Laporkan Masalah

TRADISI SIRAMAN SEDUDO DI DESA NGLIMAN KABUPATEN NGANJUK DITINJAU DARI TEORI KEBUDAYAAN C. A. VAN PEURSEN

MUHAMMAD FAYQUL FALAH , Drs. Budisutrisna, M.Hum

2021 | Skripsi | S1 FILSAFAT

Siraman Sedudo adalah kebudayaan yang berasal dari Nganjuk, Jawa Timur. Siraman Sedudo adalah acara mandi bersama yang dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 15 bulan Suro, sebelum acara siraman dilaksanakan acara Ruwat Bumi Tulak Tumbal Sengkolo. Siraman Sedudo dan Ruwat Bumi bertempat di air terjun Sedudo. Tujuan dari tradisi ini ialah rasa syukur dan menolak bencana. Tradisi ini tetap eksis sejak ratusan tahun yang lalu dan tradisi ini bertambah ramai setiap tahunnya. Siraman Sedudo tidak lepas dari perubahan dan perkembangan. Pada tradisi siraman Sedudo muncul bentuk-bentuk mitos, keyakinan dan tradisi ini diwisatakan sehingga penulis memilih objek formal teori kebudayaan C. A. van Peursen tentang bagan tiga tahap yaitu tahap mitis, ontologis dan fungsionil. Peursen juga menawarkan sebuah metode manusia memahami kebudayaan dalam situasi dan kondisi tertentu, yaitu strategi kebudayaan. Adapun tujuan penelitian ini ialah mendeskripsikan siraman Sedudo, menjelaskan siraman Sedudo ditinjau dari teori tahapan kebudayaan, serta memaparkan analisis strategi dan makna kebudayaan dalam siraman Sedudo. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan menggunakan data kualitatif yang diperoleh dari observasi data lapangan dan wawancara dan diperkuat dengan data pustaka. Data-data yang diperoleh dari pustaka dan lapangan kemudian diolah dengan menggunakan unsur-unsur metodis diantaranya intepretasi, induksi, deduksi dan kesinambungan historis, sehingga akan diperoleh suatu hasil yang baru yang dapat disajikan dalam bentuk yang lebih terstruktur dan mudah dipahami. Hasil yang dicapai dalam penelitian ialah Siraman sedudo mempunyai nilai religius, taat adat, keyakinan, dan ekonomi serta sosial-politik. Pada tahap mitis masyarakat melakukan ritual kebudayaan prosesi pelaksanaan siraman Sedudo serta membawa simbol-simbol mitis seperti sesajen, menyan, dupa. Pada tahap ontologis masyarakat mulai mengubah fungsi dari air terjun yang semula dikeramatkan kini juga berfungsi sebagai irigasi sawah. Pada tahap fungsionil masyarakat menjadikan tradisi ini tidak hanya sekedar ritual kebudayaan, tetapi juga bisa menjadi objek wisata. Strategi kebudayaan untuk mengatasi lubang hitam kebudayaan tradisi siraman Sedudo yaitu pada tahap mitis diperlukan penguatan agama serta lebih mengenalkan ilmu pengetahuan. Pada tahap ontologis komunikasi dan gotong royong. Pada tahap fungsionil mengingat kembali tujuan budaya serta menggali nilai-nilai luhur yang ada dalam budaya tersebut. Makna kebudayaan siraman Sedudo dari budaya statis menuju budaya dinamis. Siraman Sedudo dahulu hanya ritual kebudayaan, sekarang menjadi penggerak ekonomi, pemupuk toleransi dan objek wisata.

The Siraman Sedudo ritual is a native cultural ceremony from Nganjuk, East Java. The Siraman Sedudo ritual is an annual bathing ceremony held every year on the 15th day of the month of Suro. Prior to the main bathing ceremony, another ceremony, called Ruwat Bumi Tulak Tambal Sengkolo, is held. Both the Siraman Sedudo and Ruwat Bumi ceremony is done at Sedudo waterfall. The purpose of this tradition is to express gratitude as well as to repel disasters. This tradition has existed for hundreds of years, and it has gotten increasingly crowded each year. The Siraman Sedudo ritual has experienced changes and development. There are a variety of mythos, beliefs, and traditions formed around the ritual, and these beliefs are subjected to tourism. Therefore, this research used formal object cultural theory by C.A van Peursen, particularly about the three stages of development which consist of mythic, ontological, and functional stage. Peursen also offers a method how human can understanding culture in certain situations and condition, namely a cultural strategy. The aim of this research is to describe the Siraman Sedudo ritual, explain the ritual through the three stages of cultural development theory, and to present the analysis strategies as well as cultural meanings of the ritual. This research is using qualitative data obtained from field data observation and interview and reinforced by literature. The data obtained from literature and field are then processed by using methodical elements as interpretation, induction, deduction and historical continuity, so that new result can be presented in more structured and can be easily understood. The findings of the research argued that the Siraman Sedudo ritual has religious, customary, spiritual, economical, and socio-political values. On the mythical stage, people engage themselves in the Siraman Sedudo ritual by bringing mythical symbols such as Sesajen, Menyan, and Dupa. On the ontological stage, people altered the function of the waterfall from a sacred site into a place for irrigation. On the functional stage, the people make this tradition not only for cultural rituals but also as an object of tourism. The cultural strategy needed to solve problems within the cultural tradition of the Siraman Sedudo ritual involves three separate strategies: on the mythical stage, there needs to be a stronger emphasis on religious aspects and introduce scientific knowledge. On the ontological stage, further communication and mutual cooperation is needed. On the functional stage, reminders of the cultural purpose of this ritual and further deepening ancestral values within the tradition is needed. The cultural meaning of Siraman Sedudo is from static culture to dynamic culture Siraman Sedudo used to be just a cultural ritual, now it is a driving force for the economy, fostering tolerance and a tourist attraction.

Kata Kunci : Siraman Sedudo, Tahap kebudayaan, Strategi kebudayaan

  1. S1-2021-329335-abstract.pdf  
  2. S1-2021-329335-bibliography.pdf  
  3. S1-2021-329335-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2021-329335-title.pdf