Laporkan Masalah

BUDAYA MEGALITIK DI KAWASAN DATARAN TINGGI LORE, KABUPATEN POSO, PROVINSI SULAWESI TENGAH: KAJIAN TERHADAP ASAL USUL DAN PROSES ADAPTASI

DWI YANI YUNIAWATI, Dr. Anggraeni, M.A.; Dr. Daud Aris Tanudirjo, M.A.

2020 | Disertasi | DOKTOR ILMU-ILMU HUMANIORA

Salah satu aspek yang sampai saat ini masih sering menjadi bahan diskusi di lingkungan para ahli adalah tentang asal-usul budaya megalitik yang ada di Indonesia. Memang tidak sedikit ahli yang sudah mencoba memberikan pendapat tentang asal-usul budaya ini, tetapi umumnya teori yang ada cenderung menyebutkan bahwa budaya megalitik di Indonesia berasal dari luar, yang dibawa oleh para migran melalui daratan Asia menuju ke kepulauan Indonesia. Namun, teori yang berbeda tentang tempat asal dan proses persebaran sebagaimana yang dikemukakan oleh masing-masing ahli justru seringkali menimbulkan kerancuan. Salah satu penyebabnya adalah teori tersebut masih belum didukung dengan data yang cukup memadai dan sahih. Menyadari keadaan di atas, suatu kajian yang lebih komprehensif tentang suatu kompleks megalitik di Indonesia sangat dibutuhkan. Karena itu, penelitian yang menjadi dasar penulisan disertasi ini mencoba untuk memenuhi kebutuhan ini. Adapun objek kajian yang dipilih adalah kompleks megalitik di Dataran Tinggi Lore. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) merekonstrusi cara-cara hidup untuk mengetahui gambaran perilaku pendukungnya maupun gagasan yang melatar-belakanginya; (2) menyusun sejarah kebudayaan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan yang terjadi selama berlangsungnya budaya megalitik tersebut dalam konteks perkembangannya di Nusantara dan dalam wilayah regional Asia Pasifik; (3) menggambarkan proses perubahan budaya untuk mengetahui mengapa dan bagaimana proses tersebut terjadi di wilayah penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah dengan menerapkan atau memadukan pendekatan materialistik dengan pendekatan multidisiplin seperti genetika dan bahasa. Hasil penelitian antara lain menunjukkan bahwa penanda genetika masyarakat saat ini cukup berbeda dengan pendukung budaya megalitik di wilayah ini, sehingga diusulkan bahwa migrasi manusia ke kawasan ini setidaknya sudah terjadi dalam tiga gelombang, yaitu penghunian awal sebelum 3.500 tahun yang lalu oleh manusia berciri Austrolomelanesid, berikutnya kedatangan manusia penutur Austronesia awal pada kurun waktu menjelang atau awal abad Masehi yang diindikasikan dari arus migrasi Taiwan-Filipina-Sulawesi-Nusa Tenggara, dan migrasi penutur Austronesia yang merupakan nenek moyang penduduk saat ini. Mengenai asal budaya megalitik berdasarkan perbandingan dengan temuan kubur tempayan batu yang serupa di tempat lain baik di Indonesia maupun di luar Indonesia memang ada dugaan berasal dari luar Indonesia (Laos atau India), namun dari data pertanggalan sementara ini tidak memberikan hasil yang pasti karena data pertanggalan situs-situs lain masih belum begitu jelas, sehingga tidak mendukung pendapat tersebut. Untuk sementara ini pertanggalan budaya megalitik di kawasan Dataran Tinggi Lore memang termasuk di antara yang tertua,terutama dalam konteks Indonesia, dan di dalam kehidupannya mereka ini sudah mengenal pertimbangan tertentu di dalam memanfaatkan bentang lahan dan beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Dari data yang diperoleh mengkonfirmasikan adanya pertanian (berladang) berupa padi dan biji-bijian lainnya serta umbi-umbian.

One aspect regarding megaliths in Indonesia that is still often discussed by experts is about the origin of the culture. Indeed, many experts have tried to contribute about the origin of this culture, and generally the existing theories tend to mention that the megalithic culture in Indonesia comes from outside, which is carried by migrants through the Asian mainland into the Indonesian archipelago. However, the exact place of origin and their process of distribution as mentioned in those theories are different, and this can be seen as a cause for confusion. One reason for those differences is that because those theories is still not supported by sufficient and valid data. Recognizing the above conditions, a more comprehensive study of megalithic complexes in Indonesia is urgently needed. The research which is the basis of this dissertation tries to fulfill this need. The chosen object of study is the megalithic complex in the Lore Plateau. The objectives of this study are: (1) to reconstruct ways of life, in order to find out the supporting behavior and the ideas behind it; (2) compiling cultural history to find out whether there are changes that occur during the megalithic culture in the context of its development in the Indonesian archipelago and in the Asia Pacific region; (3) describing the process of cultural change to find out why and how the changes occurred in the study area. The approach which was employed in this study is an integration between materialistic and other multidisciplinary approach such as genetics and language. One of the results of this study indicate that the genetic markers of the current society are quite different from those of the megalithic culture society in this region, so it is proposed that human migration to this region has occurred in at least three waves, firstly the initial occupation before 3,500 years ago by Austrolomelanesid, secondly the arrival of Austronesian speakers shortly before or during the 1st century AD as indicated by the migration flows of Taiwan-Philippines-Sulawesi-Nusa Tenggara, and the third wave was migration of Austronesian speakers who are the ancestors of the current population. Regarding the origin of megalithic culture based on comparisons with the similar stone jars in other places both inside and outside Indonesia, there are indeed indications that shows the origin of the Indonesian megalithic culture are from outside (Laos or India). One consideration, the current dating results were not able to give definitive answer regarding the origin because this dating data pool are still not very clear. For the time being, the megalithic culture in the Lore Plateau region is among the oldest, especially in the Indonesian context. The megalithic people of Lore Plateau were already familiar with certain considerations in utilizing landscapes and adapting to their natural environment. Agriculture (farming) in the form of rice and other grains and tubers were also present.

Kata Kunci : Megalitik, Kubur Tempayan Batu, Lembah Behoa, Lembah Bada, Sulawesi Tengah

  1. S3-2020-338899-abstract.pdf  
  2. S3-2020-338899-bibliography.pdf  
  3. S3-2020-338899-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2020-338899-title.pdf