Laporkan Masalah

Resolusi Konflik (Studi Kasus : Relokasi Pembangunan Bandara Internasional di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo DIY )

AMELIA , Theresia Octastefani. M.AP. M. Pol. Sc

2016 | Skripsi | S1 ILMU PEMERINTAHAN (POLITIK DAN PEMERINTAHAN)

Pembangunan bandara baru Internasional merupakan kebijakan pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam meningkatkan transportasi penerbangan untuk kawasan Jawa Tengah bagian Selatan. Hal ini menimbulkan perlawanan dari masyarakat yang menolak pembangunan yang disebabkan lahan yang akan dijadikan calon lokasi pembangunan sebagian merupakan milik masyarakat dan sebagian lainnya milik Paku Alaman Ground (PAG). Kondisi ini semakin memburuk semenjak adanya pematokan yang dilakukan pihak PT.Angkasa Pura I bersama Pemerintah Kabupaten dan aparat keamanan pada tahun 2012 yang dilakukan tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat, sehingga menyebabkan munculnya gerakan masyarakat petani dalam melakukan perlawanan yang bernama organisasi Wahana Tri Tunggal (WTT). . Dalam penelitian ini rumusan masalahnya adalah Bagaimana Upaya Penyelesaian Konflik Terkait dengan Kebijakan Relokasi Pembangunan Bandara?. Dalam upaya pembahasan penulis menggunakan konsep Konflik dan konsep Resolusi Konflik. Metode dalam penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study). Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui Observasi, Wawancara, Studi Pustaka dan Dokumentasi. Hal ini guna untuk dapat melakukan pengamatan secara langsung dilapangan terhadap upaya penyelesaian konflik dan pihak yang terlibat konflik. Berdasarkan hasil penelitian, upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh pemerintah, PT.Angkasa Pura I dan masyarakat yang terkena dampak pembangunan pertama melalui proses negosiasi dan melalui proses litigasi. Akan tetapi negosiasi yang dilakukan pada tahun 2013 dinyatakan gagal. Hal ini, dikarenakan hasil dari proses negosiasi tidak memberikan solusi terhadap penyelesaian konflik. Sehingga negosiasi yang dilakukan pun tidak memberikan hasil positif terhadap konflik yang ada. Upaya penyelesaian konflik melalui proses litigasi dapat dinyatakan berhasil karena hasil keuputusan kasasi No.456 K/TUN/2015 yang dikabulkan Makamah Agung, sehingga melalui hasil keputusan ini proses pembangunan bandara dapat dilanjutkan. Walalupun melalui hukum proses pembangunan sudah sah dan dapat dilanjutkan kembali, kendati pun pemerintah masih mengalami kendala perihal tahapan appraisal yakni tahapan ganti rugi. Hal ini disebabkan oleh pendataan dan pengukuran tanah yang belum terselesaikan secara maksimal. Isu yang dulunya lebih kepada mempertahankan kesejahteraan hidup masyarakat bergeser menjadi isu hak atas kepemilikan tanah. Sehingga konflik relokasi pembangunan bandara masih belum usai, karena masyarakat WTT yang dulunya lebih menolak kepada pembangunan karena faktor kesejahteraan sekarang beralih menolak tanahnya untuk dilakukan pendataan karena hak atas kepemilikan tanah.

Development of new International Airport is the policy of Yogyakarta Special Region Goverment in improving aviation transport for the southern part of Central Java region. This raises the resistance of the people who fight against project because the land that would be candidates for partial construction site belong to the community and in others belong to Paku Alaman Ground (PAG). This condition has deteriorated since the peg conducted by PT.Angkasa Pura I along with the District Government and the security apparatus in 2012 were done without their dissemination to the public, leading to the emergence of farming communities in the resistance organization called Wahana Tri Tunggal (WTT) . The problem formulation of this study is How Conflict Resolution Efforts Related to Relocation Policy Development Service? For discussion, author uses the concept of Conflict and Conflict Resolution. The method in this research is qualitative method with case study approach. Data was gathered through observation, interview, Library Studies and Documentation. This is in order to do direct observation in the field against the efforts to settle the conflict and the parties involved in the conflict. Based on this research, conflict resolution efforts undertaken by the government, PT.Angkasa Pura I and society affected by the construction of the first through the negotiation process and through litigation. But the negotiations were conducted in 2013 declared a failure. This, because the outcome of the negotiation process does not provide a solution to the conflict settlement. So that any negotiations that do not give positive solution to the conflict. Conflict resolution through litigation can be declared a success as the result of an appeal decision 456 K / TUN / 2015 which granted the Supreme Court, so due to the decision results, the development of the airport can be continued. Although the legal process of development is legitimate and can be resumed, the government are still experiencing problems regarding the appraisal stage phase compensation. This is caused by the data collection and measurement of unresolved land optimally. Issues that were once more to defend the welfare of society shifted to the issue of their ownership rights. So the conflict relocation of the airport construction is still not over, WTT community that was once more refused to development because of the well-being now switched refused land for data collection for their ownership rights.

Kata Kunci : Konflik � Resolusi Konflik � Relokasi Pembangunan Bandara

  1. S1-2016-328790-abstract.pdf  
  2. S1-2016-328790-bibliography.pdf  
  3. S1-2016-328790-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2016-328790-title.pdf