Laporkan Masalah

Paradoks Pembatik: Dipuja-puja Tetapi Tidak Diperhatikan (Studi Etnografi di Kalurahan Wukirsari, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta)

MUNA RIHADATUL AISI, Prof. Susetiawan, S.U.

2022 | Skripsi | S1 PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN

Keindahan motif, proses pembuatan, makna, dan filosofi yang melekat pada batik merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang telah diakui UNESCO pada 2 Oktober 2009 sebagai warisan dunia. Walaupun modernisasi teknologi produksi dan pengetahuan terus berkembang, menariknya pembatik Giriloyo masih menjaga produksi batik secara tradisional hingga saat ini. Meskipun telah menjadi Sentra Batik Tulis Yogyakarta yang telah dikenal di dunia internasional justru regenerasi pembatik Giriloyo terus mengalami penurunan. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu tentang pemahaman keluarga pembatik terhadap makna batik dalam upaya melestarikan masa depan batik. Metode penelitian yang dilakukan adalah kualitatif dengan pendekatan etnografi di Kalurahan Wukirsari, Imogiri, Bantul. Hasil penelitian yang ditemukan adalah keluarga pembatik mengetahui batik sebagai artefak kebudayaan yang memiliki nilai jual, pengetahuan tersebut tidak terlepas dari aspek yang disosialisasikan di tingkat keluarga hanya tentang cara membuat batik. Sedangkan pengetahuan makna dan filosofi batik disosialisasikan oleh lembaga pemerintah seperti sekolahan. Masyarakat Giriloyo yang memilih menjadi pembatik dilatarbelakangi oleh spirit untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Zaman dahulu, pembatik dilakukan oleh kelompok perempuan dan terjadi secara turun-temurun. Sekarang, warga pendatang baik laki-laki maupun perempuan juga ada yang menjadi pembatik. Namun, regenerasi pembatik Giriloyo terus mengalami penurunan. Hal ini tidak terlepas dari pemahaman masyarakat yang memahami pembatik sebatas pekerjaan biasa untuk menunjang perekonomian, sedangkan generasi muda beranggapan bahwa pekerjaan tersebut tidak akan memberikan kesejahteraan hidup. Oleh karena itu, regenerasi pembatik dapat terancam hilang di masa yang akan datang. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluarga pembatik Giriloyo memahami batik berdasarkan aspek ekonomi. Akar pengetahuan tentang batik yang terikat dengan nilai spiritual dan kultural telah tercerabut dari kebudayaan pembatik Giriloyo yang kemudian tergantikan oleh nilai materiil.

The beauty of the motifs, manufacturing processes, meanings, and philosophies inherent in batik is part of Indonesian culture which was recognized by UNESCO on October 2nd, 2009 as a world heritage. Although modernization of production technology and knowledge continues to develop, interestingly Giriloyo batik artisans still maintain traditional batik production to this day. Even though it has become a well-known Sentra Batik Tulis Yogyakarta in the international world, the regeneration of Giriloyo batik artisans continues to decline. Therefore, this research was conducted to find out about the understanding of the family of batik artisans on the meaning of batik in an effort to preserve the future of batik. The research method used is qualitative with an ethnographic approach in the Kalurahan Wukirsari, Imogiri, Bantul. The results of the research found that families of batik artisans knew batik as a cultural artifact that had a selling value, this knowledge was inseparable from the aspects that were socialized at the family level only about how to make batik. Meanwhile, knowledge of the meaning and philosophy of batik is socialized by government institutions such as schools. The Giriloyo people who choose to become batik artisans are motivated by the spirit to fulfill the economic of the family. In ancient times, batik was carried out by women's groups and was passed down from generation to generation. Now, there are also immigrants, both male and female, who become batik artisans. However, currently the regeneration of Giriloyo batik artisans continues to decline. This is inseparable from the understanding of the people who understand that batik artisans are limited to ordinary jobs to support the economy, while the younger generation thinks that this work will not provide welfare. Therefore, the regeneration of batik artisans could be in danger of being lost in the future. Based on that explanation, it can be concluded that the family of Giriloyo batik artisans understand batik based on economic aspects. The roots of knowledge about batik which are tied to spiritual and cultural values have been uprooted from the culture of the Giriloyo batik craftsmen which were later replaced by material values.

Kata Kunci : Batik, Pembatik, Giriloyo, Pengetahuan

  1. S1-2022-430795-abstract.pdf  
  2. S1-2022-430795-tableofcontent.pdf  
  3. S1-2022-430795-title.pdf  
  4. S1-430795-bibliography.pdf