PREDIKSI KEGAGALAN FIBRINOLITIK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM SKORING PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT ELEVASI SEGMEN ST
SATRIA MAHENDRA, Dr dr Budi Yuli Setianto SpPD(K) SpJP(K), dr Hariadi Hariawan SpPD SpJP(K)
2016 | Tesis-Spesialis | SP KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULARLatar Belakang: Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit sindroma koroner akut yang paling sering dijumpai pada usia dewasa, dan dibutuhkan reperfusi segera. Percutaneous coronary intervention (PCI) primer adalah terapi reperfusi yang utama, tetapi karena banyak keterbatasan, maka seringkali dipilih terapi reperfusi dengan fibrinolitik. Fibrinolitik memiliki resiko kegagalan yang tinggi, sehingga penting untuk dapat memprediksikan gagal tidaknya terapi ini. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sistem skoring yang dapat memprediksikan kegagalan fibrinolitik pada pasien IMA-EST. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dengan menggunakan data rekam medik dari RSUP Dr. Sardjito di Yogyakarta yang dicatat pada Juni 2014-Desember 2015. Populasi adalah penderita IMA-EST yang dilakukan tindakan reperfusi menggunakan regimen streptokinase. Penentuan kegagalan fibrinolitik menggunakan perubahan elevasi segmen ST pada elektrokardiogram (EKG) pre dan post fibrinolitik. Kemudian dilakukan analisis dan pembuatan sistem skoring. Hasil: Sebanyak 105 pasien dengan rerata usia 57.82+-9.59 tahun diikutsertakan dalam penelitian ini. Subjek yang mengalami kegagalan fibrinolitik sebanyak 53 orang (50.5%). Sebanyak 95 orang (90.5%) adalah pria. Subjek yang memiliki usia > 75 tahun sebanyak 6 orang (5.7%), hipertensi 48 orang (45.7%), onset > 6 jam sebanyak 29 orang (27.6%), hiperglikemia 26 orang (24.8%), tidak merokok 23 orang (21.9%), killip > 1 sebanyak 20 orang (19%), dan diabetes sebanyak 17 orang (16%). Subjek yang mengalami leukositosis/neutrofilia yaitu 88 orang (83.8%), gula darah sewaktu (GDS) > 200 sebanyak 26 orang (24.8%), infark yang melibatkan lokasi anterior sebanyak 60 orang (57.1%). Pada penelitian ini didapatkan bahwa onset > 6 jam, hiperglikemia, dan lokasi infark anterior berhubungan secara independen dengan kegagalan fibrinolitik (OR = 11.3, p = 0.000; OR = 6.11, p = 0.003; OR = 10.5, p = 0.001). Setelah penentuan sistem skor, didapatkan bahwa skor > 2 memprediksikan kegagalan fibrinolitik, dengan sensitivitas 53% dan spesifisitas 94%. Kesimpulan : Sistem skoring yang terdiri dari onset IMA-EST > 6 jam, hiperglikemia saat kedatangan, dan lokasi infark yang melibatkan anterior, dapat digunakan untuk memprediksi kegagalan fibrinolitik pada pasien IMA-EST yang dilakukan fibrinolitik menggunakan streptokinase dengan sensitivitas sebesar 53% dan spesifisitas 94%.
Background: ST elevation myocardial infarction (STEMI) is the most common acute coronary syndrome in adults, and requiring immediate reperfusion. Primary percutaneous coronary intervention (PCI) is the main reperfusion therapy, but because of many limitations, fibrinolytic is often chosen. Fibrinolytic have high failure risk, so it is important to be able to predict whether this therapy will fail or not. This research aim to create a scoring system to predict failed fibrinolytic in STEMI patients. Methods: This is retrospective cohort study using medical records data from Dr. Sardjito General Hospital in Yogyakarta, recorded in June 2014-December 2015. The population was STEMI patients that reperfused with streptokinase regiment. Determination of failed fibrinolytic was using the difference in the ST segment elevation of the pre and post fibrinolytic electrocardiogram (ECG). Then analysis and making of scoring system was done. Results: A total of 105 patients with mean age of 57.82+-9.59 years are included in this study. Subjects with failed fibrinolytic was 53 peoples (50.5%). A total of 95 people (90.5%) were male, 6 people (5.7%) had age >75 years old, hypertension were 48 people (45.7%), onset > 6 hours were 29 people (27,6%), hyperglycemia 26 people (24.8%), no smoking 23 people (21.9% ), Killip >1 20 people (19%), and diabetes were 17 (16%) people. Subjects who had leukocytosis / neutrophilia were 88 people (83.8%), random blood glucose > 200 were 26 people (24.8%), and location of infarct involving anterior were 60 people (57.1%). In this study it was found that the onset of > 6 hours, hyperglycemia, and the location of anterior infarction associated independently with failed fibrinolytic (OR = 11.3, p = 0.000; OR = 6.11, p = 0.003; OR = 10.5, p = 0.001). After scoring system was done, it was found that score > 2 predict failed fibinolytic, with 53% sensitivity and 94% specificity. Conclusions: Scoring system consisting onset > 6 hours, hyperglycemia in arrival, and infarct location involving anterior, can be used to predict failed fibrinolytic in STEMI patients using streptokinase with 53% sensitivity and 94% specificity.
Kata Kunci : Fibrinolitik, IMA-EST, Streptokinase, prediksi kegagalan fibrinolitik, sistem skoring