Analisis Proses Produksi Sepatu Kulit Menggunakan Pendekatan Six Sigma pada PT. Brodo Ganesha Indonesia
KEVIN ARVYGIAN WIRAMA, Amanda Acintya, S.E., M.Sc.
2018 | Skripsi | S1 AKUNTANSIPT. Brodo Ganesha Indonesia adalah perusahaan manufaktur dalam bidang industri sepatu. Proses produksi yang dilakukan memiliki standar kualitas demi kepuasan pelanggan, sehingga produk cacat tidak diabaikan melainkan diidentifikasi untuk diperbaiki. Perbaikan ini menimbulkan Cost of Poor Quality (COPQ) yang harus disadari sebagai biaya karena memengaruhi profitabilitas perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas berdasarkan level Six Sigma dan mengidentifikasi faktor-faktor dominan penyebab cacat produk pada alur proses produksi sehingga dapat memberikan rekomendasi upaya peningkatan kapabilitas produksi. Analisa dilakukan dengan mengidentifikasi hasil produksi dan jumlah produk cacat dalam periode tahun 2017. Pengambilan data dilanjutkan dengan observasi dan wawancara kepada kepala divisi riset, kepala divisi proses, dan kepala divisi kontrol kualitas. Metode yang digunakan adalah Six Sigma dengan langkah Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). Langkah Define mengidentifikasi alur produksi dan jenis produk cacat dengan konsep Critical to Customer. Langkah Measure, menyajikan alur produksi pada diagram SIPOC, menghitung nilai Defect Per Million Opportunities (DPMO) yang dikonversikan ke level sigma, serta menghitung COPQ. Langkah Analyze, membuat diagram pareto untuk mengetahui jenis cacat yang paling signifikan berdasarkan frekuensi kejadian dan COPQ. Analisa penyebab cacat dilakukan dengan membuat diagram sebab akibat. Pemecahan masalah dilakukan dengan membuat lembar kerja Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) sebanyak 3 kali yang diberi skala severity, occurrence, dan detection oleh para kepala divisi. Langkah Improve, melakukan brainstorming dengan pihak perusahaan untuk membuat rekomendasi aksi perbaikan berdasarkan nilai Risk Priority Number (RPN) tertinggi pada FMEA. Langkah Control, membuat rencana pengendalian supaya peningkatan level sigma dapat terus terlaksana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan selama tahun 2017 menunjukkan nilai DPMO sebesar 6480,243613 dan perusahaan berada pada level 3,98 sigma. Jenis cacat yang paling dominan berdasarkan frekuensi kejadiannya adalah kerusakan sole, sedangkan jenis cacat yang paling dominan berdasarkan COPQ adalah kerusakan kulit. Nilai RPN pada 3 lembar FMEA menunjukkan masalah dominan yang harus diselesaikan adalah kerusakan kulit berdasarkan faktor measure, kerusakan sole berdasarkan faktor measure, dan kerusakan sole berdasarkan faktor methods. Masing-masing masalah dapat diselesaikan dengan mengadakan uji durabilitas, memberi pelatihan teknik jahitan kepada pekerja, dan melakukan rekrutmen petugas inspeksi berdasarkan kompetensi pendidikan Akademi Teknologi Kulit serta mengejar sertifikasi ISO/TC 216 supaya produk yang dihasilkan mampu menembus pasar internasional.
PT. Brodo Ganesha Indonesia is a shoe manufacturing company. The production process undertaken has quality standards for customer satisfaction, so the defect products can not be ignored but have to be repaired. This improvement raises Cost of Poor Quality (COPQ) which must be realized as a cost because it affects the profitability of the company. This study aims to determine the level of quality based on the Six Sigma level and identify the dominant factors causing the defect on production process so it can provide recommendations for increased production capability. The analysis is done by identifying the results and the number of defect products in the period of 2017. The data were collected by an interview and observation to the head of research division, head of process division, and head of quality control division. This research using Six Sigma method with Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC) steps. Define, identify the production process and defect products using Critical to Customer concept. Measure, presents the production flow on the SIPOC diagram, calculates Defect per Million Opportunities (DPMO) converted to sigma level, as well as COPQ. Analyze, create a pareto diagram to find out what is the most significant problem based on frequency of occurrence and COPQ. Analysis of the defects is done by making the cause and effect diagrams. Troubleshooting is done by making the Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) worksheet 3 times given the scale of severity, occurrence, and detection by the head of divisions. Improve, brainstormed with the company to make recommended actions based on the highest Risk Priority Number (RPN) on FMEA. Control, making a supervising plan in sigma level increasement. The results showed that in 2017 the company showed DPMO of 6480,243613 and the company was at 3.98 sigma level. The most dominant type of defect based on frequency of occurrence is a sole damage, while the most dominant type of defect based on COPQ is leather damage. The RPN value on 3 sheets of FMEA indicates the issues to be configured are leather damaged by methods, sole damaged by measure, sole damaged by methods, and Each problem can be accomplished by conducting durability testing, training of stitching techniques to workers, and recruiting inspectors who meet the requirements of study from the Akademi Teknologi Kulit, also set the ISO/TC 216 Certification as a goal for the products to be able to penetrate on international markets.
Kata Kunci : Pengendalian Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Biaya Kualitas