Relasi Pesantren-Keraton: Tinjauan Pengaruh Arsitektur Keraton Terhadap Peninggalan Arsitektural Pesantren Tegalsari, Ponorogo Abad XVIII-XIX

SYUKRON JAUHAR FUAD, Sektiadi, S.S., M.Hum.

2022 | Skripsi | S1 ARKEOLOGI

Pesantren dan keraton sebagai sub-kebudayaan Jawa masing-masing membentuk komunitas yang mandiri. Sebagai sebuah komunitas sosial keduanya juga mengadakan hubungan dengan komunitas lain atau bahkan hubungan di antara keduanya. Salah satu pesantren tertua di Jawa adalah Pesantren Tegalsari, Ponorogo yang didirikan oleh Kiai Ageng Muhammad Besari pada sekitar tahun 1736. Dalam dalam sejarahnya pesantren memiliki relasi yang erat dengan keraton. Relasi tersebut membawa dampak pada perkembangan arsitektur bangunan di Pesantren Tegalsari, sehingga arsitektur bangunan tersebut memiliki kemiripan dengan arsitektur yang berkembang di keraton. Bangunan peninggalan Pesantren Tegalsari yang masih dapat disaksikan hingga kini yaitu masjid, rumah tinggal, dan kompleks makam. Untuk dapat melihat kemiripan tersebut digunakan ciri-ciri yang biasanya terdapat pada arsitektur khas keraton baik yang terdapat pada masjid utama keraton, rumah tinggal atau dalem bangsawan dan kompleks makam keraton. Beberapa ciri khas tersebut dapat ditemukan pada bangunan peninggalan Pesantren Tegalsari. Di samping itu arsitektur bangunan peninggalan Pesantren Tegalsari lebih memiliki kemiripan dengan arsitektur yang berkembang di wilayah kuthanagara dan negaragung atau wilayah inti keraton, meskipun arsitektur khas Ponorogo juga ditemukan pada sebagian bangunan namun dengan jumlah yang lebih sedikit. Oleh sebab itu hasil penelitian menunjukkan relasi Pesantren Tegalsari dengan keraton membawa pengaruh kemiripan arsitektur bangunan peninggalan Pesantren Tegalsari dengan arsitektur keraton.

Pesantren and keraton as a sub-culture of Java form an independent community. As a social community, they also have relations with other communities or relations between the two. One of the oldest pesantren in Java is the Pesantren Tegalsari, Ponorogo which was founded by Kiai Ageng Muhammad Besari around 1736. Historically, the pesantren has had close relations with the keraton. This relationship has an impact on the development of building architecture at the Pesantren Tegalsari, so that the architecture of the building has similarities to the architecture that developed in the palace. Some of the heritage buildings of the Pesantren Tegalsari that can still be see today are mosques, residential houses, and tomb complexes. To be able to see the similarity, the characteristics that are usually found in the typical architecture of the palace are used, both in the main mosque of the palace, residential houses or palaces of nobles and the palace tomb complex. Some of these characteristics can be find in the remains of the Pesantren Tegalsari. In addition, the architecture of the heritage buildings of the Pesantren Tegalsari is more similar to the architecture that developed in the kuthanagara and negaragung area or the core area of the keraton, although the typical Ponorogo architecture is also find in some buildings, but in smaller quantities. Therefore, the results of the study show that the relationship between the Pesantren Tegalsari and the keraton has an influence on the similarity of the architecture of the buildings left by the Pesantren Tegalsari with the keraton architecture.

Kata Kunci : Pesantren, keraton, arsitektur