Laporkan Masalah

KONSEPSI KERUANGAN MULTIPIHAK DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN LINGKAR KOTA DI LHOKSEUMAWE

PUTRI ANANDA SAKA, Dr. Setiadi, M.Si

2022 | Tesis | MAGISTER ANTROPOLOGI

Infrastruktur jalan lingkar kota di Kota Lhokseumawe sebagai proyek pembangunan yang dirancang guna meningkatkan aksesibilitas tidak terlepas dari persoalan yang berujung pada terganggunya kontinuitas pembangunan. Berangkat dari fenomena tersebut, studi ini berfokus pada persoalan pembangunan jalan lingkar kota yang mandek, dengan mendeskripsikan perihal 1) perkembangan pembangunan jalan lingkar kota; 2) sudut pandang multipihak atas pembangunan yang dilakukan; dan 3) serta variasi perspektif keruangan berpengaruh pada keberlangsungan pembangunan. Melalui pendekatan kualitatif, analisis data Miles dan Huberman, serta meminjam pemikiran Henri Lefebvre mengenai produksi ruang, studi ini mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan perspektif di antara multipihak yang terlihat dalam temuan berikut: 1) pemerintah kota selaku inisiator utama pembangunan memandang jalan sebagai sebuah ruang yang perlu dirubah dan dijadikan jalan lingkar kota demi pemenuhan aksesibilitas dan menjadi aset negara yang menelan biaya besar; 2) pemerintah gampong cenderung menganggap jalan yang dibangun sebagai bagian dari proyek pariwisata gampong dan kehadirannya dianggap memicu permasalahan-permasalahan baru; 3) masyarakat setempat masih menganggap kawasan pembangunan sebagai bagian dari ruang menetap dan tinggal sehingga tidak terbangun kesadaran bersama atas pentingnya pembangunan; dan 4) sudut pandang pengguna jalan yang di satu sisi merasa terbantu atas kehadiran jalan lingkar namun di sisi lain merasa skeptis karena menganggap jalan yang tidak kunjung selesai tersebut sebagai proyek korupsi. Perbedaan konsepsi ruang sosial atas jalan lingkar kota tersebut merefleksikan bagaimana tiga rangkaian konseptual Lefebvre bekerja. Jalan yang semula merupakan ruang hidup yang diatasnya terdapat praktek-praktek sosial kemudian dirubah oleh intervensi pemerintah kota dan profesional menjadi satu ruang yang dikonsepsikan. Selanjutnya, ruang yang dikonsepsikan tersebut bertemu dengan aktivitas sosial yang kembali bekerja di atasnya pasca pembangunan dan melahirkan suatu ruang sosial yang dipersepsikan. Persepsi beragam dari para multipihak yang bersinggungan langsung dengan jalan tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian atas pembangunan yang dilakukan di mana hanya sudut pandang salah satu pihak atau kelompok yang diakomodir ketika banyak pihak yang seharusnya perlu untuk dilibatkan. Hal tersebut memvalidasi kuasa kepentingan yang bermain dan berimplikasi pada tidak maksimalnya pembangunan yang dilakukan. Dengan demikian, kontinuitas pembangunan terkendala dan jalan lingkar kota tak benar-benar bisa memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat Kota Lhokseumawe.

The urban ring road infrastructure in Lhokseumawe as a development project designed to improve accessibility is in fact inseparable from problems that lead to the disruption of the continuity of development. Departing from this phenomenon, this study focuses on the problem of stagnant urban ring road development, by describing the following: 1) the development of urban ring road development; 2) a multi-stakeholder perspective on the development carried out; and 3) as well as variations in spatial perspectives affect the sustainability of development. Through a qualitative approach, analysis of Miles and Huberman's data, and borrowing Henri Lefebvre's thoughts on the production of space, this study reveals that there are differences in perspectives among multi-stakeholders which can be seen in the following findings: 1) the city government as the main initiator of development views the road as a space that needs to be built. changed and used as a city ring road to fulfill accessibility and become a state asset that costs a lot of money; 2) the gampong government tends to consider the roads built as part of the gampong tourism project and their presence is considered to trigger new problems; 3) the local community still considers the development area as part of the living and settled space so that there is no shared awareness of the importance of development; and 4) the point of view of road users who on the one hand feel helped by the presence of the ring road but on the other hand are skeptical because they consider the unfinished road to be a corruption project. The different conceptions of social space on the city ring road reflect how Lefebvre's three conceptual circuits work. The street which was originally a living space on which there are social practices was later changed by the intervention of the city government and professionals into one conceptualized space. Furthermore, the conceptualized space meets social activities that return to work on it after development and creates a perceived social space. The diverse perceptions of the multi-stakeholders who are in direct contact with the road show that there is a discrepancy with the development being carried out where only the point of view of one party or group is accommodated when many parties should need to be involved. This validates the power of interest at play and has implications for the not optimal development being carried out. Thus, the continuity of development is constrained and the city ring road cannot really provide maximum benefits for the people of Lhokseumawe City.

Kata Kunci : Pembangunan, Infrastruktur Jalan Lingkar, Multipihak, Perspektif Spasial Henri Lefebvre

  1. S2-2022-467014-abstract.pdf  
  2. S2-2022-467014-bibliography.pdf  
  3. S2-2022-467014-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-467014-title.pdf