Sekolah Luar Biasa (SLB) D di D.I Yogyakarta dengan Penekanan pada Ragam Ekstrakurikuler Berbasis Minat dan Bakat Anak Berkebutuhan Khusus
DINA RIANDHANI T, Diananta Pramitasari, ST, M.Eng. Ph.D
2020 | Skripsi | S1 ARSITEKTURYogyakarta sebagai Kota Pelajar seharusnya memiliki semua fasilitas pendidikan, namun ternyata belum ada SLB D di Yogyakarta. Selama ini, penyandang tunadaksa bersekolah dengan cara digabung dengan ABK lainnya. Padahal dari sisi kebutuhan, tunadaksa memiliki karakteristik yang khas dan sangat berbeda dengan ABK lainnya. Di sisi lain, ABK yang bersekolah memiliki tingkat bolos sekolah yang tinggi karena menganggap sekolah tidak menarik. Maka dari itu, perlu diadakan SLB D di D.I Yogyakarta yang berbasis pada minat dan bakat anak agar anak tunadaksa memiliki tempat untuk mengekspresikan dirinya dan menimba ilmu untuk bekal hidup mandiri. Studi preseden dilakukan pada beberapa SLB di Indonesia maupun di dunia, seperti di Singapura dan China untuk mempelajari karateristik dari tipologi SLB. Survei juga dilakukan penulis pada SLB yang sudah terbangun di Yogyakarta, yaitu SLBN 1 Yogyakarta dan SLBN 1 Bantul yang merupakan SLB percontohan. Dari studi presenden tersebut, didapatkan banyak pelajaran penting terkait tipologi SLB, seperti program ruang, fasilitas yang harus diadakan, serta dimensi ruang. Konsep dari SLB D yang akan dibangun adalah Shining with (Dis)Ability, yaitu suatu konsep yang mengedepankan kemampuan siswa, walaupun dengan adanya ketidakmampuan siswa tersebut karena keterbatasan fisik yang dimilikinya. Implikasi dari konsep itu sendiri masuk ke dalam kurikulum sekolah yang menawarkan ekstrakurikuler sesuai dengan kecerdasan siswa, agar lebih semangat untuk bersekolah dan tetap mendapat keterampilan yang diminatinya. Ekstrakurikuler mengacu pada 8 kecerdasan anak, agar bakat dan potensi anak dapat dikembangkan dengan optimal. Program ruang pun berpusat pada kegiatan ekstrakurikuler dimana semua aktivitas ekstrakurikuler diwadahi dengan fasilitas yang sesuai standar tunadaksa, serta pengadaan ampiteater di tengah sekolah untuk pertunjukan ekstrakurikuler. Setiap anak diciptakan spesial. Termasuk di dalamnya, anak berkebutuhan khusus. Di lain pihak, terdapat fakta bahwa 1 dari 4 anak yang putus sekolah di Indonesia adalah Anak Berkebutuhan Khusus. Dengan diselenggarakannya SLB D di D.I Yogyakarta dengan penekanan pada ragam ekstrakurikuler berbasis minat dan bakat anak berkebutuhan khusus ini, diharapkan angka putus sekolah ABK dapat berkurang, anak menjadi lebih semangat bersekolah dan turut menyumbangkan prestasi.
Despite being known as The City of Students, Yogyakarta does not have adequate educational facilities including special schools type-D (Sekolah Luar Biasa D, or SLB-D). As of now, people with physical disabilities such as orthopedically handicapped-people still go to the same school with other Exceptional Children, whose needs are different from others. Additionally, Exceptional Children who are enrolled to school have high tendency of truancy as they find school unattractive. On that account, there is a need to introduce SLB-D carried out on the basis of empowering the childrens interests and talents in order to allow children with physical disabilities to have a safe haven, which facilitates them to express themselves while being equipped with the knowledge for the provision of independent living. This thesis draws on earlier studies commenced at various SLB in Indonesia and around the world such as in Singapore and China that focus on the characteristics of SLB typology. This thesis also includes a survey conducted in SLB in Yogyakarta such as SLBN 1 Yogyakarta and SLBN 1 Bantul. From this study, it can be derived numerous key lessons related to the typology of SLB such as the space program, essential facilities and the space dimension. This thesis will introduce Shining with (Dis)Ability, a concept of a special school that prioritizes the ability of students despite their inability derived from their physical limitations. This concept is used to develop practical recommendations that would allow the incorporation of extracurricular activities in school in accordance to the students intelligence in order to improve their enthusiasm to attend school and allow them to obtain a set of skills that interest these students. The proposed extracurricular activities touch upon eight childrens intelligence that would foster the development of students talents and potentials. The space program is also centred on extracurricular activities whereby students with orthopedically handicapped are accommodated with the facilities that meet their special needs, along with the provision of amphitheatre established in the middle of the school for any extracurricular performances. Every children is special. This statement applies to nobody but all Exceptional Children. In light of the fact that one out of four children who drop out from school in Indonesia are Exceptional Children. By establishing SLB-D in Yogyakarta that introduces extracurricular activities based on the interests and talents of orthopedically handicapped-students, it is expected that the dropout rates will be reduced, the enthusiasm among these students will be improved, thus, contributing to their achievements.
Kata Kunci : Sekolah Luar Biasa, SLB, Anak Berkebutuhan Khusus, ABK, Tunadaksa