was carried out an analysis on the content of news paper, especially in the news of societal conflict. The analyzed unit was governmental communicator, the content of its statement and carried out interview and observation in the editorial room of Pedoman Rakyat, Fajar, and Public Relation Department of South Sulawesi Province Government. The result of the study indicated that the governmental communicator in communicating the governmental policies was not opened, not accurate so that the policies were not useful for the society, even forming higher political escalation. In the department of Public Relation, it was found the weakness of human resource as the result of the lack of skill and competence so that it was not proactive in collecting information as inputs to the government. Meanwhile, in the printed media of Pedoman Rakyat and Fajar, differently saw this event. Fajar made this event as news having selling value to increase its production. Meanwhile, Pedoman Rakyat was more careful because it maintained its good relation to the government. This study recommended governmental communicator to be able to consider its statement in carrying out its political communication to the society so that it can attract trust, can form good image in the eye of society. Besides, the government is expected to be able to repair the information service management and human resource existing in the Department of Public Relation
Kata Kunci : komunikasi politik, media cetak lokal, hubungan masyarakat, political communication, local printed media, public relation