STUDI EPIDEMIOLOGI DETERMINAN SOSIAL BUDAYA, PERILAKU DAN LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS BERBASIS GEOSPASIAL DAN MODEL PREDIKSINYA DI KABUPATEN PASAMAN BARAT
MASRIZAL, Prof. dr. Hari Kusnanto, Dr.PH: dr. Luthfan Lazuardi, MKes, PhD
2016 | Disertasi | S3 Kedokteran UmumLatar Belakang: Kabupaten Pasaman Barat merupakan daerah endemis filariasis yang memiliki jumlah kasus filariasis sebanyak 40 kasus dengan angka prevalensi penyakit tertinggi di Propinsi Sumatera Barat yaitu 12,40 pada tahun 2013, yang tersebar di sembilan kecamatan yaitu kecamatan Ranah Batahan, Sungai Beremas, Koto Balingka, Lembah Melintang, Sungai Aur, Sasak Ranah Pesisir, Pasaman, Talamau dan Kinali. Separoh luas wilayah Kabupaten Pasaman Barat ditanami sawit. Lingkungan perkebunan kelapa sawit yang diselingi parit-parit kecil dengan air genangan untuk mengairi tanaman sawit dan mencegah kebakaran,genangan air tersebut menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk dan perkebunan semak-semak sebagai tempat peristirahatan nyamuk, juga berkembangbiak di air payau di tepi pantai, lingkungan seperti ini sesuai untuk perkembangan vector penularan filariasis yakni nyamuk Culex, Armigeres, Anopheles dan Mansonia. Tujuan: dari penelitian adalah dapat memberikan informasi tentang faktor risiko yang berhubungan kejadian filariasis dan jenis filariasis serta implementasikan penggunaan system informasi geografis untuk pengelompokkan kasus filariasis berdasarkan unit waktu dan kewilayahan di Kabupaten Pasaman Barat. Metode: Merupakan penelitian cross sectional dengan yang didukung dengan pemeriksaan laboratorium, kemudian menggunakan pendekatan sistem informasi geografis (SIG), yaitu mempelajari prevalensi kejadian filariasis hubungan dengan faktor agent, host dan environment. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014. Populasi yaitu seluruh penduduk di 9 kecamatan. Sampelnya yaitu penduduk yang bersedia diambil darahnya yang berada dilokasi penelitian minimal 500 orang berdasarkan ketetapan dari Depkes RI mengenai survey darah untuk penelitian filariasis dengan kriteria umur penduduk > 13 tahun. Cara pengambilan sampel adalah dengan cara purposive sampling (non probalistic sampling) yaitu keluarga penderita dan tetangga terdekat dengan rumah penderita. Pengolahan data menggunakan analisis univariat, spasial, bivariat, dan multivariat, Analisis multivariat dilakukan untuk melihat hubungan atau mempredisikan variabel independen mana yang paling dominan hubungannya terhadap variabel dependen. Hasil: Dari 500 orang responden yang diperiksa darah venanya pada siang hari yang positif filariasis yaitu sebanyak 71 orang (14,20 %) dan yang negatif filariasis sebanyak 429 orang (85,805). Dari 71 orang responden yang Positif Filariasis ada 17 orang responden yang jenis filarianya Wuchereria Bancrofti serta 51 orang responden jenis filarianya Brugia Malayi. Distribusi penyebaran kecamatan yang paling banyak positif filariasis adalah kecamatan Sungai Aur sebanyak 33 orang responden ( 6 Wuchereria Bancrofti dan 27 Brugia Malayi ) dan paling sedikit kecamatan Sungai Beremas 2 orang responden dengan jenis filaria Wuchereria Bancrofti. Distribusi kasus-kasus filariasis mengelompok didaerah perkebunan sawit, yaitu kecamatan Sungai Aur dan kecamatan Koto Balingka. Hasil statistik menentukan bahwa status social budaya (Tingkat Pendidikan (Prob. 0,001 pengetahuan (prob 0,001), pekerjaan (prob. 0,001), penghasilan (prob. 0,001), dan suku ( prob. 0.001) factor yang berhubungan dengan kejadian filariasis secara analisis kewilayaan. Sedangkan perilaku masyarakat memakai kelambu p value 0,001, PR= 2,059), pola berpakaian ( P. Value 0,01 PR= 1,646 ), memakai kawat kasa ( P. Value 0,01 PR= 1,901 ) Terdapat hubungan yang signifikan antara dengan kejadian filariasis. Ternyata secara analisis uji regresi GeoDa ( keluar rumah, (Prob. 0,001), memakai obat nyamuk (Prob. 0,001), pola berpakaian (Prob. 0,001 ), memelihara hewan reservoir(Prob. 0,001) dan memakai kawat kasa (Prob. 0,001) yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian filariasis secara analisis kewilayaan. Terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan tempat tinggal dekat pantai ( P. Value 0,01 PR= 0,446 ), semak belukar( P. Value 0,01 PR= 0,519 ) dengan kejadian filariasis. Sedangkan faktor lingkungan dari hasil uji regresi GeoDa ( tempat tinggal dekat sungai (Prob. 0,001), rawa-rawa (Prob. 0,001), semak belukar(Prob. 0,001) , kebun (Prob. 0,001) yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian filariasis, secara analisis kewilayaan. Faktor risiko terkuat yang berhubungan dengan kejadian filariasis adalah pemakain kawat kasa secara analisis multivariat, Sedangkan Faktor risiko yang terkuat yang berhubungan dengan kejadian filariasis secara analisis kewilayaan adalah tinggal dekat kebun di Kabupaten Pasaman Barat. Analisis Clustering Kejadian Filariasis menggunakan menggunakan Spatial Pattern Analysis Kernel Density diketahui bahwa terdapat dua pengelompokkan kasus yang berada pada daerah Sungai Aur. Pengelompokkan kejadian filariasis yang pertama pada Nagari Air Haji sebanyak 7 kasus, pengelompokan kejadian filariasis yang kedua pada Nagari Binjai sebanyak 8 kasus sedangkan pengelompokkan yang ketiga pada bagian Lembah Melintang yaitu pada Nagari Koto Pinang ditemukan jumlah kasus sebanyak 6 kasus. Kesimpulan: Secara spasial persebaran kejadian filariasis berada di area perkebunan kelapa sawit, rawa rawa, sungai dan persawahan. Variabel yang berperan sebagai faktor risiko kejadian filariasis adalah pemakain kawat kasa, Sedangkan Faktor risiko yang paling dominan mempengaruhi kejadian filariasis dari hasil uji GeoDa adalah tinggal dekat kebun di Kabupaten Pasaman Barat tahun 2014, Disarankan kepada masyarakat agar menggunakan kelambu waktu tidur dan pakaian yang melindungi seluruh bagian tubuh. Perlu dilaksanakan penyuluhan tentang filariasis dan pengendalian vektor, jenis nyamuk dan lingkungan secara terpadu serta program kasalisasi.Dan juga saran untuk memeriksa jenis nyamuknya.
Background : West Pasaman is filariasis endemic region, has 40 filariasis cases with highest prevalence rate in West Sumatera province that is 12,40 in 2013, spread over nine districts are district Ranah Batahan, Sungai Beremas, Koto Balingka, Lembah Melintang, Sungai Aur, Sasak Ranah Pesisir, Pasaman, Talamau dan Kinali. Half of West Pasaman area planted with palm oil. Palm oil plantation environment interspersed with small trenches contain puddle of water to irrigate crops of palm oil and prevent fires, these puddle turn to be a mosquito breeding sites and the bushes plantations as the resting place of mosquitoes, also breed in brackish water on the seaside, this kind of environment suitable for development vector transmission of filariasis such as Culex mosquitoes, Armigeres, Anopheles and Mansonia. Objective The purpose of this study is to provide information about the risk factors related to incidence of filariasis and types of filariasis and also implementation of geographic information system used for grouping filariasis cases by time and territorial units in West Pasaman. Method. This study is a cross-sectional study supported by laboratory tests and then used geographic information systems (GIS) approach, which studied the prevalence of filariasis relationship with agent, host and environment factors. This research was conducted in 2014. The population is entire resident in 9 districts. The sample is resident who are willing to have blood drawn at least 500 people in research location based on the provisions of Indonesia Health Department about blood survey to filariasis study with criteria of resident is aged > 13 years. Sampling technique was purposive sampling (non probabilistic sampling) is family of the patient and the nearest neighbor of patient homes. Processing data using univariate analysis, spatial, bivariate, and multivariate. Multivariate analysis was conducted to see the relationship or to predicted most dominant independent variables to dependent variable. Results. Out Of the 500 people who checked their veins blood in the day there are 71 positive filariasis (14,20 %) and 429 people (85.805) negative filariasis. From the 71 respondents who positive filariasis there were 17 respondents with Wuchereria bancrofti type and 51 respondents Brugia malayi type. Distribution of the most widely spread of positive filariasis districts is Sungai Aur district as many as 33 respondents (6 Wuchereria bancrofti and 27 Brugia malayi ) and fewest district is Sungai Beremas that are 2 respondents with Wuchereria bancrofti filarial type. Distribution of filariasis cases likely gather in palm oil plantation, which are Sungai Aur and Koto Balingka district. Statistical results determine that the social culture status(level education (Prob. 0.001 knowledge (prob 0,001), occupation (prob. 0,001), income (prob. 0,001), and ethnic grup (prob. 0001) are factors related to the incidence of filariasis based of territorial analysis. Meanwhile, people's behavior to using nets ( p value 0,001, PR = 2.059), patterns of dress (P. Value 0.01 PR = 1.646), using wire netting (P. Value 0.01 PR = 1.901) show a significant correlation between the incidence of filariasis. Under analysis of regression GeoDa found that (out of the house, (Prob. 0.001), wear insect repellent (Prob. 0.001), patterns of dress (Prob. 0.001), keeping animals reservoir (Prob. 0.001) and wear a wire gauze (Prob. 0.001) factors ha significant relationship with the incidence of filariasis based of territorial analysis. There is a significant relationship between the neighborhood near the beach (P. Value 0.01 PR = 0.446), shrubs (P. Value 0.01 PR = 0.519) with the incidence of filariasis. While environmental factors on the results of the regression test GeoDa (residence near the river (Prob. 0.001), marshes (Prob. 0.001), shrubs (Prob. 0.001), garden (Prob. 0.001), which had a significant relationship with the incidence of filariasis based of territorial analysis. The strongest risk factors associated with the incidence of filariasis is the usage of wire netting by result of multivariate analysis, while the strongest risk factors associated with the incidence of filariasis based territory analysis is staying near the plantation in West Pasaman. Clustering Analysis of filariasis cases using Spatial Pattern Analysis Kernel Density is known that there are two groupings of cases in Sungai Aur area. The first grouping incidence of filariasis in Nagari Air Haji with 7 cases, the second in Nagari Binjai many as 8 cases whereas the third grouping in the Lembah Melintang is in Nagari Koto Pinang found the number of cases as much as 6 cases. Conclusion. Based of spatial, distribution of the filariasis incidence are in the area of palm oil plantations, swamps, bogs, rivers and rice fields. Variable that acts as a risk factor for the filariasis incidence is the usage of wire netting, while most dominant risk factor influence the incidence of filariasis based of GeoDa test result is staying near the plantation in West Pasaman 2014. This study suggested people to use mosquito nets when sleeping and clothing that protects the entire parts of body. And counseling about filariasis and vectors control, mosquitoes and environment type which integrated and also kasalisasi program are realy needed. Running checking of mosquitoes type program also require
Kata Kunci : Filariasis, faktor sosial budaya, faktor perilaku, faktor lingkungan, spasial