PREDIKTOR KEKAMBUHAN PASIEN TUBERKULOSIS DI KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

Nooria Sukmaningtyas, Dr. Ning Rintiswati, M.Kes , dr. Riris Andono Ahmad, MPH, PhD

2016 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Latar belakang: Program DOTS berhasil meningkatkan penemuan kasus TB paru BTA positif, namun tingkat kekambuhan TB paru masih ditemukan sebesar 3-5% hingga tahun 2014. Kekambuhan merupakan indikator penting keberhasilan jangka panjang pengobatan TB paru dan merupakan suspek MDR (multi drug resistence). Tujuan: Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kekambuhan TB Motode: Desain penelitian adalah kohort retrospektif. Data yang digunakan adalah register TB kabupaten Bantul tahun 2003-2014 terdaftar ada 3418 pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non random dengan purposive sampling berdasarkan kritera inklusi tedapat 904 sampel. Variable yang diukur adalah usia, jenis kelamin, pengawas menelan obat, fasilitas pelayanan kesehatan, social ekonomi dan konversi dahak. Analisis data menggunakan cox proportion hazard model untuk menentukan kejadian serta kapan terjadinya suatu event. Hasil: Jenis kelamin laki-laki (HR=0,91 p-value=0,17) usia >40 tahun (HR=1,03 p-value=0,59), penghasilan rendah (HR=0,89 p-value=0,11) bukan prediktor kekambuhan TB, sedangkan pengobatan di rumah sakit (HR=0,81 p-value=0,00), tidak konversi dahak (HR=0,58 p-value=0,00), kegagalan pengobatan (HR=0,49 95%CI 0,37-0,64), dan pengobatan kurang/lebih dari 6 bulan (HR=0,008 95%CI 0,00-0,07) merupakan prediktor kekambuhan TB. Terdapat 56 (6,18%) dari 904 pasien yang mengalami kekambuhan setelah sembuh atau gagal dalam pengobatan. Rata-rata pasien kambuh setelah 17 bulan selesai pengobatan pertamnaya. Kesimpulan: Fasiltas kesehatan, konversi dahak, status akhir pengobatan dan lama pengobatan merupakan faktor kekambuhan Tb paru, sehingga tepat untuk memprediksi kekambuhan TB di Kabupaten Bantul.

Background: DOTS program managed to improve the discovery of positive smear pulmonary TB cases, but the rate of recurrence of pulmonary tuberculosis is still discovered by 3-5% until 2014. Recurrence is an important indicator of long-term success of treatment of pulmonary tuberculosis and is suspected MDR (multi drug resistence). Objective: To find out the factors related to TB recurrence. Method: The study design is a retrospective cohort. The data used is the Bantul district TB registers 2003-2014, there are 3418 patients registered there. Sampling was done by non-random method with purposive sampling based on the criteria for inclusion, there are 904 samples. Variable measured is the age, gender, treatment supporter, health care facilities, social economic and sputum conversion. Data analysis uses cox proportion hazard models to determine the incidence and when the occurrence of an event. Result: Male sex (HR= 0.91 p-value= 0.17) age > 40 years old (HR= 1.03 p-value= 0.59), low income (HR= 0.89 p-value= 0.11) is not a predictor of TB recurrence, whereas the hospital treatment (HR= 0.81 p-value= 0.00), no sputum conversion (HR= 0.58 p-value= 0.00), treatment failure (HR= 0.49 95% CI 0.37 to 0.64), and the treatment is less/more than 6 months (HR= 0.008 95% CI 0.00 to 0.07) is a predictor of TB recurrence. There are 56 (6.18%) of 904 patients who had a relapse after recovery or failure in treatment. Usually, the patient relapsed after 17 months of the first treatment completion. Conclusion: Health facilities, sputum conversion, the final status of treatment and duration of treatment are the factors of pulmonary tuberculosis recurrence, so it is correct to predict recurrence of TB in Bantul District.

Kata Kunci : tuberculosis (TB), recurrence, DOTS program, retrospective cohort