Konstruksi Wacana Makna Dalam Lengger Banyumasan Sebagai Alat Mobilisasi Politik di Banyumas Era Orde Lama (1955-1965) dan Orde Baru (1966-1998)
ULFATUN RIZKI A, Dr. Amalinda Savirani, S.IP., M.A.,Ph.D
2020 | Skripsi | S1 POLITIK DAN PEMERINTAHANSeni dan politik di Indonesia sudah sejak lama berkelindan satu sama lain sebagaimana PKI memiliki Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan Manifestasi Kebudayaan (Manikebu) milik Orde Baru. Hal tersebut menimbulkan pergeseran konsep budaya lokal menjadi konsep politik, bahkan dalam era Orde Baru konten pementasan diatur oleh pemerintah. Seperti contoh pada pementasan wayang yang merupakan bentuk kebudayaan lokal kemudian dijadikan alat kampanye program pemerintah melalui cerita yang dibawakan oleh dalang. Pemanfaatan seni sebagai alat politik juga terjadi dalam karya seni Lengger Banyumasan di wilayah Banyumas, Jawa Tengah. Penelitian ini akan membahas mengenai konstruksi wacana yang dibangun oleh aktor politik sehingga berhasil menggeser makna seni Lengger Banyumasan dan menggunakannya sebagai alat politik yang berbeda-beda dari rezim ke rezim. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif metode analisis wacana, penelitian ini akan membedah bagaimana simbol-simbol dalam seni lengger bekerja mengalami penyesuaian oleh rezim, sehingga dapat mengubah makna awal. Selain itu, penelitian ini akan mengidentifikasi elemen apa saja dari Lengger Banyumasan yang berubah. Penelitian ini akan fokus pada periode Orde Lama (1955-1965) dan Orde Baru (1965-1998) dikarenakan pada periode tersebut terjadi transisi-transisi politik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada awalnya lengger merupakan seni pertunjukkan yang ditujukan sebagai media ritual dalam konteks masyarakat pertanian di wilayah Banyumas atas keberhasilan panen. Ia kemudian berkembang sebagai hiburan warga desa. Karya seni ini mencapai kejayaan menjelang tahun 1965 saat Lekra, organisasi seni yang menjadi underbouw Partai Komunis Indonesia (PKI) berperan aktif dalam melakukan ideologisasi petani. Setelah terjadi peristiwa G30S/PKI, lengger dilarang oleh Orde Baru karena dianggap terkait dengan penyebaran ideologi komunisme. Lengger bangkit kembali pada pemilu tahun 1971 karena dianggap sebagai media efektif dalam menyebarkan agenda politik Orde Baru. Kata kunci : Lengger, wacana, makna, simbol, Banyumasan
Art and politics in Indonesia have long intertwined with each other as the PKI had the New Order's Institute for People's Culture (Lekra) and new order's Cultural Manifestation (Manikebu). This led to a shift in the concept of local culture into a political concept, even in the New Order era, the performance content was regulated by the government. For example, in the wayang performance, which is a form of local culture, then used as a campaign tool for government programs through stories told by the puppeteers. The use of art as a political tool also occurs in the Lengger Banyumasan artwork in the Banyumas region, Central Java. This research will discuss about discourse construction built by political actors so as to successfully shift the meaning of Lengger Banyumasan art and use it as a political tool that varies from regime to regime. This study uses a qualitative approach to discourse analysis method, this research will dissect how the symbols in the art of lengger work are adjusted by the regime, so that they can change the initial meaning. In addition, this study will identify which elements of the Banyumasan Lengger have changed. This research will focus on the Old Order (1955-1965) and New Order (1965-1998) periods due to political transitions during those periods. The results of this study indicate that lengger was originally a performing art intended as a ritual medium in the context of agricultural communities in the Banyumas region for the success of the harvest. It then developed as an entertainment for the villagers. This artwork reached its heyday in 1965 when Lekra, the art organization that became the underbouw of the Indonesian Communist Party (PKI), played an active role in carrying out the ideologization of peasants. After the G30S / PKI incident, lengger was prohibited by the New Order because it was considered related to the spread of the ideology of communism. Lengger rose again in the 1971 elections because it was considered an effective medium in spreading the New Order political agenda. Keywords: Lengger, discourse, meaning, symbol, Banyumasan
Kata Kunci : Lengger, wacana, makna, simbol, Banyumasan