Laporkan Masalah

ANALISIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM FILM QU'EST-CE QU'ON A FAIT AU BON DIEU?

I GEDE AGUS S, Dr. Sajarwa, M.Hum.

2022 | Tesis | MAGISTER LINGUISTIK

Prancis merupakan negara dengan warna masyarakat yang beragam. Fakta ini timbul karena Prancis selalu menerima kedatangan para imigran sehingga diversitas linguistik dan kultural muncul secara masif. Dengan kata lain, kehadiran komunikasi interkultural memiliki probabilitas lebih tinggi untuk hadir dalam percakapan sehari-hari. Tidak jarang penutur dan mitra tutur juga menghadirkan presuposisi kulturalnya dan kencenderungan penggunaan maksim yang berbeda sehingga tuturan-tuturan itu menunjukkan kompetensi pragmatik penutur. Hal inilah yang tercermin di dalam film Qu'est-ce qu'on a fait au bon dieu? (2014). Melalui sumber data di atas, metode deskriptif-kualitatif digunakan dalam penelitian ini untuk menguak penggunaan bahasa oleh penutur asli dengan para imigran di Prancis. Lebih lanjut, penenlitian ini berfokus pada situasi komunikatif, maka teori Gricean Implikatur Percakapan diterapkan. Metode simak dan teknik catat diterapkan pada proses pengambilan data hingga ditemukan potongan percakapan yang mengandung tuturan yang memiliki daya pragmatis. Kemudian, tuturan oleh penutur dan mitra tutur diklasifikasikan berdasarkan kepatuhan dan pelanggarannya: (1) terdapat 4 maksim yang harus dipatuhi, yaitu: maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara; di sisi lain, (2) pelanggaran maksim terdiri atas: pelanggaran, pengabaian, pengelakan, dan pembenturan. Penerapan teori ini menunjukkan bahwa komunikasi dapat berjalan dengan baik dalam percakapan santai: menyapa atau menanyakan kabar. Sebaliknya, komunikasi menghadapi hambatan karena pelaku komunikasi menghadirkan inferensi kultural. Perbedaan budaya ini menuntun pada efek komunikasi yang beragam misalnya, kesalahpahaman, gegar budaya, ideologi budaya: stereotipe dan etnosentris, dan pengetahuan bertambah akibat proses sosialisasi. Beberapa kecenderungan juga terlihat ketika partisipan menggunakan maksim. Ditemukan bahwa: (1) adanya individu yang mengoperasikan maksim karena kondisi psikologisnya yakni, Segolene; (2) para ibu, Marie & Madeleine, lebih mematuhi maksim Grice; sebaliknya (3) Claude dan Andre terlalu sering melakukan pelanggaran karena hubungan yang tidak baik; (4) Claude juga banyak menggunakan pengabaian maksim kepada para menantu agar tidak menyinggung perasaan; (5) Isabelle, Odile, dan Laure memilih untuk mengabaikan maksim untuk menghindari perdebatan; (6) Viviane lebih banyak mematuhi maksim, tetapi pengabaian maksim kuantitas beberapa kali dilakukan; (7) Rachid sering melakukan pengabaian dan pelanggaran maksim untuk menyesatkan mitra tutur; (8) David selalu menghadirkan pengabaian maksim untuk menggambarkan kejadian; (9) Chao adalah tokoh yang lebih sering mematuhi maksim; dan (10) Charles beberapa kali mengabaikan maksim kualitas

As a country, France presents a heterogeneous society. The fact that France keeps welcoming immigrants shows cultural and linguistic diversity. In other words, the presence of intercultural communication has a higher probability in everyday conversation. In this case, the speaker and hearer also show their cultural presuppositions and tendency to operate dominant maxims. Thus, these utterances show the speaker's pragmatic competence. The phenomena mentioned above are reflected in the film Qu'est-ce qu'on a fait au Bon Dieu? (2014). Based on this data source, the present study uses a descriptive-qualitative method to reveal the use of language by native speakers and immigrants in France. Following the above hypothesis, this study focuses on the communicative situation. Hence, Gricean Conversational Implicature suits the research needs. The data was taken by using a listening method and note-taking techniques. At this point, the data is considered as an utterance that has a pragmatic force. Subsequently, the speaker and hearer's speech are categorised into maxim violation and adherence. Based on Gricean theory, (1) four maxims should be followed by the participants namely the maxim of quantity, quality, relation, and manner; on the other side, (2) there are 4 types of maxim infringement so-called violating, flouting, opting-out, and clash. The results convey that communication runs properly when the interactants have a casual conversation e.g., greeting or asking someone's news. Meanwhile, communications crashes when the cultural inferences were engaged in by the interactants. It exhibits gradually various intercultural communication effects e.g., misunderstandings, shock culture, cultural ideology: stereotype & ethnocentrism, and socialization which increase participants' knowledge. As for the daily conversation of The Verneuil, such an individual has some tendencies, described as follows: (1) Segolene operates maxims differently with others because of her psychological condition; (2) Marie & Madeleine stick to the Gricean maxim; (3) Claude & Andre tend to violate maxims because of their personal problem; (4) Claude speech variation has also flouted the maxims frequently when he talks to his sons-in-law trying to make it polite; (5) Isabelle, Odile, and Laure choose to flout the maxim adherence to avoid debate; (6) Viviane mostly adhere to the maxims but she flouts several times too; (7) Rachid flouts and violates deliberately to mislead the hearer; (8) David tends to flout maxims to give the best analogy; (9) Chao is the only male character that majorly adheres the Gricean maxims; (10) Charles flouts the maxim of quality several times.

Kata Kunci : Grice, implikatur percakapan, pragmatik, komunikasi interkultural, sosiopragmatik.

  1. S2-2022-467075-Abstrak dan Abstract.pdf  
  2. S2-2022-467075-bibliography.pdf  
  3. S2-2022-467075-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-467075-title.pdf