Laporkan Masalah

Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bidang Permukiman Sulawesi Tengah Pascagempa 2018

NUR HIDAYAH, Iman Satyarno; Ashar Saputra

2020 | Tesis | MAGISTER TEKNIK PENGELOLAAN BENCANA ALAM

Potensi bencana pascagempa Palu 2018 yang besar menyebabkan pembangunan permukiman dilakukan dengan rehabilitasi in-situ dan relokasi. Penanganan pada transisi darurat adalah pembangunan huntara yang hanya dihuni sebesar 52%, sedangkan pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi adalah pembangunan huntap yang sempat terhambat pembebasan lahan. Terkait bangunan publik yang rusak, bangunan kantor pemerintah belum mendapatkan prioritas perbaikan apapun. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pembangunan dan pemanfaatan huntara, mengevaluasi pembangunan huntap, mendata bangunan publik yang rusak, serta menyusun usulan metode rehabilitasi dan rekonstruksi di Sulawesi Tengah. Evaluasi pembangunan dan pemanfaatan huntara menggunakan kerangka kerja hasil, metode deskriptif kualitatif pada hasil wawancara, dan metode deskriptif kuantitatif pada hasil kuesioner. Evaluasi pembangunan huntap menggunakan metode deskriptif kualitatif, hasil pemeriksaan kerusakan bangunan menggunakan formulir modifikasi ATC-20-2 oleh UGM, serta evaluasi program rehabilitasi dan rekonstruksi di Sulawesi Tengah menggunakan deskriptif kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa per Juli 2019 huntara hanya dihuni sebesar 52%. Hal ini disebabkan oleh tidak ada bantuan jaminan hidup, kondisi yang kurang mendukung kegiatan ekonomi, ketidakpraktisan mobilisasi ke tempat kerja, huntara tidak nyaman, kurangnya air bersih, dan beberapa pengungsi telah memperbaiki rumahnya. Kepuasan penghuni yang rendah disebabkan oleh kondisi huntara yang panas, kapasitas bilik yang kecil, privasi kurang, dan sanitasi yang buruk. Kejadian pelecehan seksual juga dilaporkan terjadi di kawasan yang memiliki banyak unit. Tingkat penghunian dan kepuasan yang rendah ini menjadikan huntara kurang efektif untuk memindahkan dan mengembalikan aktivitas masyarakat. Terkait huntap, penelitian ini menemukan bahwa pembangunan huntap relokasi ditargetkan selesai pada September 2020, huntap satelit akan dibangun pada Agustus 2020, dan kegiatan perbaikan rumah tahap II dimulai sejak Maret 2020. Pembangunan huntap relokasi dan satelit menggunakan pendekatan rekonstruksi berbasis agensi di lahan relokasi dan konstruksi modular tidak melibatkan calon penghuni. Sedangkan perbaikan rumah tahap II, pendekatannya adalah rekonstruksi berbasis pemilik yang lebih memberdayakan masyarakat. Pendekatan ini mengijinkan masing-masing orang untuk memilih metode perbaikan rumah yang diinginkan, berperan dalam proses pengawasan, dan didampingi oleh BPBD. Hasil akhir pembangunan berupa tingkat okupansi dan kepuasan penghuni dari masing-masing pendekatan di atas dikhawatirkan berbeda, dimana pendekatan berbasis pemilik akan lebih diterima oleh masyarakat. Penelitian ini juga menemukan penyediaan lahan untuk huntara dan huntap mengalami kendala pembebasan lahan yang memperlambat konstruksi bangunan. Sedangkan terkait dengan pemeriksaan kerusakan bangunan publik, masih banyak bangunan yang saat ini dalam kondisi kurang dan tidak aman namun masih digunakan. Hal ini dikarenakan tidak ada pilihan lokasi yang lain dan biaya perbaikan yang belum diprioritaskan.

An enormous disaster potential following the 2018 Palu Earthquake caused the post-disaster settlement programs are developed by in-site rehabilitation and relocation. The programs are temporary shelters development in the emergency transition stage, which are only inhabited by 52% and the permanent residential home construction in the rehabilitation and reconstruction stage, which have been hampered by land acquisition issues. Regarding damaged public buildings, government office buildings have not received any priority. The research aims to evaluate the temporary shelter development and utilization, evaluate the permanent residential home development, record damaged public buildings, and set proposed rehabilitation and reconstruction methods in Central Sulawesi. The temporary shelter evaluation uses a results framework, qualitative descriptive on the interview results, and quantitative descriptive on the questionnaire results. The evaluation of permanent residential home development uses qualitative descriptive, the visual inspection result of damaged building uses the modified ATC-20-2 form by UGM and the evaluation of rehabilitation and reconstruction program in Central Sulawesi using qualitative descriptive. The research found that as of July 2019, the temporary shelter had an occupancy rate of only 52%. It is caused by the absence of life economic assistance, the less supportive surrounding condition, the impractical mobilization to the workplace, the uncomfortable shelter conditions, the lack of clean water, and some refugees have repaired their houses. The low satisfaction rate is caused by inadequate indoor airflow and lighting, small capacity, lack of privacy, and poor sanitary conditions. Several sexual assaults have also been reported in the area, which has many units. This low rate of occupancy and satisfaction makes the temporary shelters are less effective at moving and restoring community activities. Regarding the permanent residential home, the research found that the construction of a relocated house is targeted to be completed in September 2020, the construction of the satellite house begins in August 2020, and house repair phase II program started since March 2020. The development of relocated and satellite houses using the agency-driven reconstruction in relocated site approach and off-site/modular construction does not involve prospective residents. On the other side, house repair phase II, which the approach is the owner-driven reconstruction, is more empowering the community. The approach authorizes each person, supervised by BPBD, to choose the desired house repair method and play a role in monitoring. The development result is concerned to be different in occupancy and satisfaction level due to each approach above, in which the community will more accept the owner-driven reconstruction approach. The study also found that the land supply for temporary shelters and permanent residentials programs had trouble in land status diversion, which slowed down the construction. Regarding the damaged buildings inspection, there are still many buildings that are currently in the less safe and unsafe condition yet are still in use. It is because there are no other options for a new location, and the allocated rehabilitation cost has not been prioritized.

Kata Kunci : tingkat penghunian, kepuasan rendah, okupansi rendah, bangunan tidak aman

  1. S2-2020-434823-abstract.pdf  
  2. S2-2020-434823-bibliography.pdf  
  3. S2-2020-434823-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2020-434823-title.pdf