Laporkan Masalah

Bertani dalam Ambivalensi: Melihat Dinamika Orang Muda dalam Gerakan Sosial Sekolah Pertanian Alternatif (Studi Refleksi di Sekolah Tani Muda, Yogyakarta)

Rewina Ika Pratiwi, Dr. Agung Wicaksono, M.A.

2020 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

Ekspansi industrialisasi di sektor pertanian membawa dampak berkepanjangan terhadap permasahalahan akses lahan dan komposisi tenaga kerja. Di negara dunia ketiga seperti Indonesia khususnya di Jawa, permasalahan berkurangnya jumlah luas lahan pertanian sebagai akibat dari alih guna lahan dan penurunan jumlah petani usia muda sebagai dampak dari otomasi pertanian menjadi masalah yang krusial untuk diselesaikan. Dua hal tersebut kemudian menjadi permasalahan struktural yang mendasar bagi kemunculan gerakan-gerakan sosial pertanian yang berkepentingan untuk menyebarkan wacana pertanian anti kapitalisme, tidak berorientasi pada produksi pertanian masal, dan setia pada pada prinsip pertanian berkelanjutan. Salah satu bentuk dari gerakan sosial pertanian seperti itu ialah sekolah pertanian alternatif di Yogyakarta yang menamai diri mereka sebagai Sekolah Tani Muda. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dinamika orang muda di sebuah sekolah pertanian alternatif yang mengembankan cita-cita besar kepada mereka, berkaitan dengan gerakan pertanian, masalah struktural agraria, hingga terciptanya sistem perekonomian baru, sedangkan di satu sisi, ada situasi riil yang tidak dapat diabaikan, bahwa peserta didik di Sekolah Tani Muda tidak semuanya datang ke sekolah tersebut untuk agenda besar yang telah disebutkan sebelumnya. Beberapa di antara mereka hanya datang untuk sebuah alasan material, pemenuhan kebutuhan, dan pertimbangan pilihan sektor pekerjaan. Hal tersebut kemudian memunculkan sebuah kondisi ambivalen dalam praktik pertanian yang dilakukan oleh peserta didik di sekolah tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi ambivalen tidak dapat dipisahkan dari dialektika orang muda dengan stigma orang tua terhadap sektor pertanian, akses terhadap pendidikan pertanian, akses terhadap lahan, dan kategori sosial mereka sebagai orang muda. Sebagai satu catatan penting, keputusan orang muda untuk bergabung di sebuah sekolah perhtanian alternatif dan bertani kolektif di dalamnya tidak dapat menjamin bahwa sistem pertanian ideal dalam gagasan Sekolah Tani Muda yang bercita-cita mewujudkan kedaulatan pangan dan melawan produktivitas pertanian skala industri dapat menjadi pilihan profesi yang utama dan satu-satunya bagi peserta didiknya.

The expansion of industrialization in agricultural sector had a prolonged impact on land access issues and labor composition. In the third world countries such as Indonesia especially in Java, the problem of land grabbing, land convertion, and the decrease number of young farmers as a result of agricultural automation becomes a problem that must be solved this day. These two things then become fundamental structural problems for the emergence of social agricultural movements that have an interest and concern to spread anti-capilatism agricultural discourse, have no orientaion to agricultural mass production, and consistent to the principles of sustainable agriculture. One model or representasion of those agricultural social movements is an alternative agriculture school in Yogyakarta that names themselves as Sekolah Tani Muda. This study aims to perceive the dynamic of young people in an alternative agricultural school that put great expectations to them related to the big conception of agricultural movement, structural problem in agriculture, until the realization of a new economic system. Meanwhile on the other hand, there is a real situation that cannot be ignored, that not all the students in Sekolah Tani Muda came to the school for the same big agenda as I mentioned before. Some of them came to the school only for a material reasons, fulfillment of needs, and their work considerations related to agricultural or non-agricultural sector. Those things raised an ambivalent condition in student farming practice of the school. The results of this study indicate that ambivalent conditions cannot be separated from the dialectics of young people with parents' stigma towards the agricultural sector, access to agricultural education, access to land, and their social categories as young people. As an important note, the decision of young people to join an alternative agriculture school and collective farming then cannot guarantee Sekolah Tani Muda ideal agricultural system that have expectation to the implementation of food sovereignty and their counteract to industrial agriculture as the one and only choise of the young people livelihood.

Kata Kunci : Gerakan sosial, petani muda, transgresi, regenerasi petani, Sekolah Tani Muda

  1. S1-2020-378462-abstract.pdf  
  2. S1-2020-378462-bibliography.pdf  
  3. S1-2020-378462-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2020-378462-title.pdf