Transformasi Digital di Masyarakat Perkotaan: Studi Kasus Kampoeng Cyber Yogyakarta Sejak Tahun 2008-2020
OLIVER J M TURNIP, Prof. Ir. Achmad Djunaedi, M.URP., Ph.D; Dr.soc.pol. Agus Heruanto Hadna, S.IP., M.Si
2022 | Tesis | MAGISTER KEPEMIMPINAN DAN INOVASI KEBIJAKANTransformasi digital adalah konsep yang relatif baru dan telah mencapai popularitas tinggi di kalangan peneliti dan praktisi dalam beberapa tahun terakhir, utamanya pada dunia bisnis. Transformasi digital merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang meliputi aspek teknologi, sosial, dan strategi bisnis. Kontribusi dari penelitian adalah menyajikan bukti transformasi digital di masyarakat lokal yang kontekstual. Penelitian ini didasarkan pada tinjauan literatur yang memberikan wawasan mendalam tentang transformasi digital. Untuk melengkapi tinjauan literatur tersebut, peneliti menggunakan strategi penelitian studi kasus dengan menggunakan teknik analisis lintas fase. Temuan utama penelitian ini adalah bahwa masyarakat Kampoeng Cyber Yogyakarta telah melakukan transformasi digital sesuai dengan kebutuhan mereka. Ada empat (4) fase yang dilalui dalam proses transformasi digital tersebut, yaitu (1) fase awal (identifikasi potensi) tahun 2007-2008; (2) fase pertumbuhan (adaptasi teknologi informasi dan komunikasi) tahun 2009-2015; (3) fase pengembangan inovasi tahun 2016-2019; dan (4) fase stagnasi (Pandemi Covid-19) tahun 2020-2021. Transformasi digital di masyarakat tersebut dilakukan dalam tiga (3) aspek, yaitu: platform, layanan publik, dan tata kelola data. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi digital di masyarakat Kampoeng Cyber Yogyakarta antara lain: (1) faktor kepemimpinan digital Ketua Kampoeng Cyber Yogyakarta; (2) faktor dukungan masyarakat; (3) faktor kesiapan infrastruktur digital; (4) faktor kesiapan kapasitas masyarakat; (5) faktor motivasi masyarakat; (6) faktor bantuan dana dari eksternal; (7) faktor promosi Kampoeng Cyber Yogyakarta; (8) faktor wisata edukasi berbasis TIK; (9) faktor kerjasama aktor; (10) faktor pengembangan aplikasi; (11) faktor pemanfaatan TIK untuk pengembangan ekonomi; dan (12) faktor Pandemi Covid-19. Penelitian ini memberikan beberapa implikasi kebijakan, yaitu: (1) menguatkan kolaborasi multiaktor berbasis pentahelix dalam rangka meningkatkan kapasitas masyarakat di Kampoeng Cyber; (2) membangun ekosistem digital terbuka (open digital ecosystem) dengan membentuk Innovative and Digital Transformation Unit (IDX-U); (3) menggalakkan gerakan literasi digital melalui pendidikan, pelatihan, dan pendampingan dari berbagai mitra dan komunitas untuk meningkatkan pengetahuan dan budaya digital masyarakat; dan (4) mengembangkan potensi ekonomi lokal RT 36/RW 09 Kampoeng Cyber berbasis Internet of Thing (IoT) khususnya sektor Usaha Kecil, dan Menengah (UKM).
Digital transformation is a relatively new concept and has achieved high popularity among researchers and practitioners in recent years, especially in the business world. Digital transformation is a continuous process that includes aspects of technology, social, and business strategy. The contribution of the research is to provide contextual evidence of digital transformation in local communities. This research is based on a literature review that provides in-depth insight into digital transformation. To complete the literature review, the researcher used a case study research strategy using cross-phase analysis techniques. The main finding of this research is that the people of Kampoeng Cyber Yogyakarta have carried out digital transformation according to their needs. There are four (4) phases that are passed in the digital transformation process, namely (1) the initial phase (potential identification) in 2007-2008; (2) growth phase (adaptation of information and communication technology) in 2009-2015; (3) innovation development phase in 2016-2019; and (4) the stagnation phase (Covid-19 pandemic) in 2020-2021. The digital transformation in society is carried out in three (3) aspects, namely: platforms, public services, and data governance. The factors that influence digital transformation in the Kampoeng Cyber Yogyakarta community include: (1) the digital leadership factor of the Head of Kampoeng Cyber Yogyakarta; (2) community support factor; (3) digital infrastructure readiness factor; (4) community capacity readiness factor; (5) community motivation factors; (6) factor of external funding assistance; (7) the promotion factor of Kampoeng Cyber Yogyakarta; (8) ICT-based educational tourism factors; (9) actor cooperation factor; (10) application development factors; (11) ICT utilization factors for economic development; and (12) the Covid-19 Pandemic factor. This study provides several policy implications, namely: (1) strengthening pentahelix-based multi-actor collaboration in order to increase community capacity in Kampoeng Cyber; (2) building an open digital ecosystem by establishing an Innovative and Digital Transformation Unit (IDX-U); (3) promoting the digital literacy movement through education, training, and mentoring from various partners and communities to increase people's digital knowledge and culture; and (4) developing the local economic potential of RT 36/RW 09 Kampoeng Cyber based on the Internet of Thing (IoT), especially the Small and Medium Enterprises (SMES) sector.
Kata Kunci : Digital Transformation, Yogyakarta Cyber Kampoeng, Society