KISAH ADAPTASI ANAK-ANAK TULI (Sebuah Studi Etnografi Pengalaman Belajar Anak-anak Tuli di Pesantren ABATA Temanggung)
YOGI MAULANA W, Wahyu Kustiningsih, MA.
2020 | Skripsi | S1 SOSIOLOGILatar Belakang: Keterlibatan anak-anak Tuli dalam penelitian telah meningkat pesat selama beberapa dekade terakhir, didorong oleh perubahan dalam undang-undang dan pengakuan yang lebih besar tentang hak anak untuk 'didengar' mengenai masalah yang mempengaruhi kehidupan mereka sendiri. Sebuah langkah untuk meneliti 'bersama' daripada 'pada' anak-anak Tuli telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir, dengan penekanan pada penjelajahan dunia anak-anak melalui mata mereka sendiri daripada melalui mata orang-orang dewasa disekitarnya. Alih-alih berupaya untuk memenuhi kebutuhan anak-anak Tuli denga cara melibatkan 'suara' mereka, pendidikan di Indonesia justru terus menempatkan anak-anak Tuli sebagai individu yang pasif dalam inovasi-inovasi metode belajarnya yang tidak benar-benar mampu memahami kebutuhannya. Aktor-aktor sosial dalam dunia pendidikan di Indonesia tidak menangkap tujuan yang sebenarnya dan sudah terlanjur apriori. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan pengalaman belajar anak-anak Tuli, terutama dengan intensi untuk melibatkan proses adaptasinya dalam usaha memaknai inovasi-inovasi pembelajaran di Pesantren Abata. Metode: Melalui penelitian etnografi, pengalaman belajar anak-anak Tuli didokumentasikan secara naratif. Sementara perspektifnya digali tidak hanya melalui pendekatan konvensional, tetapi juga turut melibatkan metode kreatif dengan pendekatan draw-write. Pendekatan yang berfokus tidak hanya pada apa yang anak-anak Tuli gambar atau tulis, tetapi pada apa yang anak-anak Tuli ceritakan tentang apa yang mereka gambar atau tulis. Kerangka Teori: Melalui paradigma behaviorisme, pengalaman adaptasi anak-anak Tuli di Pesantren Abata dianalisis dalam determinasi pengaruh hubungan timbal-baliknya. Hasil: Berdasarkan pengalaman belajarnya, anak-anak Tuli memiliki empat jalur adaptasi antara lain; penggunaan perangkat elektronik dan detail visual, hubungan pertemanan, aktivitas rekreasi, dan otonomi. Sementara itu berdasarkan analisis, kemampuan adaptasi anak-anak Tuli diuraikan dalam tiga domain antara lain; (1) emotional-level adaptation, yaitu respon yang dilakukan oleh anak-anak Tuli terhadap proses belajarnya di Pesantren Abata melalui kemampuannya menilai/mendefinisikan dan melakukan relaksasi terhadap gairah emosi negatifnya; (2) behavioral-level adaptation, merupakan tindakan yang dilakukan oleh anak-anak Tuli dalam rangka mengoptimalkan proses belajarnya secara mandiri di Pesantren Abata, seperti menulis buku harian, dan menggambar; dan (3) group-based adaptation, yaitu usaha-usaha yang dilakukan anak-anak Tuli dalam mengoptimalkan proses belajarnya melalui hubungan pertemanan atau kelompok belajar yang lahir secara mandiri dalam lingkungan permainan anak-anak Tuli di Pesantren Abata. Melalui proses refleksi terhadap pengalaman belajar anak-anak Tuli di Pesantren Abata, penulis menemukan tiga benang merah berkaitan dengan (1) narasi berbeda dunia anak-anak Tuli; (2) posisi alternatif anak-anak Tuli dalam produksi pengetahuan yang kontekstual; dan (3) asumsi tersembunyi Pesantren Abata.
Background: The involvement of Deaf children in research has increased considerably during the last few decades, aided by changes in legislation and greater recognition of children's rights to 'be heard' regarding issues that affect their lives. A move to research 'with' rather than 'on' Deaf children have occurred in recent years, with emphasis on exploring children's worlds through their own eyes rather than those of adults. Instead of trying to understand the needs of Deaf children by involving their 'voice', education in Indonesia continues to perceive Deaf children as passive individuals in innovative learning methods that are not truly able to understand their needs. Social actor in Indonesian education don't understand their true purpose and have become a priori. Purpose: This study aims to the documentation of Deaf children's learning experiences, especially to involve adaptation process to understand learning innovations in the Abata Boarding School. Method: Through ethnographic research, the learning experience of four Deaf children are documented narratively. While his perspective was explored not only through conventional interviews, but also involved creative methods with a draw-write approach. An approach that focuses not only on the perceived meaning of Deaf children's drawing but on the Deaf children's explanation of what their drawing was about. Framework: Through the behaviorist paradigm, Deaf children's adaptation experiences in Abata Boarding School analyzed in the reciprocal influence process. Findings: Based on their learning experiences, Deaf children have four adaptation channels: use of electronic devices and visual details, friendship relations, recreational activities, and autonomy. Meanwhile, based on analysis, the adaptability of Deaf children is described in three domains: (1) emotional-level adaptation, which is the Deaf children's responses to their learning process in the Abata Boarding School through their ability to assess/define and relax of negative emotions; (2) behavioral-level adaptation, is an individual action carried out Deaf children to optimize their learning process independently, such as writings a diary and drawings; and (3) group-based adaptation, which is the Deaf children efforts in optimizing their learning process through friendships or study groups that are independently in the Abata Boarding School. Through the reflection process on Deaf children's learning experiences at Abata, the author found three common grounds related to (1) different narratives of the Deaf children's world; (2) alternative position of Deaf children in contextual knowledge production; and (3) hidden assumption in Pesantren Abata.
Kata Kunci : Adaptasi, Anak-anak Tuli, Etnografi, Pendidikan, Pengalaman Belajar, dan Pesantren Tunarungu.