KONFLIK IDENTITAS KEAGAMAAN ANTARA MASYARAKAT DAN JEMAAT GEREJA DI INDONESIA: STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN GPDI IMMANUEL SEDAYU TERHADAP PEMBATALAN IMB DAN RELOKASI RUMAH IBADAH TAHUN 2019

GALIH LUDIROAJI A, Mahesti Hasanah, S.IP., M.A

2022 | Skripsi | S1 POLITIK DAN PEMERINTAHAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konflik sosial berbasis identitas keagamaan yang terjadi antara kelompok mayoritas dan minoritas di Indonesia dari sudut pandang kelompok minoritas. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi terkait pengalaman GPdI Immanuel Sedayu terhadap pembatalan IMB dan relokasi rumah ibadah pada tahun 2019. Penelitian ini berusaha untuk menjawab bagaimana pandangan kelompok minoritas GPdI Immanuel Sedayu terhadap proses pembatalan IMB hingga relokasi rumah ibadah dari Desa Argorejo ke Desa Argosari, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY. Setelah diteliti lebih lanjut, konflik sosial tersebut melibatkan berbagai aktor dalam prosesnya. Aktor tersebut kemudian teridentifikasi melalui relasi kuasa yang tercipta, yang kemudian dapat menciptakan konflik ini terjadi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Adapun teknik yang digunakan dalam proses pengumpulan data ialah melalui wawancara, observasi, dan studi pustaka. Sedangkan dalam proses analisisnya, penulis menggunakan 3 konsep utama, yaitu konflik sosial, identitas keagamaan, dan logika mayoritas-minoritas. Ketiga konsep tersebut pada akhirnya berkaitan dan digunakan oleh penulis dalam melihat konflik yang menimpa Masyarakat Argorejo dengan GPdI Immanuel Sedayu kali ini. Konflik berawal dari protes Masyarakat Argorejo yang keberatan terhadap IMB yang dikantongi GPdI Immanuel Sedayu per tanggal 15 Januari 2019. Sejak saat itu, masyarakat menyatakan keberatannya terhadap pemerintah daerah setempat untuk segera mencabut IMB tersebut. Oleh karena protes keberatan Masyarakat Argorejo, Bupati Bantul menetapkan Surat Keputusan No. 345 Tahun 2019 tentang Pembatalan Penetapan GPdI Immanuel Sedayu sebagai Rumah Ibadah. Singkatnya, kasus tersebut berjalan semakin panas sampai Pdt. Sitorus bersama dengan LBH Yogyakarta menggugat Bupati Bantul ke PTUN Yogyakarta. Namun di tengah jalannya persidangan, Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul menawarkan lokasi baru di luar Desa Argorejo yang dapat digunakan sebagai kegiatan peribadahan GPdI Immanuel Sedayu. Akibat kebutuhan beribadah yang sangat mendesak bagi jemaat GPdI Immanuel Sedayu, Pdt. Sitorus pada akhirnya mengambil tawaran tersebut. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa protes keberatan yang dilakukan oleh Masyarakat Argorejo didasarkan pada adanya kegiatan rumah ibadah yang berdiri tidak sesuai prosedur perundang-undangan. Lebih dari pada itu, sejak awal pembangunan gereja memang sudah terjadi beberapa konflik meskipun sifatnya hanya di permukaan. Puncak konflik terjadi ketika GPdI Immanuel Sedayu mendapatkan IMB rumah ibadah pada tahun 2019 yang berdampak pada protes massif Masyarakat Argorejo untuk mendesak IMB tersebut dicabut. Di sisi lain, Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul juga berusaha untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan untuk merelokasi bangunan gereja. Protes yang dilakukan oleh masyarakat dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah itulah yang kemudian diidentifikasi sebagai muara konflik bagi jemaat GPdI Immanuel Sedayu.

This study aims to analyze social conflicts based on religious identity that occur between majority and minority groups in Indonesia from the perspective of minority groups. This study uses a phenomenological method related to Immanuel Sedayu's GPdI experience with the revocation of the IMB and the relocation of places of worship in 2019. This study seeks to answer how the views of the Immanuel Sedayu GPdI minority group towards the process of revocation of IMB to the relocation of houses of worship from Argorejo Village to Argosari Village, Sedayu District, Bantul Regency, DIY Province. After further investigation, the social conflict involved various actors in the process. The actor is then identified through the power relations that are created, which can then make this conflict happen. This research is a type of qualitative research with a phenomenological approach. The techniques used in the data collection process are through interviews, observations, and literature studies. Meanwhile, in the analysis process, the author uses 3 main concepts, namely social conflict, religious identity, and majority-minority logic. These three concepts are ultimately related and used by the author in seeing the conflict that befell the Argorejo Community with GPdI Immanuel Sedayu this time. The conflict started with a protest from the Argorejo Community who objected to the IMB pocketed by GPdI Immanuel Sedayu as of January 15, 2019. Since then, the community has expressed their objection to the local government to immediately revoke the IMB. Due to the objections of the Argorejo Community, the Regent of Bantul issued a Decree No. 345 of 2019 concerning the Cancellation of the Designation of GPdI Immanuel Sedayu as a House of Worship. In short, the case was getting hotter and hotter until Rev. Sitorus together with LBH Yogyakarta sued the Bantul Regent to the Yogyakarta Administrative Court. However, in the middle of the trial, the Regional Government of Bantul Regency offered a new location outside Argorejo Village that could be used for GPdI Immanuel Sedayu's worship activities. Due to the urgent need for worship for the GPdI Immanuel Sedayu congregation, Pdt. Sitorus in the end took up the offer. This study concludes that the objections made by the Argorejo Community are based on the existence of activities of houses of worship that are not in accordance with statutory procedures. More than that, since the beginning of the construction of the church, there have been some conflicts even though they are only superficial. The peak of the conflict occurred when GPdI Immanuel Sedayu obtained the IMB for a house of worship in 2019 which resulted in massive protests by the Argorejo Community to urge the IMB to be revoked. On the other hand, the Bantul Regency Government is also trying to resolve the conflict in various ways, one of which is by issuing a policy to relocate church buildings. The protests carried out by the community and the policies issued by the local government were later identified as the source of conflict for the GPdI Immanuel Sedayu congregation.

Kata Kunci : Konflik Sosial, Identitas Keagamaan, Mayoritas, Minoritas